Abdullah bin Abbas (wafat 68 H)
Abdullah bin Abbas adalah sahabat kelima yang banyak
meriwayatkan hadist sesudah Sayyidah Aisyah, ia meriwayatkan 1.660 hadits. Dia adalah putera Abbas bin Abdul
Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah dan ibunya adalah Ummul Fadl Lababah
binti harits saudari ummul
mukminin Maimunah.
Sahabat yang
mempunyai kedudukan yang sangat terpandang ini dijuluki dengan Informan Umat
Islam. Beliaulah asal silsilah khalifah Daulat Abbasiah. Dia dilahirkan di
Mekah dan besar di saat munculnya Islam, di mana beliau terus mendampingi
Rasulullah sehingga beliau
mempunyai banyak riwayat hadis sahih dari Rasulullah . Beliau ikut di barisan
Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal dan perang Shiffin. Beliau ini adalah
pakar fikih, genetis Arab, peperangan dan sejarah. Di akhir hidupnya dia
mengalami kebutaan, sehingga dia tinggal di Taif sampai akhir hayatnya.
Abdullah lahir tiga tahun sebelum hijrah dan Nabi Shallallahu
Alaihi Wassalam mendoakannya “Ya
Allah berilah ia pengertian dalam bidang agama dan berilah ia pengetahuan
takwil (tafsir)”.Allah mengabulkan doa Nabi-nya dan Ibnu Abbas
belakangan terkenal dengan penguasaan ilmunya yang luas dan pengetahuan
fikihnya yang mendalam , menjadikannya orang yang dicari untuk di mintai fatwa
penting sesudah Abdullah bin Mas’ud, selama kurang lebih tiga puluh tahun. tentang
Ibnu Abbas, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah berkata :”Tak pernah aku melihat seseorang yang
lebih mengerti dari pada Ibnu Abbas tentang ilmu hadits Nabi Shallallahu alaihi
Wassalam serta keputusan2 yang dibuat Abubakar ,Umar , dan Utsman“.
Begitu pula tentang ilmu fikih ,tafsir ,bahasa arab , sya’ir ,
ilmu hitung dan fara’id. Orang suatu hari menyaksikan ia duduk membicarakan
ilmu fiqih, satu hari untuk tafsir, satu hari lain untuk masalah peperangan,
satu hari untuk syair dan memperbincangkan bahasa Arab. Sama sekali aku tidak
pernah melihat ada orang alim duduk mendengarkan pembicaraan beliau begitu
khusu’ nya kecuali kepada beliau. Dan setiap pertanyaan orang kepada beliau,
pasti ada jawabannya”.
Menurut An-Nasa’I, sanad hadits Ibnu Abbas paling Shahih adalah
yang diriwayatkan oleh az-Zuhri, dari Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utba, dari
Ibnu abbas. Sedangkan yang paling Dlaif adalah yang diriwayatkan oleh Muhammad
bin Marwan as-Suddi Ash-Shaghir dan Al-Kalabi, dari Abi Shalih. Rangkaian ini
disebut silsilah Al-Kadzib (silsilah bohong).
Ibnu Abbas mengikuti Perang Hunain, Thaif, Penaklukan Makkah dan
haji wada’. Ia menyaksikan penaklukan Afrika bersama Ibnu Abu as-Sarah. Perang
Jamal dan Perang Shiffin bersama Ali bin Abi Thalib.
Abdullah bin Abbas (wafat 68 H)
Abdullah bin Abbas adalah sahabat kelima yang banyak
meriwayatkan hadist sesudah Sayyidah Aisyah, ia meriwayatkan 1.660 hadits. Dia adalah putera Abbas bin Abdul
Mutthalib bin Hasyim, paman Rasulullah dan ibunya adalah Ummul Fadl Lababah
binti harits saudari ummul
mukminin Maimunah.
Sahabat yang
mempunyai kedudukan yang sangat terpandang ini dijuluki dengan Informan Umat
Islam. Beliaulah asal silsilah khalifah Daulat Abbasiah. Dia dilahirkan di
Mekah dan besar di saat munculnya Islam, di mana beliau terus mendampingi
Rasulullah sehingga beliau
mempunyai banyak riwayat hadis sahih dari Rasulullah . Beliau ikut di barisan
Ali bin Abi Thalib dalam perang Jamal dan perang Shiffin. Beliau ini adalah
pakar fikih, genetis Arab, peperangan dan sejarah. Di akhir hidupnya dia
mengalami kebutaan, sehingga dia tinggal di Taif sampai akhir hayatnya.
Abdullah lahir tiga tahun sebelum hijrah dan Nabi Shallallahu
Alaihi Wassalam mendoakannya “Ya
Allah berilah ia pengertian dalam bidang agama dan berilah ia pengetahuan
takwil (tafsir)”.Allah mengabulkan doa Nabi-nya dan Ibnu Abbas
belakangan terkenal dengan penguasaan ilmunya yang luas dan pengetahuan
fikihnya yang mendalam , menjadikannya orang yang dicari untuk di mintai fatwa
penting sesudah Abdullah bin Mas’ud, selama kurang lebih tiga puluh tahun.
tentang Ibnu Abbas, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah berkata :”Tak pernah aku melihat seseorang yang
lebih mengerti dari pada Ibnu Abbas tentang ilmu hadits Nabi Shallallahu alaihi
Wassalam serta keputusan2 yang dibuat Abubakar ,Umar , dan Utsman“.
Begitu pula tentang ilmu fikih ,tafsir ,bahasa arab , sya’ir ,
ilmu hitung dan fara’id. Orang suatu hari menyaksikan ia duduk membicarakan
ilmu fiqih, satu hari untuk tafsir, satu hari lain untuk masalah peperangan,
satu hari untuk syair dan memperbincangkan bahasa Arab. Sama sekali aku tidak
pernah melihat ada orang alim duduk mendengarkan pembicaraan beliau begitu
khusu’ nya kecuali kepada beliau. Dan setiap pertanyaan orang kepada beliau,
pasti ada jawabannya”.
Menurut An-Nasa’I, sanad hadits Ibnu Abbas paling Shahih adalah
yang diriwayatkan oleh az-Zuhri, dari Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utba, dari
Ibnu abbas. Sedangkan yang paling Dlaif adalah yang diriwayatkan oleh Muhammad
bin Marwan as-Suddi Ash-Shaghir dan Al-Kalabi, dari Abi Shalih. Rangkaian ini
disebut silsilah Al-Kadzib (silsilah bohong).
Ibnu Abbas mengikuti Perang Hunain, Thaif, Penaklukan Makkah dan
haji wada’. Ia menyaksikan penaklukan Afrika bersama Ibnu Abu as-Sarah. Perang
Jamal dan Perang Shiffin bersama Ali bin Abi Thalib.
Ibnu Zubair (Abdullah bin Zubair) 94 H
Seorang pemimpin masa Khalifah Ali bin Abi Talib dan awal
khilafah Bani Umayyah. Dia adalah bayi pertama yang lahir dikalangan Muhajirin
di Madinah. Ayahnya bernama Zubair Awwam dan ibunya, Asma binti Abu Bakar
as-Siddiq. Ia sepupu dan juga kemenakan Nabi Muhammad dari istrinya, Aisyah
binti Abu Bakar. Ia termasuk salah seorang dari “Empat ‘Ibadillah” (empat orang
yang bernama Abdullah) dari 30 orang lebih sahabat Nabi yang dikenal menghafal
seluruh ayat-ayat Al-Qur’an, Tiga orang ‘Ibadillah lainnya adalah Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Umar bin Khatab, dan Abdullah bin Amr bin As.
Ibnu Zubair telah
mengenal perang sejak berusia 12 tahun, yaitu ketika bersama ayahnya turut
dalam Perang Yarmuk, dan empat tahun kemudian kembali menyertai ayahnya yang
menjadi anggota pasukan Amr bin As di Mesir. Ibnu Zubair juga mengambil bagian
dalam ekspedisi Abdullah bin Sa’adbin Abi Sarh melawan orang-orang Byzantium
di Afrika. Semua peristiwa tersebut mengundang kekaguman penduduk Madinah
kepadanya.
Di masa Khalifah Usman bin Affan, ia duduk sebagai anggota
panitia yang bertugas menyusun Al-Qur’an. Di masa KhalifahAli bin Abi Talib, ia bersama Aisyah mengatur
langkah untuk menantang Khalifah tersebut untuk menuntut penyelesaian kasus
pembunuhan Khalifah Usman. Gerakan ini didukung oleh beberapa tokoh,
seperti Ja’la bin Umayyah dari Yaman, Abdullah bin Amr Basra, Sa’ad bin As, dan
Wahid bin Uqbah (pemuka kalangan Umayyah di Hedzjaz) dan beberapa sahabat
senior (Talhah bin Ubaidillah dan Zubair binAwwam), dan ayahnya. Perselisihan antara kelompoknya dan
kelompok Aliyang
sedang berkuasa diselesaikan dalam Perang Unta (Waqiah al-Jamal). Dalam perang
inilah ia menyaksikan ayahnya gugur. Disebut Perang Unta karena Aisyah
mengendarai unta saat memimpin pasukan itu.
Ibnu Zubair
kembali melawan Dinasti Bani Umayyah. Meskipun di masaMu’awiyah bin Abi Sufyan bentuk perlawanannya belum
bersifat terbuka, ia tampil menantang khilafah (pemerintahan) Bani Umayyah
secara terang-terangan. Ia memprotes Yazid, putra Mu’awiyah, yang naik menjadi khalifahatas
penunjukan ayahnya setelah ayahnya wafat. Yazid memerintahkan walinya di
Madinah untuk memaksa Ibnu Zubair bersama Husein bin Ali (cucu Nabi) dan Abdullah bin Umar agar menyatakan kesetiaan
kepadanya. Ibnu Zubair dan Husein tetap membangkang. Demi keamanan, keduanya
pindah ke Mekah. Ia tetap sebagai penantang khalifah sekalipun
Husein, tak lama sesudah itu, tewas dengan menyedihkan dalam pertempuran tak
seimbang di Karbala.
Pernyataan secara
terbuka, bahwa kekuasaan Yazid tidak sah membawa pengaruh luas dikalangan ansar
di Madinah yang akhirnya melahirkan pemberontakan. Setelah menunggu kesempatan
yang baik, Yazid mengerahkan tentara Suriah di bawah pimpinan Muslim bin Uqbah
dan memadamkan pemberontakan orang-orang Madinah tersebut dalam Perang Harran.
Kematian Muslim bin Uqbah tak menghalangi tentara tersebut untuk bergerak
menuju Mekah dengan sasaran mematahkan perlawanan Ibnu Zubair. Tentara tersebut
mengepung dan menghujani kota Mekah dengan batu dan panah api yang menyebabkan
Ka’bah terbakar. Berita meninggalnya Khalifah Yazid menyebabkan komandan pasukan,
Husain bin Numair, mencoba membujuk Ibnu Zubair
agar bersedia bergabung dengan mereka untuk kembali ke Suriah. Ibnu Zubair
menolak bujukan tersebut dengan mengatakan bahwa ia akan tetap di Mekah.
Selanjutnya, ia memproklamasikan dirinya sebagai amirulmukminin. Sekalipun
proklamasi itu tidak lebih dari sekedar nama, namun lawan-lawan dinasti Bani
Umayyah di Suriah, Mesir, Arab Selatan, dan Kufah sempat menghargainya sebagai khalifah.
Setelah Mu’awiyah
putra dan pengganti Yazid meninggal dunia, Ibnu Zubair muncul sebagai kandidat khalifah atas dukungan Bani Qais. Selain itu
ada kandidat lainnya yaitu, Marwan bin Haqam
(dukungan Bani Qalb) dan dua kabilah Arab berdomisili di Suriah, juga saling
bersaing mengajukan calon masing-masing. Akan tetapi, Ibnu Zubair terpojok
tatkala peta kekuatan politik mengalami perubahan, akibat pemberontakan di Kufa
dan pembelontan di antara pengikutnya, setelah Yazid wafat. Pengepungan membawa
kematiannya terjadi ketika
Hajjaj bin Yusuf
as-Saqafi ditugaskan oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan, putra Marwan bin Hakam, untuk menyelesaikan perlawanan
“Sang Penantang Enam Khalifah” – dari Ali, Mu’awiyah, Yazid, Mu’awiyah, Marwan bin Hakam, sampai Abdul Malik.
Tidak kurang dari
tujuh bulan diperlukan untuk menghujani kota suci Mekah dan Ka’bah dengan
bombardir pasukan al-Hajjaj untuk melumpuhkan perlawanan Ibnu Zubair. Ia masih
bertahan tatkala putra-putranya menyerahkan diri kepada al-Hajjaj.
Keperkasaannya bangkit kembali setelah berjumpa sebentar dengan ibunya yang
sudah buta, yang mendorongnya dengan memberikan semangat juang. Padahal
sebelumnya, ia sempat menyatakan kepada ibunya rasa khawatir, bahwa mayatnya
akan diperlakukan secara sadis oleh para pembunuhnya kelak. Ibunya mengatakan
bahwa kambing yang sudah disembelih tak sedikit pun akan merasakan
sayatan-sayatan pada dagingnya. Jawaban ini mendorongnya keluar dari rumah
tempat ia bertahan , maju ke tengah-tengah lawannya yang kemudian menyergap dan
menghabisinya. Mayatnya ditempatkan pada tiang
gantung yang sama di mana saudaranya, Amr, pernah mengalami hal serupa. Atas
perintah Abdul Malik, mayatnya kemudian diserahkan kepada ibunya. Tak lama
berselang, setelah menguburkan mayat putranya itu, ia pun wafat pada tahun 94
H.
Abdullah bin Amr bin Al-Ash (Wafat 63 H)
Dia adalah
seorang dari Abadilah yang faqih, ia memeluk agama Islam sebelum ayahnya,
kemudian hijrah sebelum penaklukan Mekkah. Abdullah seorang ahli ibadah yang
zuhud, banyak berpuasa dan shalat, sambil menekuni hadits Rasulullah
Shallahllahu ‘alaihi Wassalam. Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai
700 hadits, Sesudah
minta izin Nabi Shallahu ‘alaihi Wassalam untuk menulis, ia mencatat hadits
yang didengarnya dari Nabi. Mengenai hal ini Abu Hurairah berkata “ Tak
ada seorangpun yang lebih hapal dariku mengenai hadits Rasulullah, kecuali
Abdullah bin Amr bin al-Ash. Karena ia mencatat sedangkan aku tidak”.
Abdullah bin Amr
meriwayatkan hadits dari Umar, Abu Darda, Muadz bin Jabal, Abdurahman bin Auf,
dan beberapa yang lain. Yang meriwayatkan darinya antara lain Abdullah bin Umar
bin Al-Khatthab, as-Sa’ib bin Yazid, Sa’ad bin Al-Musayyab, Thawus, dan
Ikrimah.
Sanad paling
shahih yang berpangkal darinya ialah yang diriwayatkan oleh Amr bin Syu’aib
dari ayahnya dan kakeknya Abdullah.
Abdullah bin Amr
wafat pada tahun 63 H pada malam pengepungan Al-Fusthath.
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil
al-Hudzali. Nama julukannya “ Abu Abdirahman”. Ia sahabat ke enam yang paling
dahulu masuk islam. Ia hijrah ke Habasyah dua kali, dan mengikut semua
peperangan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Dalam perang Badar,
Ia berhasil membunuh Abu Jahal.
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda”
Ambilah al-Quran dari empat orang: Abdullah, Salim (sahaya Abu Hudzaifah),
Muadz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab”. Menurut para ahli hadits, kalau disebutkan
“Abdullah” saja, yang dimaksudkan adalah Abdullah bin Mas’ud ini.
Ketikah menjadi Khalifah Umar mengangkatnya menjadi
Hakim dan Pengurus kas negara di kufah. Ia simbol bagi ketakwaan,
kehati-hatian, dan kesucian diri.
Sanad paling shahih yang bersumber dari padanya ialah
yang diriwayatkan oleh Suyan ats-Tsauri, dari Mansyur bin al-Mu’tamir, dari
Ibrahi, dari alqamah. Sedangkan yang paling dlaif adalah yang diriwayatkan oleh
Syuraik dari Abi Fazarah dari Abu Said.
Ia meriwayatkan hadits dari Umar dan Sa’ad bin Mu’adz.
Yang meriwayatkan hadits darinya adalah Al-Abadillah (“Empat orang yang bernama
Abdullah”), Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, Abu Musa al-Asy’ari,
Alqamah, Masruq, Syuraih al-Qadli, dan beberapa yang lain. Jumlah
hadits yang ia riwayatkan mencapai 848 hadits.
Beliau datang ke Medinah dan sakit disana kemudian
wafat pada tahun 32 H dan dimakamkan di Baqi, Utsman bin ‘Affan ikut
menshalatkannya.
Aisyah adalah istri Nabi Shallalahu ‘alaihi Wassalam
putri Abu Bakar ash-Shiddiq teman dan orang yang paling dikasihi Nabi, Aisyah
masuk Islam ketika masih kecil sesudah 18 orang yang lain. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi Wassalam memperistrinya pada tahu 2 H.
Beliau mempelajari bahasa, Syair, ilmu kedokteran,
nasab nasab dan hari hari Arab . Berkata Az-Zuhri “ Andaikata ilmu yang
dikuasai Aisyah dibandingkan dengan yang dimiliki semua istri Nabi Shallallahu
’alaihi Wassalam dan ilmu seluruh wanita niscaya ilmu Aisyah yang lebih utama”.
Urwah mengatakan “ aku tidak pernah melihat seorangpun yang mengerti ilmu
kedokteran, syair dan fiqh melebihi Aisyah”.
Aisyah meriwayatkan 2.210 hadits, diantara
keistimewaannya beliau sendiri kadang kadang mengeluarkan beberapa masalah dari
sumbernya, berijtihad secara khusus, lalu mencocokannya dengan pendapat pada
sahabat yang alim. Berkenaan dengan keahlian Aisyah, Az-Zarkasyi mengarang
sebuah kitab khusus berjudul Al-Ijabah li Iradi mastadrakathu Aisyah
‘ala ash Shahabah.
Hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wassalammenyatakan bahwa beliau bersabda “ Ambillah separuh agama
kalian dari istriku yang putih ini “, Sesungguhnya hadist ini tidak bersanad.
Ibnu Hajar. Al-Mizzi, Adz Dzahabi dan Ibnu Katsir menandaskan bahwa hadist itu
dusta dan dibuat buat.
Aisyah meriwayatkan hadits dari ayahnya Abu Bakar,
dari Umar, Sa’ad bin Abi Waqqash, Usaid bin Khudlair dan lain lain. Sedangkan
sahabat yang meriwayatkan dari beliau ialah Abu Hurairah, Abu Musa al-Asy’ari,
Zaid bin Khalid al-Juhniy, Syafiyah binti Syabah dan beberapa yang lain.
Tabi’in yang mengutip beliau ialah: Sa’id bin al-Musayyab, alqamah bin
Qais, Masruq bin al-Ajda, Aisyah binti Thalhal, Amran binti Abdirrahman, dan
Hafshah binti Sirin. Ketiga wanita yang disebutkan terakhir adalah murid murid
Aisyah yang utama Ilmu Fiqh.
Sanad yang paling shahih adalah yang diriwayatkan oleh
Yahya bin Sa’id dan Ubaidullah bin Umar bin Hafshin, dari Al Qasim bin
Muhammad, dari Aisyah. Juga diriwayatkan oleh az-Zuhri atau Hisyam bin Urwah,
dari Urwah bin az-Zubair, dari Aisyah. Yang paling Dlaif adalah yang
diriwayatkan oleh al-Harits bin Syabl, dari Umm an Nu’man dari Aisyah.
Aisyah wafat pada 57 H, dan Abu Hurairah ikut
mensholatkannya.
Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha
Ummu Salamah adalah seorang Ummul-Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik,
dan menawan, serta memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi
cobaan, lebih-lebih setelah berpisah dengan suami dan anak-anaknya. Berkat
kematangan berpikir dan ketepatan dalam mengambil keputusan, dia mendaparkan
kedudukan mulia di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.. Di dalam sirah
Ummahatul Mukminin dijelaskan tentang banyaknya sikap mulia dan peristiwa
penting darinya yang dapat diteladani kaum muslimin, baik sikapnya sebagai
istri yang selalu menjaga kehormatan keluarga maupun sebagai pejuang di jalan
Allah.
Nama sebenarnya
Ummu Salamah adalah Hindun binti Suhail, dikenal dengan narna Ummu Salamah.
Beliau dibesarkan di lingkungan bangsawan dari Suku Quraisy. Ayahnya bernama
Suhail bin Mughirah bin Makhzurn. Di kalangan kaumnya, Suhail dikenal sebagai
seorang dermawan sehingga dijuluki Dzadur-Rakib (penjamu para musafir) karena
dia selalu menjamu setiap orang yang menyertainya dalam perjalanan. Dia adalah
pemimpin kaumnya, terkaya, dan terbesar wibawanya. Ibu dari Ummu Salamah
bernama Atikah binti Amir bin Rabi’ah bin Malik bin Jazimah bin Alqamah
al-Kananiyah yang berasal dari Bani Faras.
Demikianlah,
Hindun dibesarkan di dalam lingkungan bangsawan yang dihormati dan disegani.
Kecantikannya meluluhkan setiap orang yang melihatnya dan kebaikan pribadinya
telah tertanam sejak kecil.
B. Pernikahan dan Perjuangannya
Banyak pemuda
Mekah yang ingin mempersunting Hindun, dan yang berhasil menikahinya adalah
Abdullah bin Abdul Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum, seorang
penunggang kuda terkenal dari pahlawan-pahlawan suku Bani Quraisy yang gagah
berani. Ibunya bernama Barrah binti Abdul-Muththalib bin Hasyim, bibi Nabi
Shallallahu Alaihi Wassalam. Abdullah adalah saudara sesusuan Nabi dari
Tsuwaibah, budak Abu Lahab. Mereka hidup bahagia, dan rumah tangga mereka
diliputi kerukunan dan kesejahteraan.
Tidak lama
setelah itu, dakwah Islam menarik hati mereka sehingga mereka memeluk Islam dan
menjadi orang-oramg pertama yang masuk Islam. Begitu pula dengan Hindun, dia
tergolong orang-orang yang pertama masuk Islam, dan bersama suaminya memulai
perjuangan dalam hidup mereka.
Orang-orang Quraisy
selalu mengganggu dan menyiksa kaum muslimin agar mereka meninggalkan agama
Islam dan kembali ke agama nenek moyang mereka. Melihat kondisi seperti itu,
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengizinkan mereka untuk hijrah ke
Habasyah, sehingga mereka disebut sebagai kaum muhajirin yang pertama. Mereka
menetap di Habasyah, dan di sana Hindun melahirkan anak-anaknya: Zainab,
Salamah, Umar, dan Durrah.
Setelah beberapa
lama, mereka berniat kembali ke Mekah, terutama setelah mendengar keislaman dua
tokoh penting Quraisy, Umar bin Khaththab dan Hamzah bin Abdul-Muththalib. Akan
tetapi, ternyata penyiksaan masih terus berlangsung, bahkan bertambah dahsyat.
Untuk menjaga kehormatan diri dan keluarganya, Abu Salamah meminta perlindungan
dari Abu Thalib (paman Nabi) dari siksaan kaumnya, yaitu Bani Makhzum, dan Abu
Thalib menyatakan perlindungannya.
C. Cobaan
Datang
Karena
orang-orang Quraisy masih saja menyiksa kaum muslimin, akhirnya Allah membuka
hati penduduk Madinah untuk menerima Islam. Kemudian Rasulullah mengizinkan
kaum muslimin untuk hijrah ke sana, baik secara kelompok maupun perseorangan.
Abu Salamah, istri, dan anaknya (Salamah) hijrah ke sana. Di tengah perjalanan
mereka dihadang oleh kaum Bani Makhzum (kaumnya Ummu Salamah) yang kemudian
merampas serta menyandera Ummu Salamah. Keluarga Abu Salamah (Bani Asad) ikut
campur tangan dan mereka menolak menyerahkan Salamah, bahkan si anak dirampas
dan dijauhkan dari ibunya. Sedangkan Bani Makhzum menculik Ummu Salamah dan
dipenjara. Adapun Abu Salamah dibiarkan ke Yatsrib dengan hati penuh kesedihan
karena harus berpisah dengan istri dan anaknya.
Keadaan demikian
berjalan kurang lebih setahun lamanya. Ummu Salamah terus-menerus menangis
karena kecewa atas perbuatan kaumnya, sehingga akhirnya ada seorang laki-laki
dari kaumnya yang merasa iba dan membiarkan Ummu Salamah menyusul suaminya di
Madinah. Adapun Bani Asad menyerahkan kembali putranya, Salamah, kepadanya.
Akan tetapi, banyak rintangan yang harus dia hadapi, dan berkat keimanan dan
keinginan yang kuat, dia mampu mengatasi semua itu dan tiba di Madinah.
D. Pesan Abu Salamah untuk Istrinya
Dalam membela
Islam, peran Abu Salamah sangat besar. Dia dikenal berani dalam berperang.
Rasulullah menghargainya dengan mengangkatnya sebagai wakil Rasulullah di
Madinah ketika beliau pergi memimpin pasukan dalam perang Dzil Asyirah pada
tahun kedua hijriah. Abu Salamah ikut dalam Perang Badar dan Uhud. Ketika dalam
perang Uhud, Abu Salamah mengalami luka yang cukup parah dan nyaris meninggal,
namun beberapa saat kemudian dia sembuh.
Setelah Perang
Uhud, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mencrima berita bahwa Bani Asad
hendak menyerang kaum muslimin di Madinah. Sebelum mereka menyerang, Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wassalam. berinisiatif mendahului mereka. Dalam misi ini,
beliau menunjuk Abu Salamah untuk memimpin pasukan yang berjumlah seratus lima puluh
orang dan di dalamnya terdapat Saad bin Abi Waqash, Abu Ubaidah bin Jarrah,
Amir bin Jarrah, dan yang lainnya. Pasukan diarahkan ke Bukit Quthn, tempat
mata air Bani Asad. Kemenangan gemilang diraih oleh pasukan Abu Salamah, dan
mereka kembali ke Madinah dengan membawa banyak harta rampasan perang. Di
Madinah, luka-luka Abu Salamah karnbuh sehingga dia harus beristirahat beberapa
waktu. Ketika sakit, Rasulullah selalu menjenguk dan mendoakannya.
Ummu Salamah
selalu mendampingi suaminya yang sedang dalam keadaan sakit sehingga dia
merawat dan menjaganya siang dan malam. Suatu hari, demam Abu Salamah
menghebat, kemudian Ummu Salamah berkata kepada suaminya, “Aku mendapat benita
bahwa seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, kemudian suaminya masuk
surga, istrinya pun akan masuk surga, jika setelah itu istrinya tidak menikah
lagi, dan Allah akan mengumpulkan mereka nanti di surga. Demikian pula jika si
istri yang meninggal, dan suaminya tidak menikah lagi sepeninggalnya. Untuk
itu, mari kita berjanji bahwa engkau tidak akan menikah lagi sepeninggalku, dan
aku berjanji untukmu untuk tidak menikah lagi sepeninggalmu.” Abu Salamah
berkata, “Maukah engkau menaati perintahku?” Dia menjawab, “Adapun saya
bermusyawarah hanya untuk taat.” Abu Salamah berkata, “Seandainya aku mati,
maka menikahlah.” Lalu dia berdoa kepada Allah ”Ya Allah, kurniakanlah kepada
Ummu Salamah sesudahku seseorang yang lebih baik dariku, yang tidak akan
menyengsarakan dan menyakitinya.”
Pada detik-detik
akhir hidupnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. selalu berada di
samping Abu Salamah dan senantiasa memohon kesembuhannya kepada Allah. Akan
tetapi, Allah berkehendak lain. Beberapa saat kemudian maut datang menjemput.
Rasulullah menutupkan kedua mata Abu Salamah dengan tangannya yang mulia dan
bertakbir sembilan kali. Di antara yang hadir ada yang berkata, “Ya Rasulullah,
apakah engkau sedang dalam keadaan lupa?” Beliau menjawab, “Aku sama sekali
tidak dalam keadaan lupa, sekalipun bertakbir untuknya seribu kali, dia berhak
atas takbir itu.” Kemudian beliau menoleh kepada Ummu Salamah dan bersabda,
“Barang siapa yang ditimpa suatu musibah, maka ucapkanlah sebagaimana yang
telah dperintahkan oleh Allah, ‘Sesungguhnya kita milik Allah, dan
kepada-Nyalah kita akan dikembalikan. Ya Allah, karuniakanlah bagiku dalam
musibahku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya, maka Allah akan
melaksanakannya untuknya.”
Setelah itu
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. berdo’a: “Ya Allah, berilah ketabahan
atas kesedihannya, hiburlah dia dari musibah yang menimpanya, dan berilah
pengganti yang lebih baik untuknya.”
Abu Salamah wafat
setelah berjuang menegakkan Islam, dan dia telah memperoleh kedudukan yang
mulia di sisi Rasulullah. Sepeninggal Abu Salamah, Ummu Salarnah diliputi rasa
sedih. Dia menjadi janda dan ibu bagi anak-anak yatim.
Setelah wafatnya
Abu Salarnah, para pemuka dari kalangan sahabat bersegera meminang Ummu
Salamah. Hal ini mereka lakukan sebagai tanda penghormatan terhadapat suaminya
dan untuk. melindungi diri Ummu Salamah. Maka Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar
bin al-Khaththab meminangnya, tetapi Ummu Salamah menolaknya.
Pada saat
dirundung kesedihan atas suami yang benar-benar dicintainya serta belum
mendapatkan orang yang lebih baik darinya, ia didatangi oleh Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wassalam. dengan maksud menghiburnya dan meringankan apa
yang dialaminya. Rasulullah berkata kepadanya, “Mintalah kepada Allah agar Dia
memberimu pahala pada musibahmu serta menggantikan untukmu (suami) yang lebih
baik.” Ummu Salamah bertanya, “Siapa yang lebih baik dan Abu Salamah, wahai
Rasulullah?”
E. Di
Rumah Rasulullah.
Rasulullah mulai
memikirkan perkara Ummu Salamah, seorang mukminah mujahidah yang memiliki
kesabaran, dan Ummu Salamah pun telah menolak lamaran dua sahabatnya, Abu Bakar
dan Umar. Rasulullah pun berpikir dengan penuh pertimbangan dan kasih sayang
untuk tidak membiarkannya larut dalam kesedihan dan kesendirian.
Dalam keadaan
seperti itu Rasulullah mengutus Hathib bin Abi Balta’ah menemui Ummu Salarnah
dengan maksud meminangnya untuk beliau. Maka oleh Ummu Salamah diterimanya
pinangan tersebut. Bagaimana mungkin baginya untuk tidak menerima pinangan dari
orang yang lebih baik dari Abu Salamah, bahkan lebih baik dan semua orang di
dunia.
Dengan perkawinan
tersebut maka Ummu Salamah termasuk kalangan Ummahatul- Mukminin, dan oleh
Rasulullah ia ditempatkan di kamar Zainab binti Khuzaimah yang digelari
Ummul-Masakiin (ibu bagi orang-orang miskin) sampai Ummu Salamah meninggal
dunia.
Hal itu
diceritakan oleh Ummu Salamah kepada kami. Ia berkata, “Aku dipersunting oleh
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., lalu aku dipindahkan dan ditempatkan
di rumah Zainab (ummul- masakiin).”
Beberapa
keistimewaan yang dimiliki Ummu Salamah adalah ketajaman logika, kematangan
berpikir, dan keputusan yang benar atas banyak perkara. Karena itu, ia memiliki
kedudukan yang agung di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam., seperti
interaksinya dengan para Ummahatul-Mukminin yang merupakan interaksi yang
diliputi rasa kasih sayang dan kelemahlembutan.
F. Kedudukannya yang Agung
Di antara perkara
yang menunjukkan kedudukannya yang tinggi di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wassalam adalah apa yang diceritakan Urwah bin Zubair “Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wassalam. menyuruh Ummu Salamah melaksanakan shalat shubuh di Mekah pada
hari penyembelihan (qurban) — padahal saat itu merupakan hari (giliran)nya.
Oleh sebab itu, Rasulullah merasa senang atas kesetujuannya.”
Begitu juga
hadits Ummi Kulsum binti Uqbah yang dimasukkan oleh Ibnu Sa’ad dalam (kitab)
Thabaqat-nya. Ummi Kultsum berkata, “Tatkala Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam.
menikahi Ummu Salamah, belau berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya aku menghadiahkan
untuk Raja Najasyi sejumlah bejana berisikan minyak wangi dan selimut. Akan
tetapi, aku bermimpi bahwa Raja Najasyi itu telah meninggal dunia, kemudian
hadiah yang kuberikan kepadanya dikembalikan kepadaku. Karena dikembalikan
kepadaku, maka barang tersebut menjadi milikkü.”
Sebagaimana yang
dikatakan Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam., Raja Najasyi meninggal dunia, dan
hadiah tersebut dikembalikan kepadanya. Lalu beliau memberikan kepada setiap
istrinya masing-masing satu uqiyah (1/2 liter Mesir) dan beliau memberi (sisa)
keseluruhannya serta selimut kepada Ummu Salamah.
Setelah Ummu
Salamah menjadi istrinya, Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam. memasukkannya dalam
kalangan ahlul-bait. Di antara riwayat tentang masalah tersebut adalah
bahwasanya pernah pada suatu hari Rasulullah berada di sisi Ummu Salamah, dan
anak perempuan Ummu Salamah ada di sana. Rasulullah kemudian didatangi anak
perempuannya, Fathimah azZahra, disertai kedua anaknya, Hasan dan Husain r.a.,
lalu Rasullah memeluk Fathimah dan berkata, “Semoga rahmat Allah dan berkah-Nya
tercurah pada kalian wahai ahlul-bait. Sesungguhnya Dia Maha Terpuji (lagi)
Maha Mulia.”
Lalu menangislah
Ummu Salamah. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menanyakan tentang
penyebab tangisnya itu. Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, engkau mengistimewakan
mereka sedangkan aku dan anak perempuanku engkau tinggalkan. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya engkau dan anak perempuanmu termasuk keluargaku.”
Anak perempuan
Ummu Salamah, Zainab, tumbuh dalam peliharaan Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wassalam. ia termasuk di antara wanita yang memiliki ilmu yang luas pada
masanya.
Sebelum
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mempersunting Ummu Salamah, wahyu
pernah turun kepada Rasulullah di kamar Aisyah, yang dengan hal itu Aisyah
membanggakannya pada istri-stri beliau yang lain. Maka setelah Rasulullah
menikahi Ummu Salamah, wahyu turun kepadanya ketika beliau berada di kamar Ummu
Salamah.
G.
Beberapa Sikap Cemerlang pada Masa Hidup Ummu Salamah.
Di antara sikap
agungnya adalah apa yang ditunjukkannya pada Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wassalam. pada hari (perjanjian) Hudaibiyah. Pada waktu itu ia menyertai
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dalam perjalanannya menuju Mekah dengan
tujuan menunaikan umrah, tetapi orang-orang musyrik mencegah mereka untuk
memasuki Mekah, dan terjadilah Perjanjian Hudaibiyah antara kedua belah pihak.
Akan tetapi,
sebagian besar kaum muslimin merasa dikhianati dan merasa bahwa orang-orang
musyrik menyianyiakan sejumlah hak-hak kaum muslimin. Di antara mayonitas yang
menaruh dendam itu adalah Umar bin al-Khaththab, yang berkata kepada Rasulullah
dalam percakapannya dengan beliau, “Atas perkara apa kita serahkan nyawa di
dalam agama kita?” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. menjawab, “Saya
adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Aku tidak akan menyalahi perintah-Nya, dan
Dia tidak akan menyianyiakanku.”
Akan tetapi,
tanda-tanda bahaya semakin memuncak setelah Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wassalam. menyuruh kaum muslimin melaksanakan penyembelihan hewan qurban
kemudian bercukur, tetapi tidak seorang pun dari mereka melaksanakannya. Beliau
mengulang seruannya tiga kali tanpa ada sambutan.
Beliau menemui
istrinya, Ummu Salamah, dan menceritakan kepadanya tentang sikap kaum muslimin.
Ummu Salamah berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau menginginkan perintah
Allah ini dilaksanakan oleh kaum muslimin? Keluarlah engkau, kemudian janganlah
mengajak bicara sepatah kata seorang pun dari mereka sampai engkau menyembelih
qurbanmu serta memanggil tukang cukur yang mencukurmu.”
Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wassalam. kagum atas pendapatnya dan bangkit mengerjakan
sebagaimana yang diusulkan Ummu Salamah. Tatkala kaum muslimin melihat
Rasulullah mengerjakan hal itu tanpa berkata kepada mereka, mereka bangkit dan
menyembelih serta sebagian dari mereka mulai mencukur kepala sebagian yang lain
tanpa ada perasaan keluh kesah dan penyesalan atas tindakan Rasulullah yang
mendahului mereka.
Ummu Salamah
telah menyertai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. di banyak peperangan,
yaitu peperangan Khaibar, Pembebasan Mekah, pengepungan Tha’if, peperangan
Hawazin, Tsaqif kemudian ikut bersama beliau di Haji Wada’.
Kita tidak
melupakan sikapnya terhadap Umar bin al-Khaththab, tatkala Urnar datang
kepadanya dan mengajak bicara tentang perkara keperluan Ummahatul-Mukminin
kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. serta kekasaran mereka terhadap
Rasulullah. Maka ia berkata, “Engkau ini aneh, wahai anak al-Khaththab. Engkau
telah ikut campur di setiap perkara sehingga ingin mencampuri urusan Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wassalam. beserta istri-istrinya?”
Setelah
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. meninggal dunia ia senantiasa mengenang
beliau dan sangat berduka cita atas kewafatannya. Beliau senantiasa banyak
melakukan puasa dan beribadah, tidak kikir pada ilmu, serta meriwayatkan hadits
yang berasal dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.
Telah
diriwayatkannya sekian banyak hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah dan
suaminya, Abu Salamah, serta dari Fathimah az-Zahraa Sedangkan orang yang
meriwayatkan darinya banyak sekali, di antara mereka adalah anak-anaknya dan
para pemuka dan sahabat serta ahli hadits.
Di antara
beberapa sikapnya yang nyata adalah pada hari pembebasan kota Mekah. Waktu itu
Nabi keluar dari Madinah bersarna bala tentaranya dengan kehebatan dan jumlah
yang belum pernah disaksikan oleh bangsa Arab, sehingga orang-orang musyrik
Quraisy merasa takut, dan mereka keluar dari rumah dengan rnaksud menemui
Rasulullah untuk bertobat dan menyatakan keislaman mereka.
Termasuk dari
mereka, Abu Sufyan bin al-Harts bin Abdul-Muththalib (anak paman Rasulullah
Shallallahu Alaihi Wassalam.) dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah
(anak bibi [dari ayah] Rasulullah, saudara Ummu Salamah sebapak). Ketika mereka
berdua meminta izin masuk menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.,
beliau enggan memberi izin masuk bagi keduanya disebabkan penyiksaan mereka
yang keras terhadap kaurn muslimin menjelang beliau hijrah dari Mekah.
Maka berkatalah
Ummu Salamah kepada Rasulullah dengan perasaan iba terhadap keluarganya sendiri
dan juga keluarga Rasulullah, “Wahai Rasulullah, mereka berdua adalah anak
parnanmu dan anak bibirnu (dan ayah) serta iparmu.” Rasulullah menjawab, “Tidak
ada keperluan bagiku dengan mereka berdua. Adapun anak parnanku, aku telah
diperlakukan olehnya dengan tidak baik. Adapun anak bibiku (dari ayah) serta
iparku telah berkata di Mekah dengan apa yang ia katakan.”
Pernyataan itu
telah sampai kepada Abu Sufyan, anak paman Rasulullah. Maka ia berkata, “Demi
Allah, ia harus mengizinkanku atau aku mengambil anak ini dengan kedua tanganku
-pada saat itu ia bersama anaknya, Ja’far- kemudian karni harus berkelana di
dunia sehingga mati kehausan dan kelaparan.”
Lalu Ummu Salamah
memberitahukan perkataan Abu Sufyan tersebut kepada Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wassalam. dengan kembali memohon rasa belas kasih. Akhirnya hati beliau
menjadi luluh, lalu mengizinkan keduanya masuk. Maka masuklah keduanya dan
menyatakan keislaman serta bertobat di hadapan Rasulullah.
H.
Sikapnya terhadap Fitnah
Ummu Salamah
selalu berada di rumahnya, senantiasa ikhlas beribadah kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala dan menjaga Sunnah suaminya tercinta pada masa (khilafah) Abu Bakar
ash-Shiddiq dan Umar bin al-Khaththab..
Pada masa
khilafah Utsman bin Affan ia melihat kegoncangan situasi serta perpecahan kaum
muslimin di seputar khalifah. Bahaya fitnah sernakin memuncak di langit kaum
muslirnin. Maka ia pergi menernui Utsman dan menasihatinya supaya tetap
berpegang teguh pada petunjuk Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. serta
petunjuk Abu Bakar dan Umar bin al-Khaththab, tidak menyimpang dan petunjuk tersebut
selama-lamanya.
Apa yang
dikhawatirkan Ummu Salamah terjadi juga, yaitu peristiwa terbunuhnya Utsman
yang saat itu tengah membaca Al-Qur’an dan angin fitnah tengah bertiup kencang
terhadap kaurn muslimin. Pada saat itu Aisyah telah membulatkan tekad untuk
keluar menuju Bashrah disertai Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin al-’Awwam
dengan tujuan mernobilisasi massa untuk melawan Ali bin Abi Thalib. Maka Ummu
Salamah mengirim surat yang memiliki sastra indah kepada Aisyah.
“Dari Ummu Salamah, Istri Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam.,
untuk Aisyah Ummul-Mu’ minin.
Sesungguhnya aku memuji Allah
yang tidak ada ilah (Tuhan) melainkan Dia.
Amma ba’du.
Engkau sungguh telah merobek
pembatas antara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dan umatnya yang merupakan
hijab yang telah ditetapkan keharamannya.
Sungguh Al-Qur’an telah
memberimu kemuliaan, maka jangan engkau lepaskan. Dan Allah telah menahan
suaramu, maka janganlah engkau niengeluarkannya Serta Allah telah tegaskan bagi
umat ini seandainya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengetahui bahwa
kaum wanita memiliki kewajiban jihad (berperang) niscaya beliau berpesan
kepadamu untuk menjaganya.
Tidakkah engkau tahu bahwasanya
beliau melarangmu melampaui batas dalam agama, karena sesungguhnya tiang agama tidak
bisa kokoh dengan campur tangan wanita apabila tiang itu telah miring, dan
tidak bisa diperbaiki oleh wanita apabila telah hancur. Jihad wanita adalah
tunduk kepada segala ketentuan, mengasuh anak, dan mencurahkan kasih
sayangnya.”
Ummu Salamah
berada di pihak Ali bin Abi Thalib karena beliau menggikuti kesepakatan kaum
muslimin atas terpilihnya beliau sebagai khalifah mereka. Karena itu, Ummu
Salamah mengirim/mengutus anaknya, Umar, untuk ikut berperang dalan barisan Ali
.
I. Saat Wafatnya
Pada tahun ke-59
hijriah, usia Ummu Salamah telah mencapai 84 tahun. Usia tua dan pikun merambah
di pertambahan umurnya. Allah ta’ala mengangkat rohnya yang suci naik ke atas
menuju hadirat-Nya. Ia meninggal dunia setelah hidup dengan aktivitas yang
dipenuhi oleh pengorbanan, jihad, dan kesabaran di jalan Allah Subhanahu Wa
Ta’ala dan Rasul-Nya. Beliau dishalatkan oleh Abu Hurairah r.a. dan dikuburkan
di al-Baqi’ di samping kuburan Ummahatul-Mukminin lainnya.
Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Ummu Salamah.
dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.
Sesungguhnya aku memuji Allah yang tidak ada ilah (Tuhan) melainkan Dia.
Amma ba’du.
Engkau sungguh telah merobek pembatas antara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. dan umatnya yang merupakan hijab yang telah ditetapkan keharamannya.
Sungguh Al-Qur’an telah memberimu kemuliaan, maka jangan engkau lepaskan. Dan Allah telah menahan suaramu, maka janganlah engkau niengeluarkannya Serta Allah telah tegaskan bagi umat ini seandainya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam. mengetahui bahwa kaum wanita memiliki kewajiban jihad (berperang) niscaya beliau berpesan kepadamu untuk menjaganya.
Tidakkah engkau tahu bahwasanya beliau melarangmu melampaui batas dalam agama, karena sesungguhnya tiang agama tidak bisa kokoh dengan campur tangan wanita apabila tiang itu telah miring, dan tidak bisa diperbaiki oleh wanita apabila telah hancur. Jihad wanita adalah tunduk kepada segala ketentuan, mengasuh anak, dan mencurahkan kasih sayangnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar