A. Pengertian Pendidik
Secara
etimologi, pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan. Pengertian ini
memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam
pendidikan.[1]
Dalam UU
Sisdiknas No.20 tahun 2003, dijelaskan bahwa pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyasuara, tutor, instruktur, fasilisator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Secara
bahasa pendidik adalah orang yang mendidik. Berdasarkan analisa yang di lakukan
oleh Zainal Effendy Hasibuan, dari hadits-hadits Rasulullah SAW, terdapat
sejumlah istilah yang di gunakan untuk menyebut guru, yaitu Murabbi,
Mu’allim, Mudarris, Muzakki,Mursyid dan Mudli.[2]
Guru adalah
orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik.
Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap anak
didik. Guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan
perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik.[3]
Pendidik dalam
Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.
Dalam islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua
(ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu di sebabkan sekurang-kurangnya
ada dua hal yaitu:
1. Kodrat: kedua orang tua di takdirkan menjadi
orang tua anaknya, dan karena itu di takdirkan pula bertanggung jawab mendidik
anaknya.
2. Kepentingan kedua orang tua: orang tua
berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya adalah sukses orang tua.[4]
Dijelaskan
dalam sebuah hadits:
والرجل راع
في اهله وهو مسؤل عن رعيته (رواه متفق عليه )
Yang artinya
“lelaki itu (suami) adalah pemimpin/ pembimbing di dalam keluarganya (isteri
dan anak-anak) dia ditanya/ dimintai pertanggung jawaban tentang
kepemimpinannya.”( H.R. Mutafaq alaih).[5]
B. Tanggung
Jawab Pendidik
Nabi
Bersabda:
عَن إِبنِ
عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ: رَسُولُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ:
كُلُّكُم مَسؤلٌ عَن رَعِيَّتِهِ: فَالإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسؤلً عَن
رَعٍيَّتِهِ, وَالرَّجُلُ رَاعٍ فٍي أَهلِهِ وَهُوَ مَسؤُلَ عَن رَعِيَّتِهِ,
وَالمَرأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيتِ زَوجِهَاوَهِيَ مَسؤُلَةٌ عَن رَعِيَّتِهَا,
وَالخَادِمُ رَاعٍ فٍي مَالَ أبِيهِ وَهُوَ مَسؤُلٌ عَن رَعِيَّتِهِ فَكُلُّكُم
رَاعٍ وَكُلُّكُم مَسؤُلٌ عَن رَعِيَّتِهِ(حديث صحيح رواه الخمسه)
“Setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimipinanya:
maka seorang imam adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas
kepemimpinanya, seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan dia
bertanggung jawab atas kepemimpinanya, perempuan adalah pemimpin di rumah
suaminya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya, pembantu adalah
peminpin / penanggung jawab terhadap harta tuanya dan dia bertanggung jawab atas
kepimimpinanya, seorang anak adalah pemimpin terhadap harta ayahnya dan dia
bertanggung jawab atas kepemimpinanya, maka setiap kamu adalah pemimpin dan
setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinannya”.
Dari hadits
dapat dipahami bahwa tanggung jawab merupakan kewajiban individu sebagai hamba
Allah yang kepadanya dititipkan amanat untuk menjadi pemimpin atau penguasa,
baik pemimpin dirinya sendiri maupun pemimpin terhadap apa dan siapapun yang
menjadi tanggung jawabnya.
Tanggung jawab
merupakan suatu kondisi wajib menanggung sesuatu sebagai akibat dari keputusan
yang diambil atau tindakan yang dilakukan (apabila terjadi sesuatu dapat
dipersalahkan), Tanggung jawab juga dapat diartikan sebagai suatu kesediaan
untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya terhadap tugas yang di amanatkan
kepadanya, dengan kesediaan menerima segala konsekuensinya.
Guru atau
pendidik sebagai orang tua kedua dan sekaligus penaggung jawab pendidikan anak
didiknya setelah kedua orang tua di dalam keluarganya memiliki Tanggung jawab
untuk memberikan pendidikan yang baik kepada peserta didiknya.
Apabila kedua orang tua menjadi penanggung jawab utama pendidikan anak ketika
dia diluar pendidikan formal/sekolah, maka guru atau pendidik merupakan
penaggung jawab utama pendidikan anak melalui proses pendidikan formal anak
yang berlangsung di sekolah, karena tanggung jawab merupakan konsekuensi logis
dari sebuah amanat yang dipikulkan di atas pundak para guru dan pendidikan di
lingkungan sekolahnya.[6]
Jadi, guru
harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam
rangka membina jiwa dan watak anak didiknya.[7]
C. Pahala Mengajar
Diberikan Semenjak Di dalam Kubur
Mengajar dan
mendidik adalah pekerjaan mulia dan oleh karenanya maka pahala kebaikanya akan
diberikan Allah semenjak yang bersangkutan berada di dalam kuburnya (sebelum
datangnya hari kiamat).
Nabi Bersabda:
عَن اَنَسٍ
رَضِلىَ الله عَنهُ قَالَ: قَالَ الَنَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عليه وَسَلَّم: سَبعٌ
يَجرِي لِلعَبدِ أَجرُهُنَّ وَهُوَ فِي قَبرِهِ بَعدَ مَوتِهِ: مَن عَلَّمَ
عِلماَّ أَو أَجرَي نَهرًا أَو حَفَرَ بَئرًا أَو غَرَسَ نَخلاً أَو بَنَي
مَسجِدًا أَو وَرَثَ مُصحَفًا أَو تَرَكَ وَلَدًا يَستَغفِرُلَهُ بَعدَ مَوتِهِ
(رواه البزار)
“Dari Anas r.a berkata: Nabi saw. Bersabda: Ada tujuh
hal yang pahalanyamengalir pada seorang hamba semenjak dia didalam kubur
setelah kematianya, yaitu: Orang yang mengajarkan sesuatu ilmu, atau
mengalirkan sungai (memberikan pengairan), atau menggali sumur, atau menanam
pohon kurma, atau membangun masjid, atau mewariskan mushaf, atau meninggalkan
anak yang memohonkan ampun kepadanya setelah kematianya.”
Hadis di atas
memberikan kita pelajaran bahwa kebaikan yang menyangkut kepentingan orang lain
lebih baik dari pada kebaikan individual, artinya kebaikan yang dilakukan untuk
dirinya sendiri.
Sebab
mengajar, menyalurkan air untuk kepentingan umum, serta mewariskan al-Quran
untuk dibaca dan diamalkan banyak orang, semuanya itu merupakan amal sosial
yang kemaslahatannya dapat dinikmati orang lain.
Ilmu yang
bermanfaat dengan cara diajarkan kepada orang lain juga akanmenjadi jariyah (pahala
yang terus mengalir ) sampai pelakunya meninggal dunia.
Nabi Bersabda:
عَن أَبِي هَرَيرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ:
رَسُولٌ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: إِذَامَاتَ الإِنسَانُ اِنقَطَعَ
عَمَلُهَ إِلاَّ مِن ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَو عِلمٍ يُنتَفَعُ بِهِ أَو
وَلَدٍ صَالِحٍ يَدعُولَهُ (رواه الخمسة)
"Dari Abu Hurairah r.a berkata Rosulullah saw.
Bersabda: Jika seorang manusia mati maka terputusnya amalnya kecuali tiga
perkara yaitu: Sedekah (yang masih mengalirkan manfaat), ilmu yang bermanfaat,
dan anak sholeh yang mendoakan kepadanya".
Karena itu sebagai
orang yang mengemban amanat profesi mulia, seorang guru yang adalah Pemimpin
dan sekaligus pelayan bagi peserta didiknya itu memiliki kewajiban untuk
meminpin dan melayani terhadap peserta didiknya dengan sebaik-baiknya,
karena pada saatnya akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinanya
tersebut.
Jika kedua orang
tua adalah pendidik putra-putrinya dalam segala bidang pendidikan yang bersifat
non formal, maka guru / pendidik merupakan pemimpin bagi peserta didiknya
dalam hal pendidikan formal, yang sebagaimana kedua orang tuanya, dia memiliki
tanggung jawab penuh
dalam pengembangan potensi atau bakat peserta didiknya, karena sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya bahwa semenjak kelahiranya kepada seorang anak
telah diilhamkan dua kecenderungan baik dan buruk atau positif dan negatif,
karena itu menjadi tugas dan kewajiban orang tua/orang dewasa dan pendidik
untuk mengoptimalkan pengembangan potensi baik anak, serta menghambat dan
menekan berkembangya potensi buruk dalam diri peserta didik, agar anak besar
dan berkembang dengan potensi baiknya.
Menurut Hurlock
sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian peserta didik
baik dari segi cara berpikir maupun berprilaku, karena di sekolah itulah anak
mendapatkan banyak bimbingan, pengarahan, Pengetahuan serta berbagai pengalaman
yang cukup memberi pengaruh terhadap kematangan kepribadianya, karena itu
menurutnya sekolah berperan sebagai subtitusi keluarga dan guru subtitusi orang
tua.
D. Etika Seorang Pendidik
Sebagai
subtitusi orang tua, guru berkewajiban membawa peserta didiknya ke arah yang
sesuai dengan tujuan pendidikan, dan sesuai dengan apa yang dia lakukan itulah
nantinya seorang guru akan mendapatkan balasannya, karena pada dasarnya setiap
individu pada telah tergadai dengan apa yang diusahakanya.
Firman Allah:
كُلُّ نَفسٍ
بِماَ كَسَبَت رَهِينَة
Bahwa setiap
jiwa itu telah tergadai (terikat) dengan apa yang dikerjakanya. Karena itu
sudah seharusnya sebagai pemimpin dan sekaligus pelayan, seorang guru bekerja
secara profesional, memberikan pelayanan yang optimal kepada.
Peserta didiknya, dan bekerja dengan penuh kesabaran
dengan membawa peserta didiknya menuju cita-cita pendidikan. Karena Nabi
memerintahkan kepada para pendidik untuk tidak mempersulit dan membuat mereka
riang. Sebagaimana Sabdanya:
عَن إِبنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيهِ
وَسَلَّمَ: علِّمُوا وَيَسِرُوا, وَبَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا َإِذَا غَضِبَ
أَحَدُكُم فَليَسكُ (رواه احمد والبخاري)
“Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Rasulullah saw.
Bersabda: Ajarilah olehmu dan mudakanlah, jangan mempersulit, dan gembirakanlah
jangan membuat mereka lari, dan apabila seorang di antara kamu marah maka
diamlah. (H.R Ahmad dan Bukhori)”
Perintah Nabi
di atas memberikan pelajaran kepada para pendidikan bahwa di dalam melaksanakan tugas
pendidikan para guru/pendidik dituntut untuk menciptakan suasana yang kondusif
dan menyenangkan, berupaya membuat peserta untuk merasa betah dan senang
tinggal di sekolah bersamanya, dan bukan sebaliknya justru memberikan kesan
seram agar para siswa takut dan segan kepadanya, karena sikap demikian justru
akan membuat siswa tidak betah tinggal di sekolah dan sekaligus akan sulit
untuk bisa mencintai para guru beserta semua ilmu ataupun pendidikan yang
diberikan kepada mereka.
Dalam hadits
yang lain tentang bagaimana guru harus bersikap dan memperlakukan
murid-muridnya, Nabi bersabda:
عَن أَبِي
هُرَيرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّي اللهِ عَلَيهِ
وَسَلَّم: عَلِّمُوا وَلاَتُعَنِّفُوا, فَإِنَّ المُعَلِّمَ خَيرٌ مِنَ
المُعَنِّفِ ( رواه البيهقي)
“Jangan engkau berlaku kejam/bengis, karena
sesungguhnya guru itu lebih baik daripada orang yang bengis. (H.R. Baihaqi)”.
Sebagai
pemimpin dan sekaligus pelayan bagi peserta didiknya, guru yang baik akan
berlaku adil dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada peserta
didiknya, karena di samping sikap yang demikian akan mendapatkan perlindungan
dari Allah pada hari di mana tidak ada perlindungan selain dari Allah. Nabi
Bersabda:
عَن أَبِي
هُرَيرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّي اللهِ عَلَيهِ
وَسَلَّمَ: سَبعَةٌ يُظِلُهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَومَ لاَ ظِلَّي إِلاَّ ظِلُّهُ
: إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَفِي عِبَادَةِاللهِ وَرَجَلٌ قَلبُهُ مُعَلَّقٌ
بِالمَسَاجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنهُ حَتَّي يَعُزدَ إِلَيهِ وَرَجُلاَنِ تَحَابَفِي
اللهِ فَاجتَمَعَا عَلَي ذَلِكَ وَافتَرَقَاعَلَيهِ, وَرَجُلٌ ذَكَارَاللهَ
خَالِيًا فَفَاضَت عَينَاهُ وَرَجُلٌ دَعَتهُ امرَأَةً ذَاتَ مَنصَبٍ وَجَمَالَ
فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّالعَلَمِينَ وَرَجُلُ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ
فَأَحفَاهَا حَتَّي تَعلَمَ شِمَالُهُ مَاتُنفِقُ بِيَمِينِهِ (رواه الخمسه)
“Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw
Bersabda: Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan perlindungan Allah
pada hari tidak ada perlindungan selain dari perlindungan-Nya, mereka itu adalah:Pemimpin
yang adil. Pemuda yang giat beribadah kepada Allah, orang yang jika keluar dari
masjid hatinya masih tergantung padanya sampai dia kembali lagi ke masjid, dua
orang yang saling mengasihi karena Allah, sehinnga keduanya berkumpul karena Allah
dan berpisah juga karena Allah, seorang yang mengingat Allah dalam
kesunyian sampai berlinang air mata, orang yang diajak berbuat dosa oleh
perempuan bangsawan cantik maka dia mengatakan: sesungguhnya aku takut kepada
Allah semesta alam, dan orang yang bersedekah dengan suatu pemberian, maka dia
menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
disedekahkan oleh tangan kananya”.
Tujuh orang
sebagaimana tersebut di atas termasuk di dalamnya adalah imam yang dapat
dikonotasikan dengan pendidik, karena pendidik adalah orang yang bertanggung
jawab terhadap jalanya proses pendidikan dan oleh karenanya pertanggungjawaban
itu nantinya akan dipertanyakan di hadapan pengadilan Allah pada hari
perhitungan. Oleh karena itu seorang pendidik yang bersikap adil dan bijaksana
di dalam mengasuh, membimbing dan mengelola peserta didiknya sebaigaimana
diungkapakan nabi tentang seorang pemimpin yang adil, tentu bagi mereka layak
untuk mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan perlindungan dari Allah pada hari
kiamat di mana tidak ada perlindungan selain dari perlindungan-Nya, maka
seorang pemimpin sebagaimana pula pendidik dituntut untuk berlaku adil terhadap
siapapun yang berada dalam wilayah kepemimpinannya.[8]
E. PROBLEM
Masalah dalam
dunia pendidikan sangatlah kompleks, apalagi dengan kemajuan iptek yang ada hal
ini berdampak pada makin besarnya tanggung jawab yang harus di emban oleh para
guru, selain berperan sebagai orang tua kedua juga berperan penting
dalam hal pembentukan karakter dari anak didiknya agar bisa menjadi generasi
penerus bangsa yang sekiranya bisa menjadi kebanggaan bagi bangsa maupun
negara, hal ini tak telepas dari peranan guru sebagai pendidik yang wajib
membimbing dan mengarahkan agar anak didiknya bisa menjadi seorang yang mampu
berkompetisi di bidang internasional. Namun pada faktanya masalah pendidikan di
Indonesia sangatlah komplek dimana minimnya sarana pendidikan dan
masih jarangnya guru yang bisa memperlihatkan profesionalitasnya sebagai seseorang
yang mampu bertanggung jawab kepada anak didiknya. Hal ini bisa di lihat dengan
banyaknya guru yang lepas tanggung jawab, mereka kadang izin dengan alasan yang
tidak jelas dan hal tersebut menurut saja merupakan hal yang tidak sepatutnya
di lakukan. Apalagi sekarang dengan banyaknya sarjana yang menganggur namun
banyak pula yang sudah menjadi guru namun tidak dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik, seolah ia hanya memakan gaji buta. Gaji yang didapatkan tak
seimbang dengan kerja yang dilakukan. Apalagi sekarang ini banyak guru yang
punya kompetensi di bawa standart dalam artian mereka lulusan sarjana namun
tidak mempunyai profesionalitas dalam hal pembelajaran khususnya dalam hal
mendidik.
Problem
Solving:
Hal yang harus
dilakukan adalah dengan adanya pembinaan kepada para calon guru agar mereka
tahu bagaimana seharusnya bersikap layaknya seorang pendidik yang bisa menjadi
contoh maupun panutan bagi para peserta didiknya, mengenai kompetensi guru
seharusnya harus ada seleksi yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan guru tersebut, dan mengenai guru yang sering membolos ataupun izin
dengan alasan yang tidak jelas haruslah di tindak lanjuti agar hal tersebut
tidak dilakukan kembali dan haruis di tindak tegas.
PENUTUP
Pendidik adalah
orang yang melakukan bimbingan, hal ini berarti pendidik dapat diartikan
sebagai orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan. Pendidik tidak hanya
terpaku pada guru yang kita kenal selama ini, namun orang tua juga dikatakan
sebagai pendidik yang bertanggung jawab dalam mendidik serta membimbing anaknya
agar bisa menjadi manusia yang berguna bagi orang yang ada disekitarnya.
Tanggung jawab
seorang pendidik yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak
didiknya baik potensi psikomotor, kognitif maupun afektif.
kedua orang tua menjadi Penanggung jawab utama pendidikan anak ketika dia di
luar pendidikan formal/sekolah, maka guru atau pendidik merupakan penaggung
jawab utama pendidikan anak melalui proses pendidikan formal anak yang berlangsung
di sekolah, karena tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari sebuah
amanat yang dipikulkan di atas pundak para guru dan pendidikan di lingkungan
sekolahnya.
Hal ini bisa di
buktikan dengan adanya hadist-hadist yang muncul mengenai tanggung jawab
seorang pendidik yang sudah dipaparkan dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru Dan Anak
Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Juwariyah. 2012. Hadis Tarbawi.
Yogyakarta: Teras.
Nizar, Samsul. 2011. Hadis Tarbawi Membangun
Kerangka Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah. Jakarta: Kalam Mulia.
Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama
Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam.
Jakarta: Prenada Media.
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan Dalam
Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[1] Ramayulis, Metodologi
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hlm. 49.
[2] Samsul
Nizar, Hadis Tarbawi Membangun Kerangka Pendidikan Ideal Perspektif
Rasulullah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm.105
[3] Syaiful
Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta), hlm.34-36.
[4]Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1994), hlm. 74.
[5] Abu
Tauhied, Seratus Hadits, (Purworejo: Imam Puro, 1978), hlm.5.
[6] Juwariyah, Hadis
Tarbawi, ( Yogyakarta: Teras, 2012), hlm.99
[7] Syaiful
Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Group, 2000), hlm. 34.
[8] Juwariyah, Hadis
Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm.100-104
Tidak ada komentar:
Posting Komentar