Selasa, 12 Maret 2019

POLA PENDIDIKAN DALAM KELUARGA


Salah satu aspek penting yang sangat terkait dengan upaya perbaikan pendidikan dan akhlak adalah “ Pola Pendidikan dalam Keluarga.”

Bagaimanapun pola pendidikan dalam keluarga tetap mempunyai peranan penting. Sebab siapapun yang kelak menjadi guru, politikus, polisi ,tentara, pejabat atau apa saja, awalnya tentu sangat bergantung kepada pola pendidikan dirumah. Sebagai cermin dan teladan dalam pola pendidikan dirumah adalah “orang tua”. Kegigihan orang tua untuk menjadi teladan bagi anak-anaknya adalah pendidikan yang tidak ternilai. 

Mendidik anak merupakan amanah yang tidak sepele. Bagaimana akhirnya karakter anak setelah dewasa nanti, bergantung pada pendidikan yang ditanamkan orang tuanya sejak dini. Menanamkan nilai-nilai aqidah, akhlak dan lainnya menjadi tanggung jawab orang tua..Seorang anak wajib dibiasakan untuk selalu mengingat dan menjalankan rukun Islam yang merupakan ibadah seperti sholat, puasa, zakat, sedekah. Wajib pula mengajarkan anak tentang dasar-dasar syariah dan akhlak Islam yang terpuji, dimana orangtua mengajarkan halal dan haram serta berbagai ketetapan hukum lainnya. Orangtua harus mengajari anaknya akhlak yang baik dan tingkah laku yang terpuji serta mencegahnya dari akhlak yang burukdan sifat-sifat yang tercela seperti berdusta, mencuri, mencela pemabuk dan lain sebagainya. Dalam Al-Quran telah menegaskan “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.

Mendidik anak dalam rumah tangga harus diiringi dengan kekuatan akhlak yang baik dari para orang tua. Singkatnya apa yang diinginkan dari anak mulailah dari diri sendiri. Ingin anak rajin jadilah orang tua yang rajin, ingin anak yang soleh jadilah orang tua yang soleh. Sayangnya, orang tua masih mengukur kesuksesan anak dari nilai akademisnya. Ketika mempunyai anak yang mendapat peringkat pertama atau mendapat nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) yang tinggi orang tua mungkin bisa berbangga tetapi orang tua jarang tahu seperti apa akhlak anaknya di sekolah baik kepada guru atau kepada teman-temannya? Apakah anaknya saat ujian nyontek atau tidak ? Apakah nilai ujiannya benar-benar hasil dari kerja kerasnya selama ini?Apakah dia pedengki kepada sesamanya atau tidak? Apakah dia sombong atau tawadhu? Apakah dia pecandu miras atau narkoba? Apakah dia terlibat dalam tawuran ?

Orang tua harus serius dalam mengevaluasi perilaku anak-anaknya. Jika ada anak yang mungkin agak nakal atau bandel jangan saling menyalahkan, jangan salahkan guru, masyarakat tapi cobalah untuk mencari akar permasalahannya bersama-sama
Apabila alat ukur untuk mengukur kesuksesan hanya hal-hal duniawi, maka jagan aneh bila kelak dikemudian hari akan lahir generasi-generasi pecinta dunia.. Memang tidak salahnya mencari kebahagian duniawi namun jika kecintaan kepada dunia sudah membabi buta maka akan tumbuh kehinaan dan kelemahan diri.

Penyakit cinta dunia dan takut mati sebenarnya adalah kunci dari segala kelemahan manusia. Manusia-manusia yang terlalu cinta dunia akan melakukan apa saja tanpa menghiraukan hitam putihnya aturan, dari sinilah maka timbul keserakahan, kejahatan, kezholiman serta keburukan akhlak lainya.
Dalam Al-Quran surat Al-Hujaraat (49) Allah berfirman :” Sesunggguhnya orang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.” Orang yang taqwa selalu berhati-hati dalam setiap langkahnya, dia takut kalau-kalau perbuatannya akan merugikan orang lain dan dia takut menabraki/ melanggar rambu-rambu Allah..

Alangkah indahnya kalau komitmen taqwa tersebut datang dari rumah sehingga ketika anak tumbuh dewasa maka ia akan memancarkan akhlakulkarimah dilingkungannya. Marilah kita mendidik anak-anak kita dengan mendidik diri sendiri. Suruhlah anak-anak kita dengan menyuruh diri kita.

POLA PENDIDIKAN DALAM KELUARGA

Salah satu aspek penting yang sangat terkait dengan upaya perbaikan pendidikan dan akhlak adalah “ Pola Pendidikan dalam Keluarga.”

Bagaimanapun pola pendidikan dalam keluarga tetap mempunyai peranan penting. Sebab siapapun yang kelak menjadi guru, politikus, polisi ,tentara, pejabat atau apa saja, awalnya tentu sangat bergantung kepada pola pendidikan dirumah. Sebagai cermin dan teladan dalam pola pendidikan dirumah adalah “orang tua”. Kegigihan orang tua untuk menjadi teladan bagi anak-anaknya adalah pendidikan yang tidak ternilai.

Mendidik anak merupakan amanah yang tidak sepele. Bagaimana akhirnya karakter anak setelah dewasa nanti, bergantung pada pendidikan yang ditanamkan orang tuanya sejak dini. Menanamkan nilai-nilai aqidah, akhlak dan lainnya menjadi tanggung jawab orang tua..Seorang anak wajib dibiasakan untuk selalu mengingat dan menjalankan rukun Islam yang merupakan ibadah seperti sholat, puasa, zakat, sedekah. Wajib pula mengajarkan anak tentang dasar-dasar syariah dan akhlak Islam yang terpuji, dimana orangtua mengajarkan halal dan haram serta berbagai ketetapan hukum lainnya. Orangtua harus mengajari anaknya akhlak yang baik dan tingkah laku yang terpuji serta mencegahnya dari akhlak yang burukdan sifat-sifat yang tercela seperti berdusta, mencuri, mencela pemabuk dan lain sebagainya. Dalam Al-Quran telah menegaskan “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.

Mendidik anak dalam rumah tangga harus diiringi dengan kekuatan akhlak yang baik dari para orang tua. Singkatnya apa yang diinginkan dari anak mulailah dari diri sendiri. Ingin anak rajin jadilah orang tua yang rajin, ingin anak yang soleh jadilah orang tua yang soleh. Sayangnya, orang tua masih mengukur kesuksesan anak dari nilai akademisnya. Ketika mempunyai anak yang mendapat peringkat pertama atau mendapat nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) yang tinggi orang tua mungkin bisa berbangga tetapi orang tua jarang tahu seperti apa akhlak anaknya di sekolah baik kepada guru atau kepada teman-temannya? Apakah anaknya saat ujian nyontek atau tidak ? Apakah nilai ujiannya benar-benar hasil dari kerja kerasnya selama ini?Apakah dia pedengki kepada sesamanya atau tidak? Apakah dia sombong atau tawadhu? Apakah dia pecandu miras atau narkoba? Apakah dia terlibat dalam tawuran ?

Orang tua harus serius dalam mengevaluasi perilaku anak-anaknya. Jika ada anak yang mungkin agak nakal atau bandel jangan saling menyalahkan, jangan salahkan guru, masyarakat tapi cobalah untuk mencari akar permasalahannya bersama-sama
Apabila alat ukur untuk mengukur kesuksesan hanya hal-hal duniawi, maka jagan aneh bila kelak dikemudian hari akan lahir generasi-generasi pecinta dunia.. Memang tidak salahnya mencari kebahagian duniawi namun jika kecintaan kepada dunia sudah membabi buta maka akan tumbuh kehinaan dan kelemahan diri.

Penyakit cinta dunia dan takut mati sebenarnya adalah kunci dari segala kelemahan manusia. Manusia-manusia yang terlalu cinta dunia akan melakukan apa saja tanpa menghiraukan hitam putihnya aturan, dari sinilah maka timbul keserakahan, kejahatan, kezholiman serta keburukan akhlak lainya.
Dalam Al-Quran surat Al-Hujaraat (49) Allah berfirman :” Sesunggguhnya orang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantara kamu.” Orang yang taqwa selalu berhati-hati dalam setiap langkahnya, dia takut kalau-kalau perbuatannya akan merugikan orang lain dan dia takut menabraki/ melanggar rambu-rambu Allah..

Alangkah indahnya kalau komitmen taqwa tersebut datang dari rumah sehingga ketika anak tumbuh dewasa maka ia akan memancarkan akhlakulkarimah dilingkungannya. Marilah kita mendidik anak-anak kita dengan mendidik diri sendiri. Suruhlah anak-anak kita dengan menyuruh diri kita.

“BAGAIMANA SOSOK GURU BERWIBAWA ?”

“Barang siapa melihatnya sepintas, ia akan tampak berwibawa. Dan barang siapa mengenal dan bergaul dengannya, niscaya ia akan menyukainya. [HR. at-Turmudzi]

Jam istirahat sudah habis, bel tanda masuk sudah berbunyi. Anak-anak memasuki kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran berikutnya. Namun sebagian anak-anak masih tetap berada diluar kelas, ternyata anak-anak yang diluar guru yang mengajar pada kelas tersebut berhalangan hadir, sehingga mereka bebas bermain diluar.

Aktivitas anak-anak yang sedang bermain dihalaman segera terhenti dan mereka semua berlarian masuk ke kelas ketika mereka melihat seorang guru lewat. Apa yang terjadi? Bukankah guru itu belum mengucapkan sepatah kata pun untuk melarang mereka bermain ? dia juga tidak menghardik dan menyuruh mereka untuk masuk kelas. Lalu mengapa anak-anak segera sadar dan langsung berlarian masuk ke kelas mereka?

Ya, tidak lain disebabkan kehadiran fisik guru sudah mampu menjadi bahasa tersendiri, yakni bahasa peraturan. Fisik guru itu telah mampu berbicara kepada anak-anak dan mengingatkan mereka tentang apa yang boleh diperbuat dan apa yang tidak boleh dilakukan. Guru itu tidak perlu memperlihatkan wajah marah untuk mengingatkan mereka. Ia juga tidak membutuhkan kata-kata untuk menyuruh anak-anak masuk kelas. Ia hanya butuh satu senyuman untuk membuat anak-anak menyadari kesalahan-kesalahannya. Dengan melihat senyuman itu, anak-anak seolah-olah mendengar guru berkata, “Bel tanda masuk sudah dibunyikan, ayo, segeralah masuk kelasmu, isi waktumu untuk membaca”. Dan anak-anak pun segera berhamburan masuk ke kelas mereka.
Itulah gambaran sederhana tentang wibawa seorang guru. Guru yang berwibawa tidak perlu mengeluarkan banyak energi untuk menegur dan menyuruh anak. Ia juga tidak perlu mengeluarkan suara keras untuk menyuruh anak masuk kelas. Ia hanya butuh senyuman dan satu kalimat yang diucapkan dengan pelan saja. Bahkan, kadang-kadang guru yang berwibawa tidak perlu satu senyuman atau satu kalimat pun. Kehadiran fisik mereka saja sudah mampu mengembalikan suasana penuh pelanggaran menjadi kondisi yang penuh ketaatan pada peraturan.

Jadi, semakin tinggi wibawa seorang guru di mata para siswa, semakin ringanlah pekerjaannya. Dia tak perlu berteriak-teriak ketika siswanya membuat gaduh. Cukup dengan menghadirkan dirinya di hadapan siswa-siswanya yang melakukan pelanggaran, siswa-siswanya akan berhenti dengan sendirinya.

Dari mana Datangnya Wibawa?

Menurut Henry Fayol, kewibawaan berarti hak memerintah dan kekuasaan untuk membuat kita dipatuhi dan ditaati. Ada juga orang mengartikan kewibawaan dengan sikap dan penampilan yang dapat menimbulkan rasa segan dan rasa hormat. Sehingga dengan kewibawaan seperti itu,anak didik merasa memperoleh pengayoman dan perlindungan.
Secara sederhana, wibawa dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk mempengaruhi dan menguasai orang lain. Wibawa bisa muncul dari dua hal , karisma dan performa. Karisma biasanya muncul dengan sendirinya karena merupakan bawaan seseorang sejak lahir.

Pertama. Karisma biasannya berkaitan dengan hal-hal yang melekat pada pribadi seseorang, seperti postur tubuh, bentuk wajah, gaya bicara, tatapan mata, sampai cara berjalan. Seseorang yang karismatik tidak perlu belajar terlebih dahulu atau mengubah penampilan untuk mencari perhatian orang lain. Ia sudah memiliki daya pikat yang dibawanya sejak lahir. Dari sinilah munculnya kemampuan untuk membuat orang lain terpesona dan terpengaruh.

Kata karisma berasal dari bahasa Yunani, charizhesthai, yang berarti menolong. Makna konotasi teologis dari kata ini adalah bakat atau kekuatan yang dianugerahkan oleh Tuhan. Seperti itulah yang dikatakan oleh Clip R. Bell dan Billijack R. Bell dalam memaknai kata karisma di dalam bukunya, Magnetic Service . Didalam buku itu, Clip dan Billijack mengibaratkan karisma sebagai magnet. Sebuah magnet selalu memiliki kemampuan untuk memikat, menarik, menahan dan mencengkeram dengan kuat objek yang ada didekatnya.

Karisma memiliki sifat-sifat yang sama dengan sebuah magnet. Sifat-sifat karismatik yang termasuk dalam konteks ini adalah menarik perhatian seseorang, mengajak dan membawanya kearah tertentu, serta menahannya hingga orang tersebut tidak mau meninggalkan dirinya. Orang yang karismatik biasanya memiliki banyak pengikut yang fanatik dengan tingkat kekaguman yang luar biasa. Mereka tidak mau mengambil sikap dan keputusan tertentu sebelum ada penjelasan daei orang yang dikaguminya itu.
Karisma adalah keistimewaan yag bersifat pribadi yang berbentuk daya pikat dan pesona yang dimiliki seseorang untuk membuat orang lain tertarik dan terpengaruh. Seorang guru yang karismatik akan menghadirkan pengalaman yang unik bagi para siswa sehingga hatinya merasa tertawan. Hanya para siswa akan menjadi tawanan di tangan guru karismatik ini. Maka, bisa dibayangkan betapa mudahnya guru itu mengelola para siswa yang sudah tertawan dan “tak berdaya”.

Rasulullah saw adalah sosok dengan karisma yang sangat tinggi. Banyak sekali hadist yang menceritakan gambaran fisik beliau yang sangat ideal. Hidung yang mancung, rambut yang hitam, rapi, ikal yang panjangnya sangat terukur., gigi yang putih bersih dan berjajar terawat; senyum yang sangat manis, badan yang tegap, kulitnya yang putih; tangan yang kekar, dan sebagainya, menunjukkan betapa fisik Rasulullah saw memiliki daya pikat dan daya pesona yang tinggi. Keadaan iu sangat mendukung kewibawaan Rasulullah saw. Belum lagi cara beliau berjalan, berbicara dan bercanda yang sangat menawan. Kesemuanya menyimpan dan memunculkan karisma. Tidak mengherankan jika banyak orang yang baru melihat sosok beliau sudah menaruh hormat dengan sendirinya. Kana kullu amrihi ajaba (setiap yang ada pada dirinya menakjubkan.

Seorang yang berwibawa dilukiskan oleh Allah dalam Al-Quran :
“Orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata keselamatan. Mereka itulah yang dibalasi dengan martabat yang tinggi karena kesadaran mereka, dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat didalamnnya.” [QS. Al-Furqan : 63 dan 67]

Menurut Sulani, kewibawaan termasuk maqam mahmudah yang dapat menolong manusia untuk memiliki kekuatan yang bersumber dari Allah. Untuk mencapai maqam ini, Al-Quran telah memberikan tuntunan kepada manusia, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Quran :
“Dan dari sebagian malam hendaknya kamu bersembahyang tahajud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. Dan katakanlah : “Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara benar, dan keluarkanlah aku secara benar pula dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. [QS. Al-Isra’ : 79-80].

Ayat tersebut menerangkan bahwa hendaklah kita memperbanyak sholat tahajud, karena sholat tersebut bisa membawa kepada kedudukan yang terpuji. Sehingga orang yang sering melaksanakan sholat tahajud dirinya memiliki pengaruh yang besar dan insya Allah akan diikuti ajakannya. Hendaklah para guru membiasakan diri untuk melaksanakan sholat tahajud, apalagi seorang guru yang tugasnya memberikan pelajaran kepada anak didik, sudah sewajarnya kalau ajakan tau perintahnya ingin diikuti. Oleh karena itu, tahajud akan membawa dampak kepada kita sebagai orang yang tawadhuk dan berwibawa.

Selain itu, penampilan fisik seseorang memiliki pengaruh terhadap kewibawaannya. Oleh karena itu, seorang guru tidak boleh bersikap cuek terhadap penampilan fisiknya. Jangan sampai karena alasan sibuk menangani anak-anak, seorang guru tidak memerhatikan penampilan fisiknya. Atau, karena waktu yang sempit dan genting, guru melangkah terburu-buru dihadapan para siswa sehingga terlihat lucu. Jika itu terjadi, niscaya kewibawaannya akan turun di hadapan para siswa. Tetap lah melangkah dengan tenang, tetapi menunjukkan kecekatan dalam menghadapi siuasi yang genting dan terburu-buru.

Kedua, Perkara yang bisa meningkatkan wibawa seseorang adalah performa, yaitu,kebiasaan yang lahir dari standar dan plan kerja yang dimiliki guru. Dibandingkan dengan karisma, performa lebih mudah dipelajari dan dibentuk karena tidak terkait dengan hal-hal yang sifatnya bawaan. Guru yang cerdas dan selalu bisa mengatasi persoalan akan terlihat lebih berwibawa daripada guru yang terlihat gagap dan jarang memberi solusi terhadap suatu masalah. Guru yang secara konsisten menunjukkan rasa tidak suka terhadap siswa yang melanggar aturan, lebih disegani siswa daripada guru yang tidak konsisten menampilkan ketidaksukaannya kepada pelanggar aturan. Guru dibilang tidak konsisten jika terkadang marah ketika melihat ada siswa yang melanggar aturan dan terkadang membiarkannya.

Secara bahasa, performa memiliki arti sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan. Jadi, peforma yang baik adalah daya pikat seseorang dalam menawan hati orang lain dengan prestasi kerja yang bagus. Berbeda dengan karisma yang terkait penampilan fisik, performa menitiberatkan pada bagaimana tampilan nonfisik seseorang. Biasanya, performa terwujud dalam bentuk sikap tegas, cerdas, sopan, konsisten, jujur dan selalu memiliki solusi saat menghadapi masalah.

Hal yang penting mengenai performa ini adalah konsisten. Untuk apa ketegasan dan kecerdasan kalau hanya muncul sekali saja, lalu tidak muncul di waktu lainnya. Sekali lagi, buat apa semua itu jika tidak dilakukan dengan konsisten. Hanyalaha kesia-siaan yang akan didapatkan. Tanpa konsistensi, ketegasan dan kecerdasan tidak akan mampu membentuk performa. Alhasil kewibawaan yang diinginkan tidak akan terwujud.

Kinerja yang bagus harus ditampilkan secara terus menerus di setiap waktu dan keadaan. Syukur bisa terus tingkatkan. Hanya dengan cara inilah performa seseorang akan terbentuk dengan kuat. Guru yang selalu mempersiapkan dirinya ketika hendak mengajar akan terlihat berwibawa daripada guru yang tidak siap. Bila kinerja guru kadang-kadang bagus dan terkadang buruk, maka siswa sulit menangkap performa gurunya. Dan kewibawaan guru tersebut akan jatuh di hadapan siswa.

Faktor paling utama adalah persiapan mental yang baik disamping persiapan rencana pembelajaran dan alat peraga. Tanpa persiapan mental, rencana pembelajaran dan alat peraga tidak akan membawa dampak positif. Sebab, itu hanyalah persiapan di tataran yang paling luar. Motivasi, keikhlasan dan antusiasme merupakan persiapan yang sangat esensial sebagai pendamping kesiapan dan penguasaan materi pelajaran atau alat peraga.


Benarkah Galak Bisa Bikin Wibawa ?

Tidak sedikit guru yang mengira bahwa sikap galak bisa membuat siswa menaruh hormat kepadanya. Menurut mereka, jika guru terlalu lembek maka anak akan ngelunjak. Namun, perlu dipahami bahwa siswa akan menghormati guru yang galak karena merasa takut. Disinilah seorang guru harus berpikir ulang apakah penghormatan seperti itu yang diinginkannya?

Seorang guru menginginkan penghormatan yang tulus dari para siswa, bukan penghormatan semu. Penghormatan yang semu membuat para siswa hanya taat aturan ketika ada guru. Ketika guru pergi, mereka akan kembali melakukan pelanggaran. Ketaatan itukah yang kita inginkan?

Sikap galak seorang guru biasanya muncul karena ia mencoba menutupi kekurangan, baik kekurangan pribadinya sendiri maupun sistem sekolahnya. Kemarahan guru karena tersinggung ketika dikritik siswanya merupakan cara untuk menutupi kekurangan diri. Apapun alasannya, meledaknya emosi guru yang melahirkan kemarahan, merupakan bukti bahwa kita tidak mampu mengendalikan dirinya. Ketidakmampuan inilah yang berusaha ditutupi guru hadapan siswa dengan bersikap galak.

Jika sikap galak ini dapat memberikan rasa takut kepada para siswa, mungkin masih lumayan. Lebih parah lagi jika sikap galak tersebut tidak mampu melahirkan rasa takut atau hormat sedikitpun. Ada banyak guru yang justru ditertawakan oleh siswanya ketika marah. Semakin marah sang guru, semakin geli pula siswa-siswanya. Sebab, siswa dengan tipikal tertentu malah tertarik untuk membuat sang guru marah. Mereka menyeringai puas ketika berhasil membuat guru itu marah. Dan, guru pun semakin kehilangan akal untuk mengatasi suasana semacam itu. Mau marah salah, didiamkan semakin salah. Dan, siswa-siswanya tetap sulit dikendalikan. Jika kondisi seeperti ini yang terjadi, hilang sudah wibawa guru tersebut.

Efek dari sikap galak rasa hormat semu atau rasa takut semata. Sebaliknya, penghormatan yang tulus dan sebenarnya hanya akan terlahir dari pengakuan siswa terhadap kelebihan gurunya, baik kelebihan secara lahir dari karisma, maupun performa yang dimilikinya. Itulah pilar dasar wibawa.


Daftar Pustaka
1. Abdullah Munir (2010). Super Teacher. PT. Bintang Pustaka Abadi (BiPA). Yogyakarta.
2. Muhammad Nurdin ( 2004). Kiat Menjadi Guru Profesional. AR-RUZZ Media. Yogyakarta.

Senin, 11 Maret 2019

GURU ADALAH INSPIRASI

Guru adalah Inspirasi, bagaimana contohnya? 

Inspirasi adalah segala sesuatu yang dapat mendorong dan merangsang pikiran untuk memunculkan ide/gagasan maupun melakukan tindakan setelah melihat atau mempelajari sesuatu yang ada di sekitar. Inspirasi juga bisa dimaknai dengan gagasan-gagasan kreatif yang muncul dari dalam diri setelah ada rangsangan dari luar. Maka dari itu, guru harus bisa menjadi “perangsang” bagi siswanya, memberi inspirasi demi inspirasi agar anak senantiasa dapat terdorong untuk  memunculkan ide, gagasan, pemikiran, tindakan, nilai, hingga kretifitas yang positif. Nah, dalam hal apa saja inspirasi yang bisa guru berikan untuk siswanya? Berikut ulasannya.

Menjadi Guru Inspiratif : Meng-Inspirasi dalam Berkarakter

Dewasa ini, karakter menjadi satu aspek yang sangat di prioritaskan dalam pendidikan. Guru dalam falsafah Jawa dari awal sudah dimaknai sebagai “digugu lan ditiru” (dipatuhi dan diteladani). Hal ini harus benar-benar ter-implementasi. Guru didepan siswanya harus bisa menunjukkan berbagai aspek yang bisa menjadi tauladan bagi siswanya. Baik itu di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Berikut contoh-contoh konkretnya.
  • Guru harus selalu bersikap sabar dan ramah dalam bersosialisasi baik dengan siswa maupun yang lainnya.
  • Guru harus bisa menunjukkan bahwa guru adalah seorang yang taat beribadah.
  • Guru harus selalu bersikap jujur dan apa adanya. Tak masalah menjawab “belum tahu” apabila ada pertanyaan dari siswa yang memang guru belum tahu jawabannya.
  • Guru harus senantiasa bersikap baik dan murah senyum pada siapa saja. Tak masalah bagi guru untuk lebih dahulu menyapa atau melempar senyum kepada muridnya.
  • Guru harus menunjukkan sikap mau bekerja sama. Tak masalah bagi guru untuk ikut membantu menyapu kelas, menutup jendela ataupun sekedar mematikan kipas angin.
  • Guru harus senantiasa bersemangat dalam kondisi apa saja. Tak perlu memilkirkan masalah luar sekolah ketika sedang berada di tengah-tengah siswa.
  • Guru harus senantiasa bisa menjaga penampilan. Guru yang selalu terlihat bersih dan rapi insyaallah akan bisa mendorong siswanya untuk berpenampilan bersih dan rapi pula.
Itulah beberapa contoh konkret Inspirasi  guru untuk muridnya dalam hal karakter. Dan karakter pada intinya adalah suatu hal yang membudaya dan menjadi sebuah kebiasaan tanpa adanya paksaan. Karena itu dalam penanaman nya hanya perlu pembiasaan. Diulang dan terus diulang dalam mengajak dan memberi arahan. Dan konsisten dalam menunjukkan keteladanan. Sekali lagi, guru adalah inspirasi…. Mari menjadi guru inspiratif melalui karakter mulia nya!

Menjadi Guru Inspiratif: Meng-Inspirasi dalam Belajar

Belajar merupakan kegiatan paling prioritas dalam aktifitas di sekolah. Dalam kegiatan pembelajaran, guru bagaikan nahkoda yang mengontrol laju proses pembelajaran di kelas. Dalam proses pembelajaran ini, guru dituntut untuk bisa merencanakan, merancang hingga melaksanakan pendekatan/model pembelajaran menggunakan metode hingga media pembelajaran yang tepat.
Kaitannya dengan “Inspirasi” dalam belajar, apakah setiap model pembelajaran yang diterapkan guru pasti akan menginspirasi siswanya? Apakah setiap metode yang dipakai sudah pasti bisa menginspirasi  siswa? Apakah setiap media pembelajaran yang digunakan siswa memberi garansi siswa akan terinspirasi?
Berikut ini beberapa kunci yang harus diperhatikan guru agar proses pembelajaran yang diterapkan benar-benar memberi inspirasi siswa untuk terus belajar, mengembangkan kemampuannya , mengubah pola pikirnya atau bahkan mengubah kebiasaan/sikap nya kea rah yang lebih baik.
  • Proses pembelajaran yang dilakukan dapat menarik antusiasme siswa, sehingga focus belajar dan keigintahuan siswa pun terus muncul selama proses belajar.
  • Guru merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa merasa senang dan nyaman dalam proses pembelajaran, sehingga siswa mudah untuk mengikuti setiap langkah kegiatan yang disusun oleh guru.
  • Guru memunculkan sebuah scenario pembelajaran yang bisa menjadi “unforgettable moment” bagi siswa. Sehingga pembelajaran yang dilaksanakan melekat dalam waktu jangka panjang di ingatan siswa.
  • Guru menerapkan “meaningfull learning” / pembelajaran bermakna yang mana setiap muatan materi baru dikaitkan dengan  pemahaman dan pengalaman belajar siswa sebelumnya. Dengan begitu siswa akan mudah untuk mengkonstruksi pengetahuan yang sudah melekat di memorinya dan pengetahuan baru yang  sedang dikuasainya.
  • Guru menerapkan pendekatan, model, metode hingga media pembelajaran yang bervariasi di setiap proses pembelajaran. Hal ini penting dilakukan karena proses pembelajaran yang statis akan memunculkan rasa bosan pada diri siswa. Kebosanan untuk mengikuti proses pembelajaran dapat menghambat semangat dan perkembangan belajar siswa.
  • Guru memperhatikan gaya belajar siswa dan memfasilitasinya. Sebagai guru kita harus bisa memfasilitasi semua karakteristik gaya belajar siswa. Gaya belajar bisa dibedakan menjadi gaya belajar  tipe auditori, visual, maupun kinestetik. Dan guru harus bisa memvariasikan pembelajaran dengan memuat 3 gaya belajar tersebut. Sehingga semua siswa merasa terfasilitasi dalam proses pembelajaran.
  • Guru sebagai “figur teladan dalam belajar”. Guru harus senantiasa semangat untuk meng-upgrade diri dengan terus belajar. Bisa dibayangkan apabila guru saja tidak mau belajar, bagaimana dengan siswanya? Maka dari itu guru harus selalu menjadi pribadi pembelajar, terus belajar. Insyaallah dengan sendirinya, siswa kita juga akan tumbuh menjadi sosok pembelajar yang luar biasa.  Sepakat?

Kamis, 07 Maret 2019

MENJADI GURU INSPIRATIF & DISENANGI SISWA

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Guru tidak sekedar dituntut memiliki kemampuan mentransformasikan pengetahuan dan pengalamannya, memberikan tauladan, tetapi juga diharapkan mampu menginspirasi anak didiknya agar mereka dapat mengembangkan potensi diri dan memiliki akhlak yang baik.
Guru inspiratif bukanlah sekedar berkompeten sesuai dengan akademiknya, mampu mengajar didepan kelas, membuat soal-soal, dan menentukan kelulusan siswa. Guru inspiratif harus memiliki kepribadian yang menarik sehingga dapat menstimulasi siswa untuk mengembangkan potensi diri, menumbuhkan kesadaran siswa dalam meraih masa depannya, dan menjalin kehangatan interaksi antara guru dan siswa sehingga guru tidak lagi dianggap sebagai sosok angker yang menakutkan, tetapi dapat menjadi mitra belajar yang menyenangkan.

Lalu, bekal apakah yang harus kita miliki agar menjadi guru yang penuh inspiratif dan disenangi oleh siswa? Peningkatan kemampuan akademik dan skill mengajar merupakan modal dasar yang harus dimiliki. Akan tetapi tetapi tak boleh dikesampingkan pula bekal-bekal berikut ini :

A. Berpandangan Positif

Terdapat kecenderungan pada diri manusia untuk membentuk pribadinya sesuai apa yang ia bayangkan atau inginkan. Hasil yang kita capai dalam membina diri pribadi adalah sesuai dengan apa yang kita sanjung dalam hati kita atau apa yang kita tidak sukai, kita sendirilah yang menentukan batas kemampuan diri kita ini. Apakah pekembangan kemajuan diri kita itu masih lanjut atau mundur sampai batas tertentu saja.
Seseorang yang memilih cara berpikir dan bersikap positif akan terus menghasilkan buah pikiran yang positif pula sekaligus merangkul harapan rasa optimis dan daya cipta. Sebaliknya seorang yang mengindap pikiran negative tentu saja melibatkan dirinya dalam proses negatif pula. Sebab ia terus-menerus menyalurkan pikiran yang negatif. Tindakan-tindakannya pun akan bersifat negatif terhadap lingkungan sekelilingnya. Seorang mengindap pikiran negatif akan memantulkan buah pikiran negatif dan akan memetik hasil yang negatif pula atas dirinya. Seperti yang dikatakan oleh Willian James, seorang ahli filsafat dan ilmu jiwa :
“Penemuan terbesar dalam generasi umat manusia sekarang ini adalah, bahwa manusia itu bisa merubah cara hidupnya dengan cara merubah jalan pikirannya”

Pandangan positif seorang guru sangatlah penting untuk diperhatikan. Satu hal yang sangat berpengaruh pada diri siswa. Guru harus menampakkan secara jelas dan benar-benar jelas kepada siswanya bahwa kita mempercayai. Sebagai guru, kita percaya bahwa semua siswa mampu dan memiliki motivasi untuk sukses. Buatlah siswa yakin bahwa kita benar-benar mempercayainya. Guru harus berusaha percaya bahwa siswa ingin melakukan yang tebaik, mereka ingin brhasil dan mendapatkan kesuksesan.

Hasil sebuah pengamatan menunjukkan bahwa guru cenderung lebih suka tersenyum, mengobrol dengan akrab dan berbicara dengan cara lebih intelek dan penuh humor kepada kelompok siswa yang berkategori pandai daripada kelompok siswa yang biasa-biasa saja. Sedangkan, kepada siswa yang kurang pandai, guru cenderung berbicara lebih keras, lambat, jarang tersenyum, berinteraksi dengan kalimat-kalimat perintah serta lebih otoriter. Tampaknya, guru memperlakukan siswa sesuai dengan cap yang dilekatkan pada diri mereka; kelompok siswa pandai, bodoh, atau nakal.
Demikianlah realitas yang terjadi, kita sering terbawa oleh prasangka atau anggapan, baik prasangka yang diciptakan oleh diri kita sendiri maupun dibentuk oleh lingkungan. Marilah kita simak cerita tentang prasangk dibawah ini.

Seorang pemuda yang baru saja lulus dari sebuah universitas diterima sebagai tenaga pengajar di sebuah sekolah. Kepala sekolah berkata kepada pemuda itu, “Anda akan mengajar sebuah kelas yang luar biasa. Anak-anaknya cerdas luar biasa dan aktif. Seluruh potensi ada pada mereka. Saya percaya, pasti Anda akan berhasil mengantarkan mereka menjadi siswa-siswa yang sukses. Selamat bekeeja ! “ Kepala sekolah itu menjabat tangan guru yang baru dengan erat, menatap mata dengan sungguh-sungguh dan menambahkan sebuah tepukan di bahu.

Dengan semangat bergelora, guru baru itu pun mulai mengajar. Namun, apa yang dijumpainya? Dia mengajar di sebuah kelas yang penuh berisi anak-anak yang berkategori bandel, banyak provokator dan segala crri lain yang bernuansa negatif.
Beberapa bulan dia mengajar di kelas itu, belum juga berhasil menguasai kelas. Namun, satu hal yang dia pegang erat-erat, pesan kepala sekolah, bahwa dia diberi kelas yang lua biasa dengan anak-anak yang cerdas di dalamnya. Jadi, jika ia belum dapat menguasai kelas, maka mungkin dirinyalah yang belum bisa mengajar. Maka, guru baru itu pun pontang-panting belajar, mencoba banyak cara untuk benar-benar dapat membuat siswa di kelasnya menampilkan kecerdasannya.

Satu semester berlalu, usahanya belum tampak berhasil. Dan dia tetap beusaha menjadi guru yang seprofesional mungkin untuk siswa-siswinya yang di sebut luar biasa cerdas oleh kepala sekolah tersebut. Dan pada akhir tahun pelajaran, usahanya ini sungguh memperoleh hasil yang memuaskan. Siswa mengikuti kegiatan belajar dengan penuh kesadaran dan semangat yang tinggi. Siswa mulai berani menunjukkan potensi kecerdasan dirinya, baik dalam bidang bahasa, matematika, sosial maupun seni.
Pada akhir tahun ajaran itulah kepala sekolah kembali menjabat erat tangan guru barunya, dengan tatapan yang sungguh-sungguh dan sebuah tepukan di bahu. Pada saat itulah kepala sekolah membeberkan sebuah cerita yang mengejutkan. Sebenarnya kelas itu adalah kelas yang paling dihindari oleh semua guru. Guru-guru lama sudah kewalahan menangani mereka dengan se\gala tingkah polah yang serba merusak sementara minatnya terhadap pelajaran sangat kecil.

Bayangkan, bagaimana jika awal kepala sekolah sudah mengatakan bahwa guru baru itu diberi kelas yang penuh dengan trouble maker, bandel, suka mencontek dan lain sebagainya. Pasti, akhir dari cerita di atas akan berbeda. Itulah, kehebatan dampak sebuah prasangka yang mengubah dunia. Oleh karena itu, marilah kita biasakan berprasangka baik dan berpandangan positif dalam setiap denyut kehidupan yang kita jalani.

B. Menjalin Ikatan Emosional

Fakta menunjukkan bahwa siswa akan senang hati mengikuti kegiatan belajar jika gurunya menyenangkan. Pelajaran yang dianggap sebagian orang sulit pun akan menjadi lebih mudah jika siswa memiliki ikatan emosional yang baik dengan gurunya. Bahkan, jika guru itu difavoritkan, siswa dapat mengingat kata demi kata hingga titik koma yang diucapkan gurunya. Luar biasa, bukan!

Akan tetapi, sebaliknya jika guru itu tidak disenangi siswa entah karena guru itu terlalu galak, pilih kasih, pernah menyinggung perasaan siswa, atau sebab lain, maka sepintar apapun guru mengajar, suasana belajar menjadi tidak menyenangkan. Boleh jadi, siswa menjadi antipasti dengan mata pelajarannya. Kalimat-kalimatnya segera mereka lupakan begitu lepas ujian semester.
Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa siswa menjadi menutup diri ketika kita marah-marah padanya? Ketika otak menerima ancaman atau tekanan, kapasitas saraf untuk berpikir rasional jadi mengecil. Kondisi ini dapat menghentikan proses belajar pada saat itu dan setelahnya. Pada saat seperti ini kemampuan belajar siswa benar-benar berkurang.

Pernahkah kita menjumpai seorang guru yang jengkel menghadapi siswanya yang tidak segera paham sehingga guru itu mengulang-ulang penjelasannya., dan lama kelamaan suaranya dihiasi dengan tekanan-tekanan seperti orang marah? Dengan cara itu guru mengharap siswanya segera paham, padahal pada saat yang sama sebenarnya siswa itu sedang menghadapi suasana ancaman sehingga dia merasa tertekan. Dan sesungguhnya dengan cara seperti itu kemampuan siswa untuk belajar semakin berkurang. Bayangkan, guru menginginkan siswanya paham justru ketika dia membuat suasana yang menyabotase kemampuan otak siswanya. Jadi, dapat dipastikan kegagalanlah yang diperolehnya.
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk membangun ikatan emosional siswa adalah :

1. Membuka Kran Komunikasi
Membuka komunikasi dengan niatan yang tulus dan penuh kasih sayang merupakan kunci utama terbukanya pintu-pintu rahasia keharmonisan guru dan siswa. Komunikasi terbuka akan membuat guru dapat berbicara secara jujur dan penuh kasih mengenai penamatannya tanpa membuat siswa bersikap defensif. Hal ini disebabkan guru cukup peduli untuk memberi umpan balik kepada mereka. Jika guru berinteraksi dengan siswa dalam pandangan yang positif dan tercipta hubungan yang positif pula, maka guru dapat berbicara langsung kepada siswa tentang hal yang terpenting dalam hidupnya, siapa diri mereka dan bagaimana mereka menampilkan diri. Mereka menginginkan hal ini dari guru secara jujur dan penuh dukungan. Dalam hubungan yang sehari-hari menghormati dan menghargai orang yang kita cintai.

2. Memperlakukan Siswa Sebagai Manusia Sederajat
Betapa pun usia siswa masih kanak-kanak, perlakukan siswa seperti kita ingin diperlakukan mereka. Jika kita ingin dihormati maka hormati juga mereka. Jika kita ingin dihargai haknya, maka hargai juga hak mereka. Jika kita ingin didengar mereka, maka kita harus mendengar mereka terlebih dahulu.

3. Lembut dan Hangat
Semua bentuk interaksi guru dengan siswa haruslah dilandasi dengan kasih sayang dan kelembutan. Ini memang klasik, tetapi inilah yang terpenting. Sebab Allah swt telah berjanji akan memberikan kepada kelembutan, sesuatu yang tidak diberikan oleh-Nya kepada yang lain.

Jadi, seandainya guru selalu gagal mengatasi kenakalan siswa, padahal telah menggunakan berbagai metode pendekatann, bisa jadi itu disebabkan ia belum optimal dalam bersikap lemah lembut. Agar interaksi dengan siswa selalu harmonis, guru harus mampu memastikan lahirnya dua hal, yaitu guru mencintai siswa dan siswa menangkap cinta gurunya itu.Hati hanya dapat disentuh dengan hati pula. Sesuatu yang keluar dari hati maka akan tembus kehati. Jika kita mencintai siswa dengan tulus, maka siswa pun merasakan cinta gurunya tersebut dan siswa pun akan mencintai kita.
Dari Aisyah ra., ia berkat bahwa Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah itu lembut dan menyukai kelembutan dalam semua urusan.” (H.R. Muslim). Kepada orang yang berperilaku lembut, terutama terhadap mereka yang urusannya berda dalam tanggung jawabnya, Rasulullah bersabda . “Ya Allah, siapapun yang mengatur urusan umatku, lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dirinya. Dan, siapa pun yang mengatur urusan mereka lalu ia bersikap lembut terhadap mereka, mak santunilah mereka . (H.R. Muslim dari Aisyah)

C. Membuat Aturan Main Bersama

Peraturan sungguh perlu, tetapi , tetapi hendaknya dibuat secara bersama-sama sehingga timbul kesadaran dan tanggung jawab untuk melaksanakan peraturan tersebut. Namun, sebelum diterapkan sebuah aturan sebaiknya dibangun dahulu suasana keterbukaan dan kehangatan sehingga masing-masing orang dapat berpendapat dengan bebas. Sedikit meemakan waktu memang, tetapi cukup efektif, terutama dalam pengelolaan kelas.

Pengalaman menunjukkan bahwa menggunakan minggu pertama sekolah untuk menata suasana yang hangat tidak hanya membangun suasana untuk sepanjang tahun, tetapi juga akan menghemat waktu dalam pengelolaan kelas. Tingkat hubungan ini menghasilkan keuntungan tambahan. Jika guru memahami dan bersedia menjalin hubungan saling pengertian dengan siswa, maka guru akan mendapatkan izin untuk menuntut tanggung jawab atas perkataan dan perbuatan mereka. Mereka pasti dengan suka rela melaksanakan aturan tersebut. Hal ini juga membawa konsekuensi logis bahwa meeka pun berhak menuntut hal yang sama dari kita sebagai guru mereka.

D. Membuat Kegembiraan

Jika guru secara sadar dapat menciptakan kegembiraan ke dalam pekerjaannya, maka kegiatan mengajar dan belajar akan lebih menyenangkan. Kegembiraan membuat siswa siap belajar dengan mudah, dan bahkan dapat mengubah sikap negatif menjadi positif, hubungan yang kaku manjadi cair.
Bayangkan jika suasana menegangkan di atas selalu ada dalam proses kegiatan belajar maka sekolah tak ubahnya seperti penjara yang merengut kebebasannya untuk berpikir, berekspresi dan beraktualisasi diri. Oleh karena itu, marilah kita buat suasana belajar dalam keceriaan dan warnai hari-hari kita dengan kegembiraan. Kita masih mempunyai kesempatan untuk memperkenalkan kembali siswa-siswa kita dengan ketaktuban dan kegembiraan belajar.
Dengann suasana belajar yang menyenangkan pastilah akan bermunculan inspirasi-inspirasi baru yang menyegarkan. Inspirasi ini tidak hanya diciptakan oleh guru, tetapi sangat mungkin inspirasi tumbuh dari dalam diri siswa sendiri.

E. Memberi Pujian

Pujian merupakan salah satu bentuk penghargaan yang diberikan kepada seseorang. Hampir semua orang suka dipuji karena dalam pujian terkandung pengakuan seseorang atas keberadaannya.
Dr. Devey berkata bahwa dorongan yang terkuat dalam diri seseorang ialah : “Keinginan untuk dirinya supaya dianggap penting dan dihargai. Dan William Yones berkata : “Naluri yang terpendam dalam diri manusia ialah rasa diri ingin dihargai orang lain. “ Dan hasrat ini tetap menggelora ataupun terpendam didalam diri setiap orang.

Akan tetapi, sungguh sayang masih jarang guru yang memberikan pujian secara tulus. Pada umumnya guru lebih memerhatikan sanksi-sanksi yang layak diberikan kepada siswa daripada memujinya. Kita memberikan pujian hanya diperuntukkan bagi siswa yang berprestasi secara akademik. Memberikan pujian hanya ditujukan untuk membanding-bandingkan antara si pintar dan si bodoh sehingga justru dapat menyakitkan orang lain.

Pujian sebenarnya dapat dilakukan dengan mudah. Caranya pun terbilang gampang. Hanya saja memberikan pujian terasa sulit dilakukan karena pengakuan diri kita terlalu besar sehingga cukup sulit untuk berendah hati mengakui kebesaran orang lain.

F. Berani Mengambil Resiko

Berani mengambil resiko tidak hanya berlaku di dunia usaha. Mentalitas semacam itu perlu pula kita tanamkan dalam proses pengajaran. Dan sebenarnyanya jangan jadikan resiko itu sebagai penghambat kemajuan kita. Justru resiko adalah tantangan yang perlu kita hadapi dan selalu berupaya bagaimana mengatasinya.
Sebagai seorang guru yang inspiratif tentu kita tak boleh puas hanya dengan satu model pembelajaran. Bahkan, seandainya model pembelajaran itu kita anggap sangat memuaskan, kita harus senantiasa mencari dan menerapkan model pembelajaran yang baru.
Tentu saja, cara semacam itu penuh resiko karena tidak semua model pembelajaran yang kita tawarkan dapat memuaskan dan menyenangkan. Namun, dengan keberanian mencoba, kita menjadi tahu kelebihan dan kelemahan metode mengajar kita..

G. Menjadi Teladan

Dalam filsofofi jawa dikatakan bahwa guru merupakan akronim dari kata digugu (diyakini) dan ditiru (dicontoh). Segala perkataan dan tindakan guru akan selalu menjadi pusat perhatian siswa. Dan entah disadari atau tidak semua yang dilakukan guru akan mudah ditiru oleh siswa.
Demikian dahsyatnya pengaruh guru maka kita harus senantiasa menjaga kontempalsi diri atas segala hal yang telah dipebuat. Jangan sampai terjadi perilaku buruk kita menjadi potret yang akan ditiru oleh siswa.

Niat menjadi guru teladan bukanlah sesuatu yang muluk, tetapi memang sebuah kewajiban. Niat tersebut akan menjadi penerang langkah hati kita dan pendorong semangat kita. Yakinkan dalam segala gerak langkah kita bahwa kita akan menjadi teladan bagi siswa dan lingkungan kerja.
Menjadi teladan memang bukan hal mudah karena secara manusiawi kita pasti memiliki kekhilafan. Akan tetapi yang penting kita lakukan adalah kejujuran untuk mengakui kesalahan kita dan berupaya untuk memperbaikinya. Dengan cara semacam ini kita akan tampil secara wajar dan orang lain pun akan melihatya secara utuh.


DAFTAR PUSTAKA
1. Acep Yonni dan Sri Rahayu Yunus, (2011). Begini Cara Menjadi Guru Inspiratif & Disenangi Siswa. Pustaka Widyatama. yogyakarta
2.. Abdullah Munir, (2010). Super Teacher. PT. Bintang Pustaka Abadi. Yogyakarta.
3. Dale Carnegie. (1979). Cara Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang . Percetakan Offset Gunung Jati. Jakarta