Hadits tentang Pendidikan Keluarga
Pendidikan keluarga mencakup seluruh aspek dan
melibatkan semua anggota keluarga, mulai dari bapak, ibu dan anak-anak. Namun
yang lebih penting adalah pendidikan itu wajib diberikan orang tua (orang
dewasa) kepada anak-anaknya. Anak bukanlah sekedar yang terlahir dari tulang
sulbi, atau anak cucu keturunan kita saja, namun termasuk juga anak seluruh
orang muslim dimana pun mereka berada atau berasal dari kebangsaan mana pun.
Kesemuanya adalah termasuk generasi umat yang menjadi tempat bertumpu harapan
kita, untuk dapat mengembalikan kesatuan umat seutuhnya.Hadits-hadits
pendidikan di bawah ini adalah sebagian dari nasehat bapak pendidikan umat Islam
Nabi Muhammad SAW, di antaranya:
1. Hadits
tentang berbakti kepada ibu-bapak
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اَللهُ
عَنْهُ قَالَ: اَقْبَلَ رَجُلٌ اِلَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ فَقَالَ: اُبَايِعُكَ عَلَى الهِجْرَةِ وَالْجِهَادِ اَبْتَغِى الآجْرَ
مِنَ اللهِ قَالَ: هَلْ مِنْ وَالِدَيْكَ اَحَدٌ حَيٌّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ:
فَارْجِعْ اِلَى وَالِدَيْكَ فاَحْسِنْ صُحْبَتَهُماَ (رواه مسلم)
Artinya: “Dari Abu
Hurairota r.a. berkata: Ada seorang laki-laki menghadap kepada Rasulullah SAW
lalu ia berkata : Saya berjanji kepada engkau, wahai Rasulullah untuk berhijrah
dan berjuang agar mendapatkan pahala dari Allah. Beliau bersabda: Apakah salah
seorang dari kedua orang tuamu masih hidup? Laki-laki itu menjawab: Ya, masih.
Beliau bersabda pula: Pulanglah kamu kepada kedua orang tuamu dan dampingilah
keduanya dengan baik." (H.R. Muslim
2.Hadits
tentang tanggung jawab kepala rumah tangga
عَنِ عَائِشَةٍ رَضِيَ الله ُعَنْهَا
قَالَتْ: دَخَلَتْ هِنْدٌ بِنْتُ عُتْبَةِ اِمْرَأَةُ أَبِى سُفْيَانَ عَلَى
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ فَقَالَتْ : يَا رَسُوْلَ
اللهِ اَنْ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيْحٌ لَا يُعْطِيْنِيْ مِنَ
النَفَقَةِ مَا يَكْفِيْنِى وَيَكْفِى اِبْنِى اِلَّا مَاأَخَذَتْ مِنْ مَالِهِ
بِغَيْرِ عَلَّمَهُ, فَهَلْ عَلىَّ فِى ذَلِكَ مِنْ جُنَاحِ؟ فَقَالَ: خُذِى مِنْ
مَالِهِ بِالمْعَرْوُفْيِ مَا يَكْفِيْكَ وَمَا يَكْفِي بَنِيْكَ. (متفق عليه)
Artinya: “Aisyah RA menceritakan, bahwa pada suatu kali
datanglah Hindun binti ‘Utbah, yaitu isteri Abu Sufyan menemui Rasulullah SAW
seraya berkata, “Hai Rasulullah! Abu Sufyan itu ialah laki-laki yang kikir,
sehingga tidak diberinya saya nafkah yang memadai untukku, kecuali hanya dengan
mengambil hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah saya berdosa dengan begitu?”
Jawab Beliau, “Ambillah sebagian hartanya itu dengan niat baik secukupnya yaitu
untukmu dan anak-anakmu.” (Mutafaq ‘Alaih)
3.Hadits
tentang tugas-tugas istri atau ibu
وَاْلاِمْرَأَةُ فِى اْليَيْتِ
زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ, وَهِىَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Dan seorang istri adalah penanggung jawab (pemimpin)
di dalam rumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya atas tugas
dan kewajiban itu.”(HR.
Bukhori dan Muslim)
4.Hadits
tentang pendidikan terhadap anak
حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ هِشَامٍ يَعْنِي الْيَشْكُرِيَّ حَدَّثَنَا
إِسْمَعِيلُ عَنْ سَوَّارٍ أَبِي حَمْزَةَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهُوَ سَوَّارُ
بْنُ دَاوُدَ أَبُو حَمْزَةَ الْمُزَنِيُّ الصَّيْرَفِيُّ عَنْ عَمْرِو بْنِ
شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ,قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ
بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ
أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: “Berkata Mu’ammal ibn Hisyam Ya’ni al Asykuri, berkata
Ismail dari Abi Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud Abu
Hamzah Al Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya
berkata, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika
berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan sholat
ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki dan
perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud)
B.Konsep
Pendidikan Kontemporer Berdasarkan Hadits - Hadits tentang Pendidikan Keluarga
Sesuai dengan penjelasan hadits-hadits di atas, maka
dapat kita ambil beberapa konsep pendidikan kontemporer yang sesuai dengan
hadits-hadits tentang pendidikan keluarga. Di antaranya seperti penjelasan di
bawah ini:
1.Pendidikan tentang berbakti kepada orang tua
Menghormati dan bersikap santun kepada orang tua,
diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasa hormat dan santun tidak boleh
berkurang kendatipun berbeda agama dengan orang tua itu (ibu-bapak). Agama
Islam membedakan antara pergaulan dan akidah. Pergaulan berhubungan dengan
sesama manusia, termasuk ibu bapak. Sedangkan akidah (iman) berhubungan dengan
Allah SWT.
Cara berbakti kepada kedua orang tua ibu-bapak di
antaranya:
a.Bersikap sopan santun, berkata lemah lembut yang menyejukkan hati
keduanya.
b.Perlihatkan muka yang jernih bila berhadapan dengan
keduanya.
c.Berilah keperluan hidupnya yang layak.
d.Tempatkan keduanya pada tempat (rumah) yang layak.
Perhatian, sikap lemah lembut dan sopan santun lebih
diutamakan. Sebab, materi, bukan segala-galanya. Walaupun kedua orang tua kaya
raya, tetapi pemberian anaknya sangat tinggi nilainya dimata ibu-bapaknya.
Orang tua tidak melihat harga barang yang diterimanya dan tidak pula melihat besar kecilnya. Keiklasan anaknya yang
paling utama.
Perlu diketahui bahwa berbakti kepada ibu adalah lebih
berlipat pahalanya dari kebaktian terhadap ayah. Begitulah maksud dari sebuah
riwayat hadits. Hal ini disebabkan karena sang ibu telah mangalami kesusahan
dan kepayahan mengandung yang diikuti dengan sakitnya melahirkan anak, menyusui
dan mengasuhnya hingga menjadi besar, dan seterusnya senantiasa memberikan
penuh perhatian, belas kasih dan kasih sayang.
Sebagaimana seseorang itu wajib berbakti kepada kedua
orang tua semasa mereka masih hidup, maka wajib pula berbakti kepada keduanya
sesudah mereka mininggal dunia. Mendoakan orang yang sudah mati, dengan
istighfar dan memohon ampunan bagi mereka, bersedekah bagi pihak mereka adalah
terkandung faedah dan manfaat yang besar bagi orang-orang yang sudah mati.
Maka, hendaknya setiap orang tidak melalaikan perkara-perkara itu khususnya
bagi kedua ibu-bapaknya, kemudian kepada keluarga dan orang-orang yang telah
berbaik budi terhadap kita, dan sesudah itu kepada kaum muslimin sekalian.
2.Pendidikan tentang tanggung jawab kepala rumah
tangga
Seorang ayah mempunyai tugas dan kewajiban terhadap
anaknya yaitu, mengurus segala hajat dan keperluan mereka manakala membutuhkan.
Seperti dalam hadits Nabi SAW:
عَنْ أَبِى مَسْعُوْدٍ البَدْرِيِّ
رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِي صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِذَا
اَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى اَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ (رواه متفق
عليه)
Artinya: “Dari Abu Mas’ud Badri r.a. dari Nabi SAW bersabda:
apabila seorang lelaki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan rela maka
yang demikian itu suatu sedekah baginya.” (HR. Mutafaq ‘Alaih)
Lebih dari itu, seorang ayah harus mendidik
anak-anaknya, mengurus segala keperluan hidupnya, membimbingnya kepada akhlak
yang terpuji, kelakuan yang baik dan perangai yang mulia, di samping memelihara
dan menjauhkan mereka dari perkara-perkara yang sebaliknya. Juga , memuliakan
semua perintah dan larangan agama, menyampingkan urusan keduniaan, melebihkan
dan mengutamakan urusan akhirat.
Tugasnya yang lain ialah, memberi nama yang baik
kepada anaknya, memilihkan istri dari keturunan orang-orang yang berbudi
pekerti yang baik dan sholih, agar menjadi ibu yang diberkati oleh anaknya
kelak. Hendaklah seorang ayah berlaku adil dalam pemberiannya kepada
anak-anaknya. Tidak boleh melebihkan seorang atas lainnya, karena membedakan
kasih sayang dan mengikuti kehendak hawa nafsunya sendiri.
Orang yang mengabaikan pendidikan anak-anaknya
sebagaimana tersebut di atas, tidak memperhatikan pengajaran atas mereka, malah
membuka pintu hatinya agar senantiasa cinta dunia dan tunduk di bawah
kekuasaannya, sehingga anak-anak itu mendurhakai mereka dan tidak mengikuti
petunjuk ajarannya, maka janganlah ia menyalahkan orang lain selain diri
sendiri. Kerugian itu selalu menimpa orang yang alpa dan lalai. Di zaman ini,
terlalu banyak anak-anak yang durhaka dan tidak mau mendengar perkataan
ibu-bapaknya tersebar dimana-mana. Apabila kita teliti, penyebabnya tidak lain
karena kelalaian ibu-bapaknya yang telah menyia-nyiakan pemeliharaan anak-anak
itu sejak kecil.
3.Pendidikan tentang tugas-tugas istri atau ibu
Tugas-tugas istri ialah fardhu’ain. Para ulama dalam
hal ini sepakat, Syaikh Al Ghazali ulama Mesir kontemporer yang sering membela
hak-hak perempuan menyatakan: ”Betapapun juga, prinsip dasar yang harus kita
ikuti atau kita upayakan agar selalu dekat padanya ialah “rumah”. Saya
benar-benar merasa gelisah pada kebiasaan para ibu rumah tangga yang
meninggalkan (membiarkan) anak-anaknya tinggal dan diasuh oleh para pembantu
atau diserahkan pada tempat penitipan anak. Nafas seorang ibu memiliki pengaruh
yang luar biasa dalam menumbuhkan dan memelihara perilaku kebajikan dalam diri
anak-anaknya.
Tugas seorang ibu yang paling utama adalah melahirkan,
menyusui hingga membesarkan anak. Setelah melahirkan peran ibu sangat
dibutuhkan oleh bayi yaitu pemberian ASI yang cukup. Mulai dari mengandung
hingga proses menyusui, pendidikan sudah mulai diajarkan. Berdasarkan pandangan
yang diteliti, bahwa bayi yang baru lahir khususnya pada hari-hari dan
bulan-bulan pertama, akan ditemukan sosok tubuh yang tulangnya masih lemah dan
urat-uratnya masih lemas. Dia ibarat adonan roti yang terhidang di hadapan
kita, siap dipolakan sesuai dengan keinginan kita. Setiap aspek kesehatan yang
berkaitan dengan pertumbuhannya secara wajar, wajib diikuti dan harus
diperhatikan, khususnya mengenai kebersihan dan kesucian, waktu musim,
pergantian udara dan lain sebagainya.
Bayi bukanlah hanya sekedar badan, akan tetapi bayi
itu tersusun atas badan wadak (tubuh) serta badan halus (ruh). Pengembangan
potensi yang dimiliki keduanya sangatdipengaruhi oleh bentuk perlakuan dan
kebiasaan keseharian. Yakni sebagaimana dilukiskan dalam sebuah syair:
فاَلْنَفْسُ كَالطِّفْلِ اِنْ
تُهْمِلْهُ شَبَّ عَلَي# حُبِّ الرَّضَاعِ وَاِنْ تَفْطِمْهُ يَنْفَطِمُ #
“Jiwa, bagaikan bayi mungil. Jika engkau biarkan
menyusu, cenderung untuk menyusu hingga dewasa. Dan andaikan engkau sapih,
niscaya dia akan tersapih.”
Demikianlah, kehidupan kejiwaan akan merekam berbagai
isyarat, nada, gerak, profil, gambaran serta wajah. Dari sini akan tampak
peranan seorang ibu dalam mewarnai perilaku sang anak. Dia adalah lembaga
pendidikan yang pertama, yang mengajar muridnya secara individual. Sedangkan
gerak dan kebiasaan keseharian, merupakan mata pelajaran. Pelajaran yang
disapaikan oleh sang ibu terhadap anaknya merupakan peletakan batu pertama bagi
pondasi kehidupan sang bayi untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
4.Pendidikan terhadap anak
Pengertian hadits tentang pendidikan terhadap anak di
atas mengandung pengertian yang sangat dalam dan bermakana luas, lagi mencakup pembahasan
yang dimaksud, yakni
a.Pembahasan tentang kedudukan ibadah dan pengaruhnya sangat besar terhadap
pendidikan.
b.Hadits di atas memberi petunjuk dan mengandung hikmah serta tujuan yang
sangat dalam.
Secara rasional, ibadah berupa shalat, puasa maupun
yang lain, berperan mendidik pribadi manusia hingga kesadaran dan pikirannya
terus-menerus berfungsi dalam semua pekerjaan. Pada hakikatnya semua pekerjaan
yang dilakukan oleh manusia, apabila tidak ditimbang dengan neraca keridhaan
Allah, maka perbuatan tersebut akan berubah menjadi malapetaka bagi yang
melakukannya.
Sejak dini, seorang anak sudah harus dilatih ibadah,
diperintah melakukannya dan diajarkan hal-hal yang haram serta yang halal.
وَأْمُرْ
أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ
نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan
shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu,
Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akhirat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertaqwa.”(Q.S.
Thaha: 132)
Kalau shalat belum diwajibkan atas anak-anak yang
masih kecil mengingat mereka belum berstatus mukallaf. Islam mewajibkan kepada
orang tua atau walinya untuk melatih mereka dan memerintahkannya kepada mereka.
Islam menekankan kepada kaum muslimin, untuk memerintahkan anak-anak mereka
menjalankan shalat kepada mereka telah berusia tujuh tahun. Hal ini dimaksudkan
agar mereka senang melakukannya dan sudah terbiasa semenjak kecil. Sehingga
apabila semangat beribadah sudah bercokol pada jiwa mereka, niscaya akan muncul
kepribadian mereka atas hal tersebut.
Dengan demikian, diharapkan ia punya kepribadian dan
semangat keagamaan yang tinggi. Tujuan mengajarkan wudhu dan menunaikan shalat
fardhu pada waktunya, pada dasarnya adalah mengajarkan ketaatan, disiplin,
kesucian dan kebersihan. Demikian pula dengan membiasakan anak-anak kecil
menunaikan puasa, adalah dalam rangka supaya mereka sabar dalam beribadah dan
dalam menghadapi beban-beban kehidupan.
C.Analisa tentang Konsep Islam dalam Pendidikan
Keluarga
Keluarga merupakan batu bata dalam bangunan bangsa.
Satu bangsa terdiri dari kumpulan keluarga, bangsa itu akan lemah bila rumah
tangga itu rapuh dan lemah. Oleh sebab itu,
setiap komponen dalam keluarga memiliki peranan penting. Dalam ajaran agama
Islam, anak adalah amanat Allah. Amanat wajib dipertanggung jawabkan, Allah
memerintahkan: “Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksaan neraka”.
[Q.S. At-Tahriim: 6]. Kewajiban itu dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar
karena orang tua memang mencintai anaknya. Manusia diciptakan oleh Allah
mempunyai sifat mencintai anaknya.“Harta dan anak-anak merupakan perhiasan
kehidupan dunia”. [Al-Kahfi ayat 46].
Uraian diatas menegaskan bahwa:
1.Wajib bagi orang tua menyelenggarakan pendidikan dalam rumah tangganya.
2.Kewajiban itu wajar (natural) karena Allah menciptakan orang tua yang
bersifatmencintai anaknya.
Agama Islam secara jelas mengingatkan para orang tua
untuk berhati-hati dalam memberikan pola asuh dan memberikan pembinaan keluarga
sakinah, seperti yang termaktub dalam QS Lukman ayat 12 sampai 19. Dan apabila
kita kaji isi ayat di atas, maka kita akan menemukan beberapa point-point
penting di antaranya adalah;
1.Pembinaan jiwa orang tua
Pembinaan jiwa orang tua di jelaskan dalam Surah
Luqman ayat 12: Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang
bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri;
dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji”.
2.Pembinaan tauhid kepada anak
Makna tentang pembinaan tauhid, Luqman Ayat 13 : Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya,
di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezhaliman yang besar”. Luqman Ayat 16 : (Lukman berkata) : Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau dalam bumi,
niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha
Halus lagi Maha Mengetahui.”
3.Pembinaan akidah kepada anak
Mengenai pembinaan akidah ini, Surah Luqman memberikan
gambaran yang begitu jelas. Dalam surat tersebut pembinaan akidah pada anak
terdapat dalam empat buah ayat yaitu ayat 14, 15, 18 dan ayat ke 19.
4.Pembinaan sosial pada anak
Pembinaan sosial pada anak dalam keluarga, dijelaskan
dalam surat Luqman ini melalui ayat ke 16 dan ayat ke 17. Untuk ayat ke 16
telah disebutkan pada point ke dua. Sedangkan ayat ke 17 dari surat Luqman
berbunyi : “Hai anakku, dirikanlah shalat dan
suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang patut diutamakan.”
Simpulan
Maka dari penjelasan di atas dapat kami simpulkan
bahwa, keluarga adalah suatu komponen terkecil dalam suatu bangsa. Apabila
dalam bangsa itu terdapat satu keluarga saja yang lemah atau rusak maka bangsa
itu akan lemah juga. Anak merupakan bagian dari keluarga yang sangat
membutuhkan pembinaan dari kedua orang tuanya. Pembinaan itu mencakup:
1.Pembinaan jiwa orang tua
2.Pembinaan tauhid kepada anak
3.Pembinaan akidah kepada anak
4.Pembinaan sosial pada anak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar