BAB VII
KONSEP REWARD AND PUNISHMENT
كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُفُّ عَبْدَ اللهِ وَ عُبَيْدَ
اللهِ وَ كَثِيْرًا مِنْ بَنِيْ الْعَبَّاسِ ثُمَّ يَقُوْلُ مَنْ سَبَقَ اِلَيَّ
فَلَهُ كَذَا وَ كَذَا قَالَ فَيَسْتَبِقُوْنَ اِلَيْهِ فَيَقَعُوْنَ عَلَى
ظَهْرِهِ وَ صَدْرِهِ فَيَقَبَّلُهُمْ وَ يَلْزَمُهُمْ (رَوَاهُ اَحْمَدْ )
“Pada suatu
ketika Nabi membariskan Abdullah, Ubaidillah, dan anak-anak paman beliau,
Al-Abbas. Kemudian, beliau berkata : “ Barang siapa yang terlebih dahulu sampai
kepadaku, dia akan mendapatkan ini dan itu.” Lalu mereka berlomba-lomba untuk
sampai kepada beliau. Kemudian mereka merebahkan diri di atas punggung dan dada
beliau. Kemudian, beliau menciumi dan memberi penghargaan.” ( HR. Ahmad )
عَنْ
عُمَرُوبْنُ شُعَيْبِ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُرُوْا اَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُم
اَبْنَاءُ سِنِيْنَ وَاضْرِبُهُمْ اَبْنَاءَ عَشَرَ وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِيْ
الْمَضَاجِعِ ( رَوَاهُ اَبُوْ دَاوُدَ )
“Dari Amr Bin
Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Raulullah SAW bersabda :
“perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka berusia tujuh
tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun jika mereka
meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.” (HR. Abu
Dawud)
عَنْ اَبِىْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ نَحْنُ نَتَنَزَّعُ فِيْ الْقَدْرِ فَغَضَبَ حَتَّى
اَحْمَرَ وَجْهُهُ حَتَّى كَأَنَّمَا فَقِئَ فِيْ وَجْنَتَيْهِ الرُّمَّانَ
فَقَالَ أَبِهَذَا أُمِرْتُمْ أَمْ بِهَذَا أُرْسِلَتْ إِلَيْكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ
مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حِيْنَ تَنَازَعُوْا فِيْ هَذَا الْأَمْرِ عَزَمْتَ
عَلَيْكُمْ أَلَّا تَتَنَازَعُوْا فِيْهِ (رَوَاهُ الْتِّرْمِذِيْ)
Dari Abu
Hurairah R.A, Ia berkata: “Suatu hari Rasulullah SAW keluar menemui kami yang
mana ketika itu kami berselisih mengenai persoalan qadar, maka beliau marah
sampai-sampai muka beliau memerah seakan-akan buah delima dibelah dikedua pipi
beliau, lalu beliau bersabda : ‘Apakah ini yang telah diperintahkan kepada
kalian? Ataukah untuk urusan ini aku diutus kepada kalian? Sesungghnya
orang-orang sebelum kalian rusak lantaran mereka berselisih dalam masalah ini.
Aku mengharuskan kepada kalian untuk tidak berselisih dalam masalah ini.
إِغْفِرْ
فَاِنْ عَاقَبْتَ فَعَاقِبْ بِقَدْرِ الذَّنْبِ وَاتَّقِ الْوَجْهَ
“Ampunilah,
jika engkau memukulnya maka pukullah sesuai dengan kesalahannya tetapi
hindarilah memukul muka”.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Reward and Punishment
Reward
artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Reward
sebagai alat pendidikan diberikan ketika seorang anak melakukan sesuatu yang
baik, atau telah berhasil mencapai sebuah tahap perkembangan tertentu, atau
tercapainya sebuah target. Dalam konsep pendidikan, reward merupakan salah satu
alat untuk peningkatan motivasi para peserta didik. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan
perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu
perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi, reward juga
bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau
meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh
Rasulullah, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud yang
bunyinya :
كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُفُّ عَبْدَ اللهِ وَ عُبَيْدَ
اللهِ وَ كَثِيْرًا مِنْ بَنِيْ الْعَبَّاسِ ثُمَّ يَقُوْلُ مَنْ سَبَقَ اِلَيَّ
فَلَهُ كَدَا وَ كَدَا قَالَ فَيَسْتَبِقُوْنَ اِلَيْهِ فَيَقَعُوْنَ عَلَى
ظَهْرِهِ وَ صَدْرِهِ فَيَقَبَّلُهُمْ وَ يَلْزَمُهُمْ (رواه احمد )
“Pada suatu ketika Nabi membariskan Abdullah,
Ubaidillah, dan anak-anak paman beliau, Al-Abbas. Kemudian, beliau berkata :
“ Barang siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku, dia akan mendapatkan ini
dan itu.” Lalu mereka berlomba-lomba untuk sampai kepada beliau. Kemudian mereka
merebahkan diri di atas punggung dan dada beliau. Kemudian, beliau menciumi dan
memberi penghargaan.” ( HR. Ahmad )
Sementara punishment diartikan sebagai hukuman atau
sanksi. punishment biasanya dilakukan ketika apa yang menjadi target tertentu
tidak tercapai, atau ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma-norma
yang diyakini oleh sekolah tersebut. Jika reward
merupakan bentuk reinforcement yang positif; maka punishment sebagai bentuk
reinforcement yang negatif, tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa
menjadi alat motivasi. Tujuan dari metode ini adalah menimbulkan rasa tidak
senang pada seseorang supaya mereka jangan membuat sesuatu yang jahat. Jadi,
hukuman yang dilakukan mesti bersifat pedagogies, yaitu untuk memperbaiki dan
mendidik ke arah yang lebih baik. Seorang guru atau orang tua
diperbolehkan memukul dengan pukulan yang tidak keras. Ini dilakukan ketika
beberapa cara seperti menasehati, menegur, tidak mempan juga. Hukuman ini
terutama menyangkut kewajiban shalat bagi anak-anak yang usianya telah mencapai
sepuluh tahun.
Nabi SAW bersabda :
عَنْ عُمَرُوبْنُ
شُعَيْبِ عَنْ اَبِيْهِ عَنْ جَدّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُرُوْا اَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُم اَبْنَاءُ
سِنِيْنَ وَاضْرِبُهُمْ اَبْنَاءَ عَشَرَ وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِيْ
الْمَضَاجِعِ ( رواه ابو داود )
“Dari Amr Bin
Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Raulullah SAW bersabda :
“perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka berusia tujuh
tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun jika mereka
meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.” (HR. Abu
Dawud)
Dalam nasehat Rasulullah itulah terkandung cara
mendidik anak yang dilandasi dengan kasih sayang, dan menomor duakan hukuman.
Bukankah beliau terlebih dahulu menyuruh membiasakan anak mengerjakan shalat
mulai usia tujuh tahun? Kalau tiga tahun setelah itu, ternyata belum juga
shalat, sangat wajar jika diberikan hukuman.
Hukuman sesungguhnya tidaklah mutlak diperlukan. Ada
orang-orang yang baginya teladan dan nasehat saja sudah cukup, tidak perlu lagi
hukuman. Tetapi manusia itu tidak sama seluruhnya diantara mereka ada yang
perlu dikerasi sekali-kali.
Hukuman bukan pula tindakan yang pertama kali
terbayang oleh seorang pendidik, dan tidak pula cara yang didahulukan.
Nasehatlah yang paling didahulukan begitu juga ajaran untuk berbuat baik, dan
tabah terus menerus semoga jiwa orang itu berubah sehingga dapat menerima
nasehat tersebut.
B.
Prinsip-Prinsip
Pemberian Reward and Punishment
1. Prinsip-Prinsip
Pemberian Punishment
a. Penilaian didasarkan pada ’perilaku’ bukan ’pelaku’. Untuk membedakan antara
’pelaku’ dan ’perilaku’ memang masih sulit. Apalagi kebiasaan dan presepsi yang tertanam kuat dalam pola pikir kita
yang sering menyamakan kedua hal tersebut. Istilah atau panggilan semacam ’anak
shaleh’, anak pintar’ yang menunjukkan sifat ’pelaku’ tidak dijadikan
alasan peberian penghargaan karena akan menimbulkan persepsi bahwa predikat
’anak shaleh’ bisa ada dan bisa hilang. Tetapi harus menyebutkan secara langsung
perilaku anak yang membuatnya memperoleh hadiah.
b. Pemberian penghargaan atau hadiah harus ada batasnya. Pemberian hadiah tidak
bisa menjadi metode yang dipergunakan selamanya. Proses ini cukup difungsikan
hingga tahapan penumbuhan kebiasaan saja. Manakala proses pembiasaan dirasa
telah cukup, maka pemberian hadiah harus diakhiri. Maka hal terpenting yang
harus dilakukan adalah memberikan pengertian sedini mungkin kepada anak tentang
pembatasan ini.
c. Penghargaan berupa perhatian. Alternatif bentuk hadiah yang terbaik bukanlah
berupa materi, tetapi berupa perhatian, baik verbal maupun fisik. Perhatian verbal bisa berupa komentar-komentar
pujian, seperti, ’Subhanallah’, Alhamdulillah’, indah sekali gambarmu’.
Sementara hadiah perhatian fisik bisa berupa pelukan, atau acungan jempol.
d. Dimusyawarahkan kesepakatannya. Setiap anak yang ditanya tentang hadiah yang dinginkan, sudah barang tentu
akan menyebutkan barang-barang yang ia sukai. Maka disinilah dituntut
kepandaian dan kesabaran seorang guru atau orang tua untuk mendialogkan dan
memberi pengertian secara detail sesuai tahapan kemampuan berpikir anak, bahwa tidak semua keinginan kita dapat terpenuhi.
e.
Distandarkan pada proses, bukan hasil. Banyak orang lupa, bahwa proses jauh
lebih penting daripada hasil. Proses pembelajaran, yaitu usaha yang dilakukan
anak, adalah merupakan lahan perjuangan yang sebenarnya. Sedangkan hasil yang
akan diperoleh nanti tidak bisa dijadikan patokan keberhasilannya.
2.
Prinsip-Prinsip
Pemberian Punishment
a. Kepercayaan terlebih dahulu kemudian hukuman. Metode terbaik yang tetap
harus diprioritaskan adalah memberikan kepercayaan kepada anak. Memberikan
kepercayaan kepada anak berarti tidak menyudutkan mereka dengan
kesalahan-kesalahannya, tetapi sebaliknya kita memberikan pengakuan bahwa kita
yakin mereka tidak berniat melakukan kesalahan tersebut, mereka hanya khilaf
atau mendapat pengaruh dari luar.
b. Hukuman distandarkan pada perilaku. Sebagaimana halnya pemberian hadiah yang
harus distandarkan pada perilaku, maka demikian halnya hukuman, bahwa hukuman
harus berawal dari penilaian terhadap perilaku anak, bukan ’pelaku’ nya. Setiap
anak bahkan orang dewasa sekalipun tidak akan pernah mau dicap jelek, meski
mereka melakukan suatu kesalahan.
c. Menghukum tanpa emosi. Kesalahan yang paling sering dilakukan orangtua dan
pendidik adalah ketika mereka menghukum anak disertai dengan emosi kemarahan.
Bahkan emosi kemarahan itulah yang menjadi penyebab timbulnya keinginan untuk
menghukum. Dalam kondisi ini, tujuan sebenarnya dari pemberian hukuman yang
menginginkan adanya penyadaran agar anak tak lagi melakukan kesalahan, menjadi
tak efektif.
d.
Hukuman sudah disepakati. Sama seperti metode pemberian hadiah yang harus
dimusyawarahkan dan didiologkan terlebih dahulu, maka begitu pula yang harus
dilakukan sebelum memberikan hukuman. Adalah suatu pantangan memberikan hukuman
kepada anak, dalam keadaan anak tidak menyangka ia akan menerima hukuman, dan
ia dalam kondosi yang tidak siap. Mendialogkan peraturan dan hukuman dengan
anak, memiliki arti yang sangat besar bagi si anak. Selain kesiapan menerima
hukuman ketika melanggar juga suatu pembelajaran untuk menghargai orang lain
karena ia dihargai oleh orang tuanya.
e. Tahapan pemberian hukuman. Dalam memberikan hukuman tentu harus melalui
beberapa tahapan, mulai dari yang teringan hingga akhirnya jadi yang terberat.
C. Keseimbangan
antara Reward and Punishment
Segala sesuatu perlu ukuran, perlu keseimbangan.
Yaitu proporsi ukuran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Belum tentu
ukuran tersebut harus berbagi sama. Keseimbangan imbalan dan hukuman pun tidak
berarti harus diberikan dalam porsi sama, satu-satu.
Yang akan dipakai sebagai standar keseimbangan
adalah sama seperti standar yang dipergunakan Allah SWT dalam memberikan pahala
dan dosa bagi hamba-hambaNya. Seperti kita ketahui, Allah menjanjikan pahala
bagi manusia, untuk sekedar sebuah niat berbuat baik. Manakala niat itu
diwujudkan dalam bentuk sebuah amal, Allah akan membalasnya dengan pahala yang
bukan hanya satu, melainkan berlipat ganda. Sebaliknya, Allah mempersulit
pemberian dosa bagi hambaNya. Niat untuk
bermaksiat belumlah dicatat sebagai dosa, kecuali niat itu terelaksana, itupun
bisa segera Dia hapuskan ketika kita segera beristigfar.
Keseimbangan inilah yang harus kita teladani
dalam memberikan imbalan dan hukuman kepada anak. Kita harus mengutamakan dan
mempermudah memberikan penghargaan dan hadiah kepada anak dan meminimalkan
pemberian hukuman.
Metode pemberian hukuman adalah cara terakhir yang dilakukan, saat sarana atau metode lain mengalami kegagalan dan
tidak mencapai tujuan. Saat itu boleh melakukan penjatuhan hukuman. Dan ketika
menjatukan hukuman harus mencari waktu yang tepat serta sesuai dengan kadar
kesalahan yang dilakukan
D.
Contoh Konkret
Reward and Punishment
1.
Contoh
konkret reward
Pujian yang
mendidik. Seorang guru yang sukses hendaknya memberi pujian kepada siswanya
ketika ia melihat tanda yang baik pada perilaku siswanya. Misalnya ketika ada
seorang murid yang telah memberikan jawaban atas pertanyaan yang ia diberikan.
Memberi
Hadiah. Seorang guru hendaknya merespon apa yang disukai seorang anak. Ia harus
bisa memberikan hadiah-hadiah tersebut pada kesempatan yang tepat. Misalnya,
kepada siswa yang rajin, berakhlak mulia, dan lain sebagainya.
Mendoakan. Seorang guru hendaknya
memberi motivasi dengan mendoakan siswanya yang rajin, sopan dan rajin
mengerjakan shalat. Sang guru bisa saja mendoakan dengan mengatakan, “ Semoga
Allah memberikan taufik untukmu,” “Saya harap masa depanmu cemerlang”.
Papan
Prestasi yang ditempatkan di lokasi strategis pada lingkungan sekolah merupakan
sarana yang sangat bermanfaat. Pada papan nama itu, dicatat nama-nama siswa
berprestasi, baik dari berperilaku, kerajinan, kebersihan maupun dalam pelajarannya.
Menepuk
pundak. Pada saat salah seorang siswa maju ke depan kelas untuk menjelaskan
pelajaran atau menyampaikan hafalannya, dll. Maka seorang guru sudah
sepantasnya bila menepuk pundak siswa tersebut pada saat ia melaksanakan
tugasnya dengan baik. Ini dilakukan untuk memberi motivasi padanya.
2.
Contoh
Konkret Punishment ( Sanksi yang Mendidik )
Menasehati
dan memberi arahan. Keduanya merupakan metode dasar dalam pendidikan dan
pengajaran yang sangat diperlukan. Pendidik agung kita, Nabi Muhammad SAW,
telah melaksanakan metode ini kepada anak kecil dan pada orang dewasa.
Bermuka
masam. Seorang guru dapat saja kadang-kadang memasang muka masam di hadapan
murid-muridnya jika ia melihat kegaduhan. Ini dilakukan agar ia dapat menjaga
ketenangan dan ketrentaman proses belajar mengajar. Tentu ini lebih baik
daripada membiarkan para siswa terlebih dulu, hingga kelewatan baru guru
tersebut menjatuhkan sanksi para siswa.
Membentak.
Seringkali seorang guru terpaksa membentak salah seorang siswa yang banyak
mengajukan pertanyaan yang mengganggu proses belajar mengajar. Atau siswa yang
berani melecehkan si guru dan melakukan kesalahan-kesalahan lain.
Melarang
melakukan sesuatu. Pada saat si guru melihat sebagian muridnya ribut berbicara
pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar, maka bisa saja si guru
melarang muridnya itu bebicara dengan suara keras. Nabi Muhammad SAW juga
meminta seseorang yang bersendau gurau di hadapan beliau untuk menahan
serdawanya, “Tahanlah serdawanmu pada saat bersama kami.”
Berpaling.
Dengan keberpalingan ini sang guru atau ayahnya, siswa akan merasa ia telah
melakukan kesalahan. Dengan begitu, ia tidak akan mengulangi kesalahannya
itu.
Tidak
menyapa. Seseorang pendidik dapat saja tidak menyapa anak atau siswanya ketika
mereka meniggalkan shalat atau menonton bioskop misalnya. Waktu terlama tidak
menyapa adalah tiga hari. Ini berdasar sabda Nabi SAW, “Seorang muslim tidak
dibenarkan mendiamkan saudaranya di atas tiga hari.”
Teguran. Seorang pendidik harus
menegur siswa atau anaknya pada saat ia melakukan dosa besar dan tidak mempan
lagi dengan nasihat dan arahan.
Sanksi sang ayah. Jika seorang siswa
berulang kali melakukan kesalahan, maka seorang guru hendaknya mengirim anak
pada walinya dan memintanya untuk memberikan sanksi setelah terlebih dahulu
memberi nasihat pada si anak. Dengan begitu akan terjadi kerjasama yang baik
antara pihak sekolah dan orang rumah dalam mendidik anak didik.
Menggantungkan tongkat. Dianjurkan
seorang guru dan seorang pendidik menggantungkan cambuk yang diletakkan di
tembok kelas agar para siswa dapat melihatnya lalu menjadi jera dengan sanksi
itu. Ini berdasar hadis Nabi SAW, “Gantunglah cambuk sehingga dapat dilihat
oleh semua anggota keluarga, karena itu pengajaran yang baik bagi mereka.
Memukul tidak keras. Seorang guru
dan seorang ayah diperbolehkan memukul dengan pukulan yang tidak keras. Ini
dilakukan jika beberapa cara di atas tidak mempan juga.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Muhammad
Jameel Zeeno, Resep Menjadi Pendidik Sukses Berdasarkan Petujuk
Al-Qur’an dan Teladan Nabi Muhammad, Jakarta ; Hikmah, 2005.
Ø Irawati
Istadi, Mendidik dengan Cinta, Pustaka Inti ; Jakarta, 2002.
Ø Salman
Harun, Sistem Pendidikan Islam, PT. Al-Ma’arif ; Bandung, 1984,
Ø http : //my
opera.com/Subchi-Al-Fikri/blog/penghargaan(reward)-dan-hukuman(punishment)-dalam-pendidikan-islam.
Ø Muhammad Kosim, Antara Reward dan Punishment, Rubrik Artikel, Padang
Ekspres, Senin, 09 Juni 2008.
Ø Mu’jam
Mufahras Li Alfadil Ahadis
Ø Sunan
Turmudi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar