Kamis, 08 Oktober 2015

Kewajiban anak kepada orang tua


Tentang kewajiban anak kepada orang tua, Allah SWT mewajibkan kepada kita untuk berbhakti kepada kedua orang tua, setelah Allah SWT memerintahkan kepada kita supaya menyembah kepada-Nya serta tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Firman Allah SWT :
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
” sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri “  [QS. An-Nisaa' : 36]
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23)  وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا  

23. ” dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia ”  
24. ” dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil ”   [QS. Al-Israa' 24]


وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِن جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
” dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan ” [QS. Al-'Ankabuut : 8]
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
” Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri”  [QS. Al-Ahqaaf : 15]
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14)  وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُون (15 (

14. dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
15. dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.  [QS. Luqman 14 - 15]
Allah SWT menjadikan kedua orang tua kita sebagai perantara lahirnya kita di dunia ini, maka betapa besar jasa keduanya kepada kita, dan bagaimanapun juga kita tidak akan bisa membalas jasa keduanya. Rasulullah SAW pernah ditanya oleh seseorang sebagaimana hadits berikut :
أَنَّ رَجُلاً أَتَى إِلَى النَّبي ص فَقَالَ إِنَّ لِى أُمًّا, أنَا مَتِيَّتُهَا أُقْعِدُهَا عَلَى ظَهْرِى وَلَا اصْرِفُ عَنْهَا وَجْهِى وَأضرُدُّ إِلَيْهَا كَسْبِى فَهَلْ زجَزَيْتُهَا قَالَ  لَا وَلأَ بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ. قَالَ : وَلِمَ ؟ قَالَ : لإِأَنَّهَا كَانَتْ تَخْدُمُكَ وَهِيِ تُحِبٌّ حَيَاتَكَ. وَأَنْتَ تَخْدُهَا تُحِبُّ مَوْتَهَا
Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW, lalu bertanya, “Sesungguhnya saya mempunyai seorang ibu, saya menggendongnya di punggung saya, saya tidak pernah bermuka masam kepadanya, dan saya serahkan kepadanya hasil pencaharian saya, apakah yang demikian itu saya telah membalas budinya ?”. Rasulullah SAW bersabda, “Belum, walau satu tarikan nafas panjangnya”. Orang itu bertanya pula : “Mengapa demikian ya Rasulullah ?”. Jawab beliau, “Karena ibumu memelihara kamu dengan berharap agar kamu panjang umur, sedangkan kamu memeliharanya itu dengan berharap ia lekas mati”. [HR. Abul Hasan Al-Mawardi]
Dan Rasulullah SAW juga pernah ditanya :
يَا رَسُوْلَ الله مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحٌسْنِ صَحَابَتِى ؟ قَالَ : أمُّكَ. ثُمَّ مَنْ ؟ أمُّكَ. ثُمَّ مَنْ ؟ أمُّكَ ثُمَّ مَنْ ؟ أبُوْكَ.

“Ya Rasulullah, siapakah orang yang lebih berhaq saya santuni dengan baik ?”. Rasulullah SAW bersabda, “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi : “Kemudian siapa ?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa ?”. Jawab beliau, “Bapakmu”. [HR. Bukhari dan Muslim]
Walaupun di dalam hadits tersebut disebutkan “Ibumu” sampai tiga kali, kemudian baru“Bapakmu”, hanya satu kali, ini tidak berarti ibu itu harus lebih diistimewakan daripada bapak. Bisa juga Nabi SAW menjawab demikian itu karena melihat kepada kejiwaan orang yang bertanya tadi, ia kurang memperhatikan kepada ibunya, maka oleh Nabi SAW ia dinasehati agar berbhakti kepada ibunya hingga tiga kali, baru kemudian kepada bapaknya, sebagaimana Nabi SAW juga pernah ditanya oleh seseorang, “Amal apakah yang paling baik dalam Islam, ya Rasulullah ?”. Jawab beliau, “Jangan marah”. Di lain waktu Rasulullah SAW juga ditanya dengan pertanyaan yang sama oleh orang lain, “Amal apa yang paling baik dalam Islam, ya Rasulullah ?”. Jawab beliau, “Katakanlah : Saya beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah”. Dari dua jawaban Nabi SAW tersebut bukan berarti Nabi SAW tidak tetap dalam menjawab, tetapi Nabi SAW dalam menjawabnya melihat kepada kejiwaan siapa yang dihadapinya itu, sehingga si pemarah dinasehati untuk menahan marahnya, dan orang yang kurang kuat pendiriannya diberi nasehat agar memperkuat keimanannya dan beristiqamah. Dan terbukti di dalam ayat-ayat Al-Qur’an selalu disebutkan  : وَبِالوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا “dan hendaklah berbhakti kepada kedua orang tua”, tanpa membedakan antara ayah dan ibu. Dan lagi pula walaupun yang mengandung dan menyusui itu adalah ibu, namun ayah tidaklah kalah berat tanggungjawabnya, melihat orang laki-laki itu sebagai pemimpin bagi kaum wanita dan keluarganya, sebagaimana Firman Allah SWT :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا 

” kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar “   [QS. An-Nisaa' : 34]
Allah SWT juga berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
” Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”   [QS. Tahrim : 6]
Ayat-ayat tersebut, menunjukkan bahwa seorang laki-laki adalah bertanggungjawab dalam memimpin dan mengarahkan istri dan anak-anaknya, oleh karena itu kewajiban berbhakti seorang anak kepada ayah maupun ibunya adalah sejajar. Kita wajib berbhakti kepada kedua orang tua, meskipun kedua orang tua kita belum mau masuk Islam, sebagaimana riwayat berikut :

عَنْ أَسْماءَ بِنْتِ أَيِى بَكْرٍ رض  قَالَتْ : قَدِمْتُ عَلَيَّ أُمِّى وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِى عَهْدِ رَسُلِ الله ص فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُوْلِ الله ص. قُلْتُ : إِنَّ أُمِّى قَدِمَتْ رَاغِبَةً ( اَىْ طَامِعَةٍ فِيْمَا عِنْدِى مِنْ بِرٍّ ) اَفَاصِلُ اُمِّى ؟ قَالَ : نَعَمْ, صَلَّى أُمَّكِ. فَأَنْزَلَ الله : لَا يَنْهَاكُمُ الله عَنِ الَّذيْنَ لَمْ يُقاتِلُوْكٌمْ فِى االدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْ إِلَيْهِمْ, إِنَّ اللهَ يُحِبُّ المُقْسِطِيْنَ

Dari Asma’ binti Abu Bakar RA, ia berkata, “Pada masa Nabi SAW masih hidup ibuku datang kepadaku sedang dia itu masih musyrik. Lalu saya meminta pertimbangan atau fatwa kepada Rasulullah SAW, Sesungguhnya ibuku datang kepadaku dengan mengharapkan kebhaktianku kepadanya. Maka apakah aku boleh berbuat baik kepadanya ?”. Beliau SAW bersabda, “Ya, tetaplah kamu menyambung-nya dan berbuat baik kepadanya”. Kemudian Allah menurunkan ayat (yang artinya), “Allah tidak melarang kepadamu untuk berbuat baik dan berlaku adil dengan orang-orang yang tidak memerangi kamu sebab agama, dan tidak mengusir kamu dari kampungmu. Sesungguhnya Allah itu senang kepada orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al-Mumtahanah : 8).   [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Baihaqi]
Apabila kedua orang tua sudah meninggal dunia, anak pun masih bisa berbhakti kepada keduanya dengan jalan mendoakan dan memohonkan ampun untuk keduanya, apabila kedua orang tuanya itu muslim (orang Islam), sebagaimana riwayat berikut ini :
عَنْ أَبِى اُسَيْدٍ مَالِكِ بْنِ رَبِيْعَةَ السَّاعِدِى قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُسٌ عِنْدَ رَسُلِ اللهِ ص. إِذْ جَاءَ رَجُلٌ مِنْ بَنِى سَلَمَةَ فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ , هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَ شَيْئٌ اَبُرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا ؟ قَالَ : نَعَمْ. الًصَلَاةُ عَلَبْهِمَا, وَالإِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَاِنْفَذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَحِمِ الَّتِى لأَتُصَلُ اِلَّا بِهِمَا وَاِكْرَمُ صَدِيْقَهِمَا    

Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idiy, ia berkata : Pada suatu waktu kami duduk di samping Rasulullah SAW, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dari Bani Salamah, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, apakah masih ada kesempatan berbhakti kepada kedua orang tua saya yang bisa saya lakukan sesudah keduanya meninggal dunia ?”. Beliau SAW menjawab, “Ya, masih ada. Yaitu menshalatkannya, memohonkan ampunan bagi mereka berdua, menyempurnakan (melaksanakan) janji-janjinya sesudah mereka meninggal, menyambung persaudaraan yang kamu tidak menyambungnya kecuali melalui keduanya, dan memulyakan shahabat-shahabat keduanya “[HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban di dalam hadits shahihnya]



عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ رض. أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص. قَالَ : إِنَّ الْعَبْدَ لَيَمُوْتُ وَالِدَهُ اَوْ أَحَدُهُمَا وَأَنَّهُ لهُمَا لَعَاقٌ فَلَايَزَلُ يَدْعُوْ لَهُمَا وَيَسْتَغْفِرُ لَهُمَا حَتَّى يَكْتُبُهُ اللهُ بَارًّا   
Dari Anas bin Malik RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya ada seseorang hamba yang ibu-bapaknya telah meninggal dunia atau salah satunya, hamba itu (dahulunya) durhaka dan tidak berbhakti kepadanya. Lalu ia selalu mendoakan kebaikan kepada ibu-bapaknya dan selalu memohonkan ampunan untuk mereka berdua, sehingga Allah mencatatnya sebagai orang yang berbhakti “. [HR Baihaqi di dalam Syu'abul Iman]
عَنْ مَالِكِ بْنِ زُرَارَةَ رض. قَالَ. قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. إِسْتِغْفَارُ الْوَلَدِ لِأَبِيْهِ مِنْ بَعْدِ الْمَوْتِ مِنَ الْبِرِّ
Dari Malik bin Zurarah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Permohonan ampunan dari anak untuk orang tuanya sesudah meninggalnya adalah termasuk berbhakti”.  [HR. Ibnu Najjar]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض. قَالَ تُرْفَعُ لِلْمَيِّتِ بَعْدَ مَوْتِهِ دَرَجَتُهُ أَىْ رَبِّ, أَيُّ شَيْءٍ هَذِهِ ؟ فَيُقَالُ : وَلَدُكَ اِسْتِغْفَرَ لَكَ.
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Ada seorang yang telah meninggal dunia terangkat derajatnya setelah dia meninggal, maka orang tersebut bertanya, “Apa ini wahai Tuhanku?”. Lalu dikatakan kepadanya, “Anakmu memohonkan ampun untukmu”. [HR. Bukhari, di dalam Adabul Mufrad hal. 33, sanadnya hasan]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض.  أَنَّ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص. قَالَ إِذَا مَاتَ الْأِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إلّاَ مِنْ ثَلَاثَةٍ اِلّاَ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Apabila manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal-amalnya kecuali tiga hal. Yaitu kecuali sedeqah jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan orang, atau anak shalih yang mendoakannya”. [HR. Muslim di dalam kitab Washiyat]




Berbakti kepada Ibu dan Bapak untuk keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

مَا مِنْ رَجُلٍ يَنْظُرُ إِلَى وَجْهِ وَالِدَيْهِ نَظَرَ رَحْمَةٍ كَتَبَ اللهُ لَهُ بِهَا حَجَّةً مَقْبُوْلَةً مَبْرُوْرَةً. (الحديث)
1. Setiap kali seorang anak memandang orang tua dengan pandangan kasih sayang maka pasti Allah menulis baginya pahala haji yang baik lagi diterima. (Hadits)

رِضَا اللهِ فِيْ رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُ اللهِ فِيْ سَخَطِ الْوَالِدَيْنِ. (الحديث)

2. Keridhoan Allah kepada seseorang bersamaan dengan keridhoan orang tua kepada anaknya.  Begitu juga kemarahan Allah mengikuti kemarahan orang tua kepada anaknya . (Hadits)

بِرُّ الْوَالِدَيْنِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّلاَةِ وَالصَّوْمِ وَالْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ وَالْجِهَادِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ. (الحديث)

3. Berbakti kepada orang tua itu adalah lebih utama dari ibadah sholat, shodaqoh, puasa, haji, umroh, dan perang di jalan Allah. (Hadits)

إِيَّاكُمْ وَعُقُوْقَ الْوَالِدَيْنِ فَإِنَّ رِيْحَ الْجَنَّةِ يُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَلْفِ عَامٍ، وَاللهِ لاَ يَجِدُهَا عَاقٌّ وَلاَ قَاطِعُ رَحِمٍ. (الحديث)

4. Hati-hatilah kalian jangan sampai durhaka kepada orang tua, karena anak yang durhaka kepada orang tuanya tidak bisa mendapatkan bau surga padahal bau surga itu dapat dicium dari jarak perjalanan 1000 tahun. Dan begitu juga orang yang memotong famili tidak bisa mendapati bau surga.   (Hadits)

  سَأَلَ رَجُلٌ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُوْلَ اللهِ هَلْ بَقِيَ عَلَيَّ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبِرُّ هُمَا بِهِ بَعْدَ وَفَاتِهِمَا، قَالَ نَعَمْ اَلصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَاْلإِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيْقِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لاَ تُوْصَلُ إِلاَّ بِهِمَا. (الحديث)

5. Bertanya seseorang kepada Rosulullah, Wahai Rosulullah apakah saya masih bisa berbakti kepada kedua orang tua saya sepeninggal mereka? Rosulullah menjawab : Ya bisa berbakti kepada orang tua setelah mereka meninggal dengan cara :
1. Mensholatinya (mendoakan orang tua)
2. Memintakan ampun untuk orang tua.
3. Menunaikan dan melaksanakan janji-janji atau wasiat atau nadzar  
    orang tua.
4. Menghormati teman-teman orang tua.
5. Menyambung famili yang berkaitan dengan orang tua dari keluarga


    bapak dan ibu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar