Kamis, 22 Oktober 2015

ETIKA PENDIDIK ATAU GURU

    A. Pengertian Pendidik

Secara etimologi, pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan. Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan.[1]
Dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003, dijelaskan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyasuara, tutor, instruktur, fasilisator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Secara bahasa pendidik adalah orang yang mendidik. Berdasarkan analisa yang di lakukan oleh Zainal Effendy Hasibuan, dari hadits-hadits Rasulullah SAW, terdapat sejumlah istilah yang di gunakan untuk menyebut guru, yaitu Murabbi, Mu’allim, Mudarris, Muzakki,Mursyid dan Mudli.[2]
Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak  didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap anak didik. Guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik.[3]
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu di sebabkan sekurang-kurangnya ada dua hal yaitu:
1. Kodrat: kedua orang tua di takdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu di takdirkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya.
2. Kepentingan kedua orang tua: orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya adalah sukses orang tua.[4]
Dijelaskan dalam sebuah hadits:
والرجل  راع في اهله وهو مسؤل عن رعيته  (رواه متفق عليه )
Yang artinya “lelaki itu (suami) adalah pemimpin/ pembimbing di dalam keluarganya (isteri dan anak-anak) dia ditanya/ dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya.”( H.R. Mutafaq alaih).[5]

B.  Tanggung Jawab Pendidik
       Nabi Bersabda:

عَن إِبنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ: رَسُولُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: كُلُّكُم مَسؤلٌ عَن رَعِيَّتِهِ: فَالإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسؤلً عَن رَعٍيَّتِهِ, وَالرَّجُلُ رَاعٍ فٍي أَهلِهِ وَهُوَ مَسؤُلَ عَن رَعِيَّتِهِ, وَالمَرأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيتِ زَوجِهَاوَهِيَ مَسؤُلَةٌ عَن رَعِيَّتِهَا, وَالخَادِمُ رَاعٍ فٍي مَالَ أبِيهِ وَهُوَ مَسؤُلٌ عَن رَعِيَّتِهِ فَكُلُّكُم رَاعٍ وَكُلُّكُم مَسؤُلٌ عَن رَعِيَّتِهِ(حديث صحيح رواه الخمسه)


“Setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimipinanya: maka seorang imam adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinanya, seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinanya, perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya, pembantu adalah peminpin / penanggung jawab terhadap harta tuanya dan dia bertanggung jawab atas kepimimpinanya, seorang anak adalah pemimpin terhadap harta ayahnya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinanya, maka setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinannya”.
Dari hadits dapat dipahami bahwa tanggung jawab merupakan kewajiban individu sebagai hamba Allah yang kepadanya dititipkan amanat untuk menjadi pemimpin atau penguasa, baik pemimpin dirinya sendiri maupun pemimpin terhadap apa dan siapapun yang menjadi tanggung jawabnya.
Tanggung jawab merupakan suatu kondisi wajib menanggung sesuatu sebagai akibat dari keputusan yang diambil atau tindakan yang dilakukan (apabila terjadi sesuatu dapat dipersalahkan), Tanggung jawab juga dapat diartikan sebagai suatu kesediaan untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya terhadap tugas yang di amanatkan kepadanya, dengan kesediaan menerima segala konsekuensinya.
Guru atau pendidik sebagai orang tua kedua dan sekaligus penaggung jawab pendidikan anak didiknya setelah kedua orang tua di dalam keluarganya memiliki Tanggung jawab untuk memberikan pendidikan yang baik kepada peserta  didiknya. Apabila kedua orang tua menjadi penanggung jawab utama pendidikan anak ketika dia diluar pendidikan formal/sekolah, maka guru atau pendidik merupakan penaggung jawab utama pendidikan anak melalui proses pendidikan formal anak yang berlangsung di sekolah, karena tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari sebuah amanat yang dipikulkan di atas pundak para guru dan pendidikan di lingkungan sekolahnya.[6]
Jadi, guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didiknya.[7]

      C.     Pahala Mengajar Diberikan Semenjak Di dalam Kubur

Mengajar dan mendidik adalah pekerjaan mulia dan oleh karenanya maka pahala kebaikanya akan diberikan Allah semenjak yang bersangkutan berada di dalam kuburnya (sebelum datangnya hari kiamat).
Nabi Bersabda:
عَن اَنَسٍ رَضِلىَ الله عَنهُ قَالَ: قَالَ الَنَّبِيُّ صَلَّي اللهُ عليه وَسَلَّم: سَبعٌ يَجرِي لِلعَبدِ أَجرُهُنَّ وَهُوَ فِي قَبرِهِ بَعدَ مَوتِهِ: مَن عَلَّمَ عِلماَّ أَو أَجرَي نَهرًا أَو حَفَرَ بَئرًا أَو غَرَسَ نَخلاً أَو بَنَي مَسجِدًا أَو وَرَثَ مُصحَفًا أَو تَرَكَ وَلَدًا يَستَغفِرُلَهُ بَعدَ مَوتِهِ (رواه البزار)
“Dari Anas r.a berkata: Nabi saw. Bersabda: Ada tujuh hal yang pahalanyamengalir pada seorang hamba semenjak dia didalam kubur setelah kematianya, yaitu: Orang yang mengajarkan sesuatu ilmu, atau mengalirkan sungai (memberikan pengairan), atau menggali sumur, atau menanam pohon kurma, atau membangun masjid, atau mewariskan mushaf, atau meninggalkan anak yang memohonkan ampun kepadanya setelah kematianya.”
Hadis di atas memberikan kita pelajaran bahwa kebaikan yang menyangkut kepentingan orang lain lebih baik dari pada kebaikan individual, artinya kebaikan yang dilakukan untuk dirinya sendiri.

 Sebab mengajar, menyalurkan air untuk kepentingan umum, serta mewariskan al-Quran untuk dibaca dan diamalkan banyak orang, semuanya itu merupakan amal sosial yang kemaslahatannya dapat dinikmati orang lain.
Ilmu yang bermanfaat dengan cara diajarkan kepada orang lain juga akanmenjadi jariyah (pahala yang terus mengalir ) sampai pelakunya meninggal dunia.
Nabi Bersabda:
عَن أَبِي هَرَيرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ: رَسُولٌ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: إِذَامَاتَ الإِنسَانُ اِنقَطَعَ عَمَلُهَ إِلاَّ مِن ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَو عِلمٍ يُنتَفَعُ بِهِ أَو وَلَدٍ صَالِحٍ يَدعُولَهُ (رواه الخمسة)
"Dari Abu Hurairah r.a berkata Rosulullah saw. Bersabda: Jika seorang manusia mati maka terputusnya amalnya kecuali tiga perkara yaitu: Sedekah (yang masih mengalirkan manfaat), ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kepadanya".
Karena itu sebagai orang yang mengemban amanat profesi mulia, seorang guru yang adalah Pemimpin dan sekaligus pelayan bagi peserta didiknya itu memiliki kewajiban untuk meminpin dan melayani terhadap peserta didiknya dengan sebaik-baiknya, karena pada saatnya akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinanya tersebut.
Jika kedua orang tua adalah pendidik putra-putrinya dalam segala bidang pendidikan yang bersifat non formal, maka guru / pendidik merupakan pemimpin bagi peserta didiknya dalam hal pendidikan formal, yang sebagaimana kedua orang tuanya, dia memiliki tanggung jawab penuh dalam pengembangan potensi atau bakat peserta didiknya, karena sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa semenjak kelahiranya kepada seorang anak telah diilhamkan dua kecenderungan baik dan buruk atau positif dan negatif, karena itu menjadi tugas dan kewajiban orang tua/orang dewasa dan pendidik untuk mengoptimalkan pengembangan potensi baik anak, serta menghambat dan menekan berkembangya potensi buruk dalam diri peserta didik, agar anak besar dan berkembang dengan potensi baiknya.
Menurut Hurlock sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian peserta didik baik dari segi cara berpikir maupun berprilaku, karena di sekolah itulah anak mendapatkan banyak bimbingan, pengarahan, Pengetahuan serta berbagai pengalaman yang cukup memberi pengaruh terhadap kematangan kepribadianya, karena itu menurutnya sekolah berperan sebagai subtitusi keluarga dan guru subtitusi orang tua. 

D.    Etika Seorang Pendidik

Sebagai subtitusi orang tua, guru berkewajiban membawa peserta didiknya ke arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan, dan sesuai dengan apa yang dia lakukan itulah nantinya seorang guru akan mendapatkan balasannya, karena pada dasarnya setiap individu pada telah tergadai dengan apa yang diusahakanya.
Firman Allah:
كُلُّ نَفسٍ بِماَ كَسَبَت رَهِينَة
Bahwa setiap jiwa itu telah tergadai (terikat) dengan apa yang dikerjakanya. Karena itu sudah seharusnya sebagai pemimpin dan sekaligus pelayan, seorang guru bekerja secara profesional, memberikan pelayanan yang optimal kepada.
Peserta didiknya, dan bekerja dengan penuh kesabaran dengan membawa peserta didiknya menuju cita-cita pendidikan. Karena Nabi memerintahkan kepada para pendidik untuk tidak mempersulit dan membuat mereka riang. Sebagaimana Sabdanya:
عَن إِبنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: علِّمُوا وَيَسِرُوا, وَبَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا َإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُم فَليَسكُ (رواه احمد والبخاري)
 “Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Rasulullah saw. Bersabda: Ajarilah olehmu dan mudakanlah, jangan mempersulit, dan gembirakanlah jangan membuat mereka lari, dan apabila seorang di antara kamu marah maka diamlah. (H.R Ahmad dan Bukhori)”
Perintah Nabi di atas memberikan pelajaran kepada para pendidikan bahwa di dalam melaksanakan tugas pendidikan para guru/pendidik dituntut untuk menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan, berupaya membuat peserta untuk merasa betah dan senang tinggal di sekolah bersamanya, dan bukan sebaliknya justru memberikan kesan seram agar para siswa takut dan segan kepadanya, karena sikap demikian justru akan membuat siswa tidak betah tinggal di sekolah dan sekaligus akan sulit untuk bisa mencintai para guru beserta semua ilmu ataupun pendidikan yang diberikan kepada mereka.
Dalam hadits yang lain tentang bagaimana guru harus bersikap dan memperlakukan murid-muridnya, Nabi bersabda:
عَن أَبِي هُرَيرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّي اللهِ عَلَيهِ وَسَلَّم: عَلِّمُوا وَلاَتُعَنِّفُوا, فَإِنَّ المُعَلِّمَ خَيرٌ مِنَ المُعَنِّفِ ( رواه البيهقي)

“Jangan engkau berlaku kejam/bengis, karena sesungguhnya guru itu lebih baik daripada orang yang bengis. (H.R. Baihaqi)”.
Sebagai pemimpin dan sekaligus pelayan bagi peserta didiknya, guru yang baik akan berlaku adil dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada peserta didiknya, karena di samping sikap yang demikian akan mendapatkan perlindungan dari Allah pada hari di mana tidak ada perlindungan selain dari Allah. Nabi Bersabda:
عَن أَبِي هُرَيرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّي اللهِ عَلَيهِ وَسَلَّمَ: سَبعَةٌ يُظِلُهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَومَ لاَ ظِلَّي إِلاَّ ظِلُّهُ : إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَفِي عِبَادَةِاللهِ وَرَجَلٌ قَلبُهُ مُعَلَّقٌ بِالمَسَاجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنهُ حَتَّي يَعُزدَ إِلَيهِ وَرَجُلاَنِ تَحَابَفِي اللهِ فَاجتَمَعَا عَلَي ذَلِكَ وَافتَرَقَاعَلَيهِ, وَرَجُلٌ ذَكَارَاللهَ خَالِيًا فَفَاضَت عَينَاهُ وَرَجُلٌ دَعَتهُ امرَأَةً ذَاتَ مَنصَبٍ وَجَمَالَ فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّالعَلَمِينَ وَرَجُلُ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَحفَاهَا حَتَّي تَعلَمَ شِمَالُهُ مَاتُنفِقُ بِيَمِينِهِ (رواه الخمسه)
“Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw Bersabda: Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan perlindungan Allah pada hari tidak ada perlindungan selain dari perlindungan-Nya, mereka itu adalah:Pemimpin yang adil. Pemuda yang giat beribadah kepada Allah, orang yang jika keluar dari masjid hatinya masih tergantung padanya sampai dia kembali lagi ke masjid, dua orang yang saling mengasihi karena Allah, sehinnga keduanya berkumpul karena Allah dan berpisah juga karena Allah, seorang yang mengingat Allah dalam kesunyian sampai berlinang air mata, orang yang diajak berbuat dosa oleh perempuan bangsawan cantik maka dia mengatakan: sesungguhnya aku takut kepada Allah semesta alam, dan orang yang bersedekah dengan suatu pemberian, maka dia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kananya”.
Tujuh orang sebagaimana tersebut di atas termasuk di dalamnya adalah imam yang dapat dikonotasikan dengan pendidik, karena pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap jalanya proses pendidikan dan oleh karenanya pertanggungjawaban itu nantinya akan dipertanyakan di hadapan pengadilan Allah pada hari perhitungan. Oleh karena itu seorang pendidik yang bersikap adil dan bijaksana di dalam mengasuh, membimbing dan mengelola peserta didiknya sebaigaimana diungkapakan nabi tentang seorang pemimpin yang adil, tentu bagi mereka layak untuk mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan perlindungan dari Allah pada hari kiamat di mana tidak ada perlindungan selain dari perlindungan-Nya, maka seorang pemimpin sebagaimana pula pendidik dituntut untuk berlaku adil terhadap siapapun yang berada dalam wilayah kepemimpinannya.[8]

E.     PROBLEM

Masalah dalam dunia pendidikan sangatlah kompleks, apalagi dengan kemajuan iptek yang ada hal ini berdampak pada makin besarnya tanggung jawab yang harus di emban oleh para guru, selain berperan sebagai orang tua kedua  juga berperan penting dalam hal pembentukan karakter dari anak didiknya agar bisa menjadi generasi penerus bangsa yang sekiranya bisa menjadi kebanggaan bagi bangsa maupun negara, hal ini tak telepas dari peranan guru sebagai pendidik yang wajib membimbing dan mengarahkan agar anak didiknya bisa menjadi seorang yang mampu berkompetisi di bidang internasional. Namun pada faktanya masalah pendidikan di Indonesia  sangatlah komplek dimana minimnya sarana pendidikan dan masih jarangnya guru yang bisa memperlihatkan profesionalitasnya sebagai seseorang yang mampu bertanggung jawab kepada anak didiknya. Hal ini bisa di lihat dengan banyaknya guru yang lepas tanggung jawab, mereka kadang izin dengan alasan yang tidak jelas dan hal tersebut menurut saja merupakan hal yang tidak sepatutnya di lakukan. Apalagi sekarang dengan banyaknya sarjana yang menganggur namun banyak pula yang sudah menjadi guru namun tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seolah ia hanya memakan gaji buta. Gaji yang didapatkan tak seimbang dengan kerja yang dilakukan. Apalagi sekarang ini banyak guru yang punya kompetensi di bawa standart dalam artian mereka lulusan sarjana namun tidak mempunyai profesionalitas dalam hal pembelajaran khususnya dalam hal mendidik.

Problem Solving:

Hal yang harus dilakukan adalah dengan adanya pembinaan kepada para calon guru agar mereka tahu bagaimana seharusnya bersikap layaknya seorang pendidik yang bisa menjadi contoh maupun panutan bagi para peserta didiknya, mengenai kompetensi guru seharusnya harus ada seleksi yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan guru tersebut, dan mengenai guru yang sering membolos ataupun izin dengan alasan yang tidak jelas haruslah di tindak lanjuti agar hal tersebut tidak dilakukan kembali dan haruis di tindak tegas.

PENUTUP
Pendidik adalah orang yang melakukan bimbingan, hal ini berarti pendidik dapat diartikan sebagai orang yang melakukan kegiatan dalam pendidikan. Pendidik tidak hanya terpaku pada guru yang kita kenal selama ini, namun orang tua juga dikatakan sebagai pendidik yang bertanggung jawab dalam mendidik serta membimbing anaknya agar bisa menjadi manusia yang berguna bagi orang yang ada disekitarnya.
Tanggung jawab seorang pendidik yaitu mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didiknya  baik potensi psikomotor, kognitif maupun  afektif. kedua orang tua menjadi Penanggung jawab utama pendidikan anak ketika dia di luar pendidikan formal/sekolah, maka guru atau pendidik merupakan penaggung jawab utama pendidikan anak melalui proses pendidikan formal anak yang berlangsung di sekolah, karena tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari sebuah amanat yang dipikulkan di atas pundak para guru dan pendidikan di lingkungan sekolahnya.
Hal ini bisa di buktikan dengan adanya hadist-hadist yang muncul mengenai tanggung jawab seorang pendidik yang sudah dipaparkan dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru Dan Anak Didik  Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Juwariyah. 2012. Hadis Tarbawi. Yogyakarta: Teras.
Nizar, Samsul. 2011. Hadis Tarbawi Membangun Kerangka Pendidikan Ideal Perspektif Rasulullah. Jakarta: Kalam Mulia.
Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suwito. 2005. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Prenada Media.
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


[1] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,                      2004), hlm. 49.
[2] Samsul Nizar, Hadis Tarbawi Membangun Kerangka Pendidikan Ideal                            Perspektif Rasulullah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm.105
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,                       (Jakarta: PT Rineka Cipta), hlm.34-36.
[4]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT                           Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 74.
[5] Abu Tauhied, Seratus Hadits, (Purworejo: Imam Puro, 1978), hlm.5.
            [6] Juwariyah, Hadis Tarbawi, ( Yogyakarta: Teras, 2012), hlm.99
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,                       (Jakarta: PT. Rineka Group, 2000), hlm. 34.
           [8] Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm.100-104


Tidak ada komentar:

Posting Komentar