BAB IV
TEORI PERENCANAAN PENDIDIKAN
عَنْ ابْنِ
عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُما قَالَ : أَخَذَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكَبَىْ فَقَالَ: كُنْ فِى الدُّنْيَا كَاَنَّكَ غَرِيْبٌ
اَوْ عَابِرٌ سَبِيْلٌ . كَانَ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُما يَقُوْلُ إِذَا
اَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرُ الصَّبَاحَ وَ إِذَا اَصْبَحَتْ فَلَا تَنْتَظِرُ
الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرْضَكَ وَ مِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
(رَوَاهُ الْبُخَارِى)
Dari Ibnu
Umar R.A ia berkata, Rasulullah SAW telah memegang pundakku, lalu beliau
bersabda: “Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan perantau (orang asing) atau
orang yang sedang menempuh perjalanan. Ibnu Umar berkata: “Jika engakau diwaktu
sore maka jangan menunggu sampai waktu pagi dan sebaliknya, jika engkau diwaktu
pagi maka janganlah menunggu sampai diwaktu sore, dan gunakanlah sehatmu untuk
sakitmu, dan gunakanlah hidupmu untuk matimu” . (HR. Bukhori)
قَالَ
أَمِيْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِانِّيَاتِ إِنَّمَا
لِكُلِّ لِإِمْرِءٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَ
رَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ اِلَى اللهِ وَ رَسُوْلِهِ وِمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
لِدُّنْيَا يُسِيْبَهَا اَوْ اِمْرَأَةً يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ اِلَى مَا
هَجَرَ اِلَيْهِ (رَوَاهُ الْبُخَارِى وَمُسْلِمْ )
Amirul
mukminin Umar bin Khottob RA, berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:”
Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai niatnya. Barang siapa yang
berpijak hanya karena Allah dan Rasulnya, dan barang siapa yang hijrahnya
karena dunia dan yang diharapkan atau wanita yang ia nikahi, Maka hijrahnya itu
menuju apa yang ia inginkan. (HR. Bukhori dan
Muslim)
قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ
خَمْسٍ . شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ . وَصِحَتَكَ قَبْلَ سَقَهَكَ وَ غَنَمِكَ
قَبْلَ فَقْرُكَ وَ فَرَغَكَ قَبْلَ سَغَلُكَ وَ حَيَتُكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkalah
lima perkara sebelum datangnya lima perkara : masa mudamu sebelum datang masa
tuamu, masa sehatmu sebelum datang masa tuamu, masa kayamu sebelum masa
fakirmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum masa
matimu.”
Teori perencanaan
Pendidikan
Menurut Hudson
dalam Tanner dalam Maswarita (2010), teori perencanaan meliputi, antara lain:
synoptic, incremental, transactive, advocacy, dan radikal. Selanjutnya
di kembangkan oleh tanner (1981) dengan nama teori SITAR sebagai penggabungan
dari taksonomi Hudson.
1. Teori
Synoptic
Disebut juga system
planning, rational system approach, rasional comprehensive
planning. Menggunakan model berfikir system dalam perencanaan, sehingga objek
perencanaan dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulat, dengan satu tujuan
yang disbebut visi. Langkah-langkah dalam perencanaan ini meliputi ; (a)
pengenalan masalah, (b), mengestimasi ruang lingkup problem (c) mengklasifikasi
kemungkinan penyelesaian, (d) menginvestigasi problem, (e) memprediksi
alternative, (f) mengevaluasi kemajuan atas penyelesaian spesifik.
Didasarkan pada
kemampuan institusi dan kinerja personalnya. Bersifat desentralisasi dan tidak
cocok untuk jangka panjang. Jadi perencanaan ini menekankan perencanaan dalam
jangka pendek saja. Yang dimaksud dengan desentralisasi pada teori ini adalah
si perencana dalam merencanakan objek tertentu dalam lembaga pendidikan, selalu
mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan.
2. Teori transactive
Menekankan pada
harkat individu yang menjunjung tinggi kepentingan pribadi dan bersifat
desentralisasi, suatu desentralisasi yang transactive yaitu berkembang dari
individu ke individu secara keseluruhan. Ini berarti penganutnya juga
menekankan pengembangan individu dalam kemampuan mengadakan perencanaan.
3. Teori advocacy
Menekankan
hal-hal yang bersifat umum, perbedaan individu dan daerah diabaikan. Dasar
perencanaan tidak bertitik tolak dari pengamatan secara empiris, tetapi
atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan bernilai advocacy
(mempertahankan dengan argumentasi).
Kebaikan teori
ini adalah untuk kepentingan umum secara nasional. Karena ia meningkatkan kerja
sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan terhadap minoritas,
menekankan hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang
memakai teori ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah/ atau badan pusat.
4. Teori radikal
Teori ini
menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi lokal untuk melakukan
perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat dengan cepat mengubah keadaan
lembaga supaya tepat dengan kebutuhan.
Perencanaan ini
bersifat desentralisasi dengan partisipasi maksimum dari individu dan minimum
dari pemerintah pusat / manajer tertinggilah yang dapat dipandang perencanaan
yang benar. Partisipasi disini juga mengacu kepada pentingnya kerja sama antar
personalia. Dengan kata lain teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan
dapat mandiri menangani lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri
menangani pendidikannya.
5. Teori SITAR
Merupakan
gabungan kelima teori diatas sehingga disebut juga complementary planning
process. Teori ini menggabungkan kelebihan dari teori diatas sehingga lebih
lengkap. Karena teori ini memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat atau
lembaga tempat perencanaan itu akan diaplikasikan, maka teori ini menjadi
SITARS yaitu S terakhir adalah menunjuk huruf awal dari teori situational.
Berarti teori baru ini di samping mengombinasikan teori-teori yang sudah ada
penggabungan itu sendiri ada dasarnya ialah menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi lembaga pendidikan dan masyarakat. Jadi dapat kita simpulkan bahwa
teori-teori diatas mempunyai persamaan dan pebedaannya.
Persamaannya:
1.Mempunyai
tujuan yang sama yaitu pemecahan masalah
2.Mempunyai
obyek perencanaan yang sama yaitu manusia dan lingkungan sekitarnya.
3.Mempunyai
beberapa persyaratan data, keahlian, metode, dan mempunyai konsistensi internal
walaupun dalam penggunaannya terdapat perbedaan penitikberatan.
4.Mempertimbangkan
dan menggunakan sumberdaya yang ada dalam pencapaian tujuan
Sedangkan Perbedaannya adalah :
1.Perencanaan
synoptic lebih mempunyai pendekatan komprehensif dalam pemecahan
masalah dibandingkan perencanaan yang lain, dengan lebih mengedepankan
aspek-aspek metodologi, data dan sangat memuja angka atau dapat dikatakan
komprehensif rasional. Hal ini yang sangat minim digunakan dalam 4 pendekatan
perencanaan yang lain.
2.Perencanaan
incremental lebih mempertimbangkan peran lembaga pemerintah dan sangat
bertentangan dengan perencanaan advokasi yang cenderung anti kemapanan dan
perencanaan radikal yang juga cenderung revolusioner.
3.Perencanaan
transactive mengedepankan faktor – faktor perseorangan / individu
melalui proses tatap muka dalam salah satu metode yang digunakan, perencanaan
ini kurang komprehensif dan sangat parsial dan kurang sejalan dengan
perencanaan Synoptic dan Incremental yang lebih komprehensif.
4.Perencanaan
advocacy cenderung menggunakan pendekatan hukum dan obyek
yang mereka ambil dalam perencanaan adalah golongan yang lemah. Perencanaan ini
bersifat sosialis dengan lebih mengedepankan konsep kesamaan dan hal keadilan
sosial.
5.Perencanaan
Radikal seakan – akan tanpa metode dalam memecahkan masalah dan muncul
dengan tiba-tiba (spontan) dan hal ini sangat kontradiktif dengan pendekatan
incremental dan synoptic yang memepertimbangkan aturan – aturan yang
ada baik akademis/metodologis dan lembaga pemerintahan yang ada.
B.
Pendekatan Social Demand
1.Pengertian pendekatan Social
Demand
Menurut
Vembrianto (1985:46) “Pendekatan kebutuhan sosial atau social demand
adalah suatu pendekatan dalam perencanaan pendidikan yang didasarkan atas
tuntutan atau kebutuhan sosial akan pendidikan”.
Pendekatan
sosial demand atau kebutuhan sosial atau tuntutan sosial adalah suatu
istilah yang kabur dan mengcaukan(jarang digunakan oleh pendidik) dan dapat
diartikan bermacam-macam. “Arti yang paling umum digunakan adalah kumpulan
tuntuntan yang umum untuk memperoleh pendidikan, yakni jumlah dari tuntutan
individu akan pendidikan di suatu tempat, pada suatu waktu tertentu, di dalam suatu
budaya politik dan ekonomi tertentu”. (Coombs, 1982:33)
Sedangkan
menurut A. W. Guruge dalam Udin S (2005:234) “Pendekatan kebutuhan sosial
adalah pendekatan tradisional bagi pembangunan pendidikan dengan menyediakan
lembaga-lembaga dan fasilitas demi memenuhi tekanan-tekanan untuk memasukkan
sekolah serta memungkinkan pemberian kesempatan kepada pemenuhan
keinginan-keinginan murid dan orangtuanya secara bebas”.
Perencanaan
pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh para ahli disebut
dengan pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang
hendak dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada
tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan
pendidikan dasar, pemberian layanan pembelajaran untuk membebaskan populasi
usia sekolah dari tuna aksara (buta huruf), dan pemberian layanan pendidikan
untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari penjajahan, kebodohan dan
kemiskinan. Oleh karena itu, pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya
dilaksanakan pada negara yang baru merdeka dengan kondisi masyarakat yang masih
terbelakang kondisi pendidikan dan sosial ekonominya.
Menurut Timan
(2004:25) terdapat beberapa kritik utama yang ditujukan pada pendekatan sosial
demand dalam perencanaan pendidikan, antara lain:
a.Pendekatan ini
tidak memikirkan tentang berapa sumber-sumber biaya yang tersedia untuk
pendidikan.
b.Dalam
pendekatan ini tidak diingat adanya sifat dan pola tenaga kerja yang dibutuhkan
oleh dunia perekonomian dan akan berlebih-lebihan menghasilkan tenaga skerja
dalam satu bidang sedangkan yang lainnya sangat kekurangan.
c.Pendekatan ini
cenderung memberikan stimulasi demand yang berlebihan, understimate
dalam pembiayaan, dan mengarahkan pembagian sumber yang sangat kecil.
Menurut Davis
dalam Effendi (2000:24) Social demand diaplikasikan pada tiga bentuk
perencanaan yang berbeda, bentuk-bentuk tersebut antara lain adalah:
1.Bila yang
ditargetkan adalah pendidikan dasar, biasanya dinyatakan dalam term-term
demografis, misalnya semua anak yang berumur 7-12 th mendapatkan
pendidikan dasar.
2.Bila rencana
mentargetkan pada tujuan nasional yang ditunjang oleh nilai-nilai etis sosial,
misalnya semua warga Negara berhak atas pendidikan dasar.
3.Bila proyeksi
rencana didasarkan pada analisis kebutuhan yang disamakan untuk semua tingkat
dan jenis pendidikan.
2. Kelebihan pendekatan Social
Demand
Ada beberapa
kelebihan dalam penggunaan pendekatan kebutuhan sosial dalam perencanaan
pendidikan. Di antara sisi positif dari pendekatan ini antara lain adalah
pendekatan ini lebih cocok untuk diterapkan pada masyarakat atau negara yang
baru merdeka dengan kondisi kebutuhan sosial, khususnya layanan pendidikan
masih sangat rendah atau masih banyak yang buta huruf. Selain itu pendekatan
ini akan lebih cepat dalam memberikan pemerataan layanan pendidikan dasar yang
dibutuhkan pada warga masyarakat, karena keterbelakangan di bidang pendidikan
akibat penjajahan, sehingga layanan pendidikan yang diberikan langsung bersentuhan
dengan kebutuhan sosial yang mendasar yang dirasakan oleh masyarakat.
3.Kekurangan pendekatan Social
Demand
Selain
kelebihan, pendekatan kebutuhan sosial ini juga memiliki beberapa kekurangan.
Menurut Arifin (2010) kekurangan pendekatan sosial ini antara lain adalah:
a.Pendekatan ini
cenderung hanya untuk menjawab persoalan yang dibutuhkan masyarakat pada saat
itu, yaitu pemenuhan kebutuhan atau tuntutan layanan pendidikan dasar
sebesar-besarnya, sehingga mengabaikan pertimbangan efisiensi pembiayaan
pendidikan.
b.Pendekatan ini
lebih menekankan pada aspek kualitas (jumlah yang terlayani
sebanyak-banyaknya), sehingga kurang memperhatikan kualitas dan efektivitas
pendidikan. Oleh karena itu pendekatan ini terkesan lebih boros.
c.Pendekatan ini
mengabaikan ciri-ciri dan pola kebutuhan man power yang diperlukan di
sektor kehidupan ekonomi, dengan demikian hasil atau output pendidikan
cenderung kurang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini.
d. Pendekatan
ini lebih menekankan pada aspek pemerataan pendidikan (dimensi kuantitatif) dan
kurang mementingkan aspek kualitatif. Di samping itu pendekatan ini kurang
memberikan jawaban yang tepat dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, karena
lebih menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan sosial, sementara aspek atau
bidang kehidupan yang lain kurang diperhatikan.
Ada tiga kritik
yang penting sehubungan dengan pendekatan tuntutan sosial ini, khususnya yang
dilancarkan oleh para ahli ekonomi; yaitu sebagai berikut (Coombs, 1987:35).
1.Pendekatan ini
mengabaikan masalah besarnya sumber alokasi nasional dan menganggap
bahwa tidak menjadi masalah berapa banyak
sumber itu mengalir untuk pendidikan yang
seharusnya dapat dipakai dengan baik untuk
pembangunan nasional secara keseluruhan.
2.Pendekatan ini
mengabaikan sifat dan macam tenaga kerja yang dihasilkan yang diperlukan
oleh sektor ekonomi, jenis tertentu terlalu
banyak dan jenis lain berkurang
3.Pendekatan ini
cenderung terlalu merangsang timbulnya tuntutan masyarakat untuk
memperoleh pendidikan, meremehkan biaya, dan
memeratakan sumber dana yang terbatas
untuk terlalu banyak murid yang
mengakibatkan menurunnya kualitas dan efektifitas
sedemikian rupa sehingga pendidikan menjadi
sesuatu bentuk penanaman modal yang
diragukan.
Maswarita (2010)
Pendekatan model kebutuhan sosial ini didasarkan atas keperluan masyarakat saat
ini dan menitik beratkan pada pemerataan pendidikan seperti wajib belajar
(wajar 9 tahun). Kekurangannya pendekatan model ini adalah; (1) mengabaikan
alokasi dalam skala nasional, (2) mengabaikan kebutuhan perencanaan
ketenagakerjaan, (3) cenderung hanya menjawab problem pemerataan dengan lebih
mengutamakan kuantitas daripada kualitas pendidikan.
4.Tujuan pendekatan Social
Demand
Pendekatan ini
menitik beratkan pada tujuan pendidikan yang mengandung misi pembebasan
terutama bagi negara-negara berkembang yang kemerdekaannya baru saja diperoleh
setelah melalui perjuangan pembebasan yang sangat lama. Pendidikan membebaskan
rakyat dari rasa ketakutan, dari penjajahan, kebodohan dan kemiskinan. Misi
pembebasan yang menjiwai tuntutan terhadap pendidikan merupakan tekanan keras
bagi penyelenggara pendidikan.
Dengan melihat
karakteristik tuntutan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan ini lebih
menekankan pemerataan kesempatan atu kuantitatif, dibandingkan dengan aspek
kualitatif. Karena itu pendidikan dasar merupakan prioritas utama yang harus
diberikan kepada setiap anak usis SD. Kewajiban belajar merupakan manifestasi
dari tuntutan sosial ini untuk membebaskan populasiusia sekolah dari tuna
aksara.
Tujuan
pendekatan ini adalah untuk memenuhi tuntutan atu permintaan seluruh individu
terhadap pendidikan pada tempat dan waktutertentu dalam situasi perekonomian
politik dan kebudayan yang ada pada waktu itu. Ini berarti bahwa sektor
pendidikan harus menyediakan lembaga-lembaga pendidikan serta fasilitas untuk
menampung seluruh kelompok umur yang ingin menerima pendidikan. Jika jumlah
tempat yang tersedia masih lebih kecil daripadajmlah tempat yang seharusnya
ada, maka dikatakan bahwa permintaan masyarakat melebihi penyediaan.
5. Analisis Kebutuhan Sosial
Apabila
pendekatan kebutuhan sosial ini dipergunakan, maka tugas para perencana
pendidikan harus memperkirakan kebutuhan pada masa yang akan datang dengan
menganalisa:
a.Pertumbuhan
penduduk
b.Partisipasi
dalam pendidikan (yakni dengan menghitung prosentase penduduk yang
bersekolah)
c.Arus murid
dari kelas satu ke kelas yang lebih tinggi dan dari satu tingkat ke tingkat
pendidikan yang lebih tinggi (misalnya dari
SD ke SLTP ke SMA dan ke perguruan
tinggi).
d.Pilihan atau
keinginan masyarakatdari individu tentang jenis-jenis pendidikan.
Selanjutnya para
perencana diminta untuk merencnakan penggunaan tenaga dan fasilitas yang
adasecara optimal dan memobilisasikan dana dan daya upaya agar supaya
permintaan masyarakat terhadap pendidikan menjadi terpenuhi. Dalam banyak
negara, penyediaan pendidikan dasar baik dalam sekolah maupun di luar sekolah
didasarkan pada pendekatan permintaan masyarakat.
Pendekatan
seperti ini sukar diukur dan diteliti, kecuali untuk negara yang sudah
melaksanakan undang-undang kewajiban belajar serta mempunyai data lengkap atau
adanya kebijakan pemerintah.
6. Pertimbangan dalam menyusun
pendekatan Social Demand
Menurut
Efendi(2000:25) ada beberapa hal yan perlu diperhitungkan dalam menggunakan
pendekatan kebutuhan sosial ini, antara lain adalah:
a.Adanya
kewajiban belajar yanng dikeluarkan oleh pemerintah.
b.Kondisi-kondisi
sosial ekonomis yang memungkinkan untuk menyekolahkan anak.
c.Kondisi-kondisi
sosial yang ada pada masyarakat.
d.Kemauan orang
dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat.
e.Motif untuk
maju yang ada pada masayarakat ataupun yang sudah berkembang
khususnya pada anak-anak usia sekolah.
f. Tersedianya
sumber-sumber dana berupa beasiswa.
Selain itu,
menurut Arifin (2010), hal yang perlu diperhatikan oleh penyusun dalam
merancang perencanaan pendidikan dengan pendekatan kebutuhan sosial, antara
lain adalah:
a.Melakukan
analisis tentang pertumbuhan penduduknya.
b.Melakukan
analisis tentang tingkat partisipasi warga masyarakatnya dalam pelaksanaan
pendidikan, misalnya melakukan analisis presentase
penduduk yang berpendidikan dan
yang tidak berpendidikan, yang dapat
memberikan kontribusi dalam peningkatan layanan
pendidikan di setiap satuan pendidikan.
c.Melakukan
analisis tentang dinamika atau gerak peserta didik dari sekolah tingkat dasar
sampai perguruan tinggi, misalnya kenaikan
kelas, kelulusan dan dropout.
d.Melakukan
analisis tentang minat atau keinginan warga masyarakat tentang jenis layanan
pendidikan di sekolah.
e.Melakukan
analisis tentang tenaga pendidik dan kependidikan yang dibutuhkan, dan dapat
difungsikan secara maksimal dalam proses layanan
pendidikan.
f.Melakukan
analisis tentang keterkaitan antara output satuan pendidikan dengan
tuntutan
masyarakat atau kebutuhan sosial di
masyarakat.
C.
Pendekatan Man Power
1. Pengertian pendekatan Man Power
Menurut Effendi
(2000:26) “Pendekatan man power adalah pendekatan yang lebih
menekankan pada pendayagunaan tenaga kerja hasil suatu sistem pendidikan”.
Sedangkan menurut Yagi (2010) ”Pendekatan ketenagakerjaan merupakan
pendekatan yang mendisain perencanaan pendidikan dikaitkan dengan pengembangan
tenaga manusia melalui pendidikan, guna memenuhi tuntutan kebutuhan sektor
perekonomian”. Dengan demikian, perencanaan pendidikan yang menggunakan
pendekatan terhadap penerimaan ketenagakerjaan akan mengidentifikasikan
mengenai besarnya kebutuhan tenaga kerja untuk kurun waktu tertentu.
“Pengembangan
sumber daya manusia melalui sistem pendidikan adalah suatu syarat yang penting
untuk perkembangan ekonomi dan merupakan suatu penanaman sumber daya yang
langka yang baik, hasil pola dan kualitas pendidikan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja”. (Coombs, 1982:34).
Pendekatan
tenaga kerja berguna untuk mengatasi kesenjangan tenaga kerja dan
ketidakseimbangan yang ekstrim dalam pola hasil pendidikan yang membutuhkan
perbaikan. Pendekatan ini hampir tidak memerlukan penelitian statistik
yang terperinci. Pendekatan tenaga kerja dapat juga memberikan bimbingan yang
bermanfaat bagi pendidik tentang bagaimana kualifikasi pendidikan pekerja untuk
dikembangkan di masa mendatang. Misalnya, bagaimana seharusnya proporsi relatif
dari orang yang berpendidikan atau tingkat pendidikan yang lebih rendah,
pendidikan menengah, dan berbagai latihan setelah pendidikan tingkat menengah.
Hal ini sangat berguna untuk diketahui para perencana pendidikan, tetapi jauh
berbeda dari syarat-syarat tenaga kerja yang terperinci (Coombs, 1987: 37).
Perlu
diperhatikan pula bahwa perhitungan kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan
lapangan kerja yang tersedia maupun yang akan tersedia tidak terlepas dari
faktor kualitas yang diharapkan. Semua ini mempunyai implikasi bahwa seorang
perencana pendidikan setidak-tidaknya dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan
perkembangan, baik secara kualitas maupun kualitas, terutama menyangkut
sektor-sektor ekonomi dengan pedistribusian yang dapat diproyeksi. Timan
(2004:17) “Pertumbuhan ekonomi tidak hanya memerlukan sumber dan fasilitas
fisik, tetapi juga memerlukan sumber-sumber manusia yang mengorganisasi dan
menggunakan fasilitas fisik. Jadi pengembangan sumber manusia melalui
sistem pendidikan adalah suatu syarat penting untuk pertumbuhan ekonomi dan
suatu investasi yang baik dari sumber-sumber yang langka, dengan menentukan
pola dan mutu output pendidikan sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja
di bidang perekonomian”.
Banyak ahli ekonomi
yang menyukai pendekatan man power terhadap perencanaan pendidikan.”
Argumen yang mendukungnya secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
pertumbuhan ekonomi adalah sumber utama suatu pembangunan nasional secara
menyeluruh dan oleh karenanya menjadi pertimbangan utama dalam mengalokasikan
sumber-sumbernya”. (Timan, 2004:26)
2.Kelebihan pendekatan Man Power
Menurut Arifin
(2010) ada beberapa kelebihan dari pendekatan man power, antara lain
adalah:
a.Prospek
pembelajaran atau layanan pendidikan di satuan pendidikan mempunyai aspek
korelasionalyang tinggi dengan tuntutan
dunia kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat.
b.Pendekatan ini
mengharuskan adanya keterjalinan yang erat antaralembaga pendidikan d
engan dunia usaha dan industri, hal ini
tentu sangat positif untuk meminimalisir terjadinya
kesenjangan antara dunia pendidikan dengan
dunia industri dan usaha.
3.Kekurangan pendekatan Man Power
Selain
kelebihan, pendekatan ketenagakerjaan ini juga mempunyai beberapa kekurangan,
antara lain:
a.Mempunyai
peranan yang terbatas terhadap perencanaan pendidikan, karena pendekatan ini
telah mengabaikan peran sekolah menengah umum, dan lebih mengutamakan sekolah
menengah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja.”Dibandingkan dengan
lembaga pendidikan umum, pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang
berbeda. Lembaga pendidikan kejuruan lebih menekankan pada usaha mempersiapkan
peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertantu” (UUSPN dalam Wena,
1997:1). Namun dalam realitasnya masih banyak lulusan sekolah menengah kejuruan
yang menganggur (outputnya tidak terserap di dunia kerja).
b. Perencanaan
ini lebih menggunakan orientasi, klasifikasi, dan rasio antara permintaan dan
persediaan.
c. Tujuan
utamanya untuk memenuhi dunia kerja, sedangkan disisi lain tuntutan dunia kerja
selalu berubah-ubah(bersifat dinamik) begitu cepat, sehingga lembaga pendidikan
kejuruan sering kurang mampu mengatasinya dengan baik.
Selain itu
kesalahan penerapan pendekatan man power antara lain: pertama,
pendekatan ini memberi bimbingan terbatas kepada para perencana pendidikan.
Tidak pernah membicarakan pendidikan dasar (karena memang kurang berhubungan
dengan pekerjaan), bahkan implikasinya menghambat perluasan pendidikan dasar.
Sebagian besar studi man power mengarahkan perhatiannya kepada man
power tingkat tinggi yang dibutuhkan oleh sektor modern(sebagian besar
tenaga kerja kota). Jadi perencana diberi data yang tidak berguna bagi
pendidikan orang-orang yang akan menjadi tenaga kerja bangsa di masa depan yang
sebagian besar memerlukan tenaga kerja semi-terampil dan tidak terampil di
kota, serta tenaga kerja yang sebagian besar hidup di desa.
Kedua,
klasifikasi pekerjaan dan rasio tenaga kerja(umpamanya, rasio yang diinginkan
antara insinyur dan tenaga teknis, dokter dan perawat) yang digunakan dalam
mengadakan studi man power di negara-negara sedang berkembang, begitu
juga asumsi kualifikasi pendidikan bagi setiap pekerjaan, biasanya dipinjam
dari negara industri dan tidak sesuai dengan kenyataan di negara sedang
berkembang tersebut. Rencana pendidikan yang didasarkan pada asumsi yang salah
dapat berakibat salahnya persiapan generasi muda untuk jabatan yang akan
dipangkunya.
Ketiga adalah
ketidakmungkinan membuat perkiraan yang dapat dipercaya tentang kebutuhan
man power untuk menjadi nilai nyata perencanaan pendidikan, karena
banyaknnya faktor terlibat. Makin terperinci dan makin panjangnya suatu
perkiraan, makin tidak dapat dipercaya kebenarannya.
Menurut
Vembrianto(1985: 48) Pendekatan man power ini mempunyai
kelemahan-kelemahan, yaitu :
1.
Pendekatan ini mempunyai peranan yang terbatas terhadap perencanaan pendidikan,
pendekatan ini mengabaikan sekolah dasar karena dipandang sebagai tidak
berhubungan dengan dunia kerja sehingga hanya mengutamakan pendidikan yang
menghasilkan man power “tingkat tinggi” yang diperlukan oleh sektor dunia
pekerjaan modern, padahal di masa depan masih tetap diperlukan tenaga-tenaga semi-skilled
dan unskilled baik di kota-kota maupun di desa-desa
2. Pendekatan
ini menggunakan klasifikasi dan ratio manpower (ratio dokter- juru rawat,
insinyur-tukang, dll), yang didasarkan atas keadaan masyarakat yang telah
mencapai taraf ekonomi industri, dengan demikian tidak sesuai dengan
kenyataan-kenyataan di Negara-negara berkembang, akibatnya terjadi pendidikan
yang salah atau berlebihan yang dipersiapkan untuk jabatan-jabatan tertentu.
3.
Kesulitan ketiga ialah disebabkan oleh tidak mungkinnya membuat forecasting
yang dapat dipercaya mengenai kebutuhan man power yang diperlukan
bagi perencanaan pendidikan, karena adanya ketidak pastian ekonomik,
teknologik,dll., lebih-lebih di Negara-negara berkembang; makin terperinci
jabatan-jabatan itu, dan makin panjang jangka waktu yang dimasukkan dalam
perencanaan itu, makin tidak dapat dipercaya perencanaan tersebut; pasaran
kerja itu sangat labil, bergerak dari keadaan kekurangan ke kelebihan.
4. Tujuan pendekatan Man Power
Yang dimaksud
dengan ketenagakerjaan menurut A. W. Guruge dalam Udin S (2005:239)”Gearing
on educational eforts to the fulfiment of national man powerrequirement”.
Jadi menurut Guruge pendekatan ini bertujuan mengarahkankegiatan pendidikan
kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja.
Pendekatan ini
mengutamakan kepada keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan tuntutan
terhadap tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan seperti sektor ekonomi,
pertanian, perdagangan dan industri. Tujuan yang akan dicapai adalah bahwa
pendidikan itu diperlukan untuk membantu lulusan memperolehkesempatan kerja
yang lebih baikhingga tingkat kehidupannya dapat diperbaiki melalui penghasilan
karena dikaitkan langsung dengan usaha pemenuhan kebutuhan dasar setiap orang.
Karena itu, tekanan utama adalah relevansi program pendidikan denganberbagai
sektor pembangunan dilihat dari pemenuhan ketenagaan.
Pendidikan
kejuruan dan teknologi baik pada tingkat menengah maupun tingkat universitas
merupakan prioritas. Untuk memenuhi tuntutan relevansi seperti yang telah
disebutkan, kurikulum dikembangkan sedemikian rupa hingga lulusan yang
merupakan output sistem pendidikan sipa pakai di lapangan. Implikasi dari
pendekatan ini adalah pendidikan harus diorientasikan kepada pekerjaan yang
mungkin diperlukan di pasaran kerja.
5.
Pertimbangan dalam menyusun pendekatan Man Power
Menurut Arifin
(2010) Apabila pendekatan ini dipakai oleh para penyusun perencanaan
pendidikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a.
Melakukan kajian atau analisis tentang beragam kebutuhan yang diperlukan oleh
dunia kerja yang ada di masyarakat secermat mungkin.
b.
Melakukan kajian atau analisis tentang beragam bekal pengetahuan dan
keterampilan apa yang perlu dimiliki oleh peserta didik agar mampu menyesuaikan
diri secara cepat(adaptif) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang terjadi di dunia kerja.
c.
Mengkaji atau menganalisis tentang sistem layanan pendidikan yang terbaik dan
mampu memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk terjun di dunian kerja, oleh
karena itu perludilakukan anlisis peluang kerja dan menjalin kerjasama antara
lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri.
Sa’ud dan Makmun
A. S (2005: 243) “ Alternatif pendekatan perencanaan pendidikan dalam
pendekatan kebutuhan ketenaga kerjaan mengutamakan kepada keterkaitan lulusan
sistem pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai
sektor pembangunan dengan tujuan yang akan dicapai adalah bahwa pendidikan itu
diperlukan untuk membantu lulusan memperolah kesempatan kerja yang lebih baik
sehingga tingkat kehidupannya dapat diperbaiki”.
D.
Pendekatan Cost Benefit
1. Pengertian pendekatan Cost Benefit
Pendekatan cost benefit
adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan pada keseimbangan antara
keuntungan dan kerugian (Yagi, 2010). Prinsip untung rugi inilah yang dipakai
oleh individu yang rasional kalau memutuskan bagaimana sebaiknya membelanjakan
uang agar keinginannya tercapai.
Ia meneliti alternatif-alternatifnya,
menimbang biaya masing-masing alternatif dan kepuasan yang menyertainya
atau kegunaan yang akan diperolehnya dan kemudian memilih kemungkinan tertentu
sebatas kemampuannya yang paling menguntungkan.
2. Ciri-ciri pendekatan Cost Benefit
Ciri-ciri pendekatan ini antara lain
adalah:
a.Pendidikan
memerlukan biaya investasi yang besar, oleh karena itu perencanaan pendidikan
yang disusun harus mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomis.
b.Pendekatan ini didasarkan pada
asumsi bahwa:
– Kualitas layanan pendidikan akan
menghasilkan output yang baik dan secara langsung akan memberi
kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
– Sumbangan seseorang terhadap
pendapatan nasional adalah sebanding dengan tingkat pendidikannya.
– Perbedaan pendapat seseorang di
masyarakat, ditentukan oleh kualitas pendidikan bukan ditentukan oleh latar
belakang sosialnya.
c.
Perencanaan pendidikan harus betul-betul diorientasikan pada upaya meningkatkan
kualitas SDM (penguasan IPTEK), dan dengan tersedianya kualitas SDM, maka
diharapkan income masyarakat akan meningkat
d. Program
pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati prioritas
pembiayaan yang besar.
3. Kelebihan pendekatan Cost Benefit
Adapun kelebihan
pendekatan cost benefit menurut Arifin (2010) antara lain adalah:
a.Perencanaan
pendidikan yang disusun akan mempunyai aspek fungsional dan keuntungan
ekonomis, sehingga bentuk-bentuk layanan pendidikan yang dianggap kurang
produktif bisa ditiadakan melalui pendekatan efisiansi investasi.
b.
Pendekatan ini selalu memilih alternatif yang menghasilkan keuntungan lebih
banyak daripada biaya yang dikeluarkan.
4. Kekurangan pendekatan Cost Benefit
Ada beberapa
kelemahan pendekatan cost benefit menurut Abin dalam Arifin (2010),
diantaranya adalah:
a.Akan mengalami
kesulitan dalam menentukan secara pasti biaya dan keuntungan (cost dan
benefit) dari layanan pendidikan, terlebih apabila digunakan mengukur
keuntungan untuk periode atau masa yang akan datang.
b.Sangat sulit
untuk mengukur secara pasti atau menghitung keuntungan (benefit) yang
dihasilkan oleh seseorang dalam lapangan pekerjaan yang dikaitkan dengan
layanan pendidikan sebelumnya.
c.Faktor
internal individu (misalnya motivasi, disiplin, kelas sosial, orientasi hidup
individu dan sejenisnya) dan hanya melihat hubungan antara tingkat pendidikan
dengan penghasilan.
d.Perbedaan
pendapat seseorang sebenarnya tidak semata-mata menunjukkan kemampuan
produktifitas individual, tetapi ada faktor lain yang ikut menentukan yaitu
faktor konvensi sosial atau banyak dipengaruhi dari kerja kelompok.
e.Keuntungan
dari pendidikan pada dasarnya tidak hanya diukur berupa keuntungan finansial
(material), tetapi juga dapat dilihat dari keuntungan sosial budaya.
Selain itu,
salah satu kelemahan dan kritik khusus bagi pendekatan cost benefit
adalah masalah the estimate income for gone by student yang dimasukkan
ke dalam perhitungan biaya, terutaman di negara yang dilanda masalah
pengangguran. Kelemahan yang lebih serius berhubungan dengan perhitungan
keuntungan dimasa yang akan datang. Cara yang biasanya dipergunakan adalah
menghitung perbedaan life time learning setiap orang yang merupakan
akibat dari pendidikan yang diperolehnya, dikurangi dengan presentase yang
dibuat sebagai ganti dari sebab-sebab non-pendidikan terhadap pndapatan ini
(umpamanya: motivasi, latar belakang keluarga dan relasi). Tetapi perbedaan
pendapat di masa mendatang, sehubungan dengan berbagai perbadaan pendidikan
dihitung atas dasar perbedaan masa lampau dan masa sekarang secara implisit.
5.Tujuan pendekatan Cost Benefit
Pendekatan ini
adalah bersifat ekonomi dan berpangkal dari konsep investment in human
capital atau investasi pada sumber daya manusia. Setiap investasi harus
mendatangkan keuntungan yang dapat diukur dengan nilai moneter. Pendidikan
memerlukan investasi yang besar dan karena itu keuntungan dari investasi
tersebut harus dapat diperhitungkan bilamana pendidikan itu memang mempunyai
nilai ekonomi.
Pendidikan
secara konseptual tampaknya tidak diragukan lagi mempunyai nilai ekonomi
artinya pendidikan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, walaupun para
ahli ekonomi mengalami kesukaran secara nyata dan pasti dalam mengukur
kontribusi tersebut, karena sifat dan ciri pendidikan yang kompleks itu.
Keterkaitan pendidikan dengan ekonomi dapat diterangkan dengan faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi seperti tenaga kerja, pengetahuan dan
teknologi. Faktor ini hanya dapat diwujudkan denganmasuknya peran
pendidikanmelalui faktor manusia, sebab pembangunan ekonomi pada dasarnya dilakukan
oleh manusia dan untuk manusia. Sedangkan pebangunan manusia hanya mungkin
dilakukan oleh pendidikan.
Berdasarkan
uraian di atas, pendekatan untung rugi atu keefektifan biaya mempunyai
implikasi sesuai dengan prinsipekonomi yaituprogram pendidikan yang mempunyai
nilai ekonomi tinggimenempati urutan atau prioritas tinggi. Karena pendekatan
keefektifan biayamempunyai keterkaitan erat dengan pendekatan ketenagakerjaan,
maka program pendidikan kejuruandan teknologi yang lulusannya mempunyai
kesempatan lebih baikuntuk bekerja mendapt prioritas dalam alokasi pembiayaan
sebagai bentuk nvestasi dalam pendidikan.
6. Langkah Penting Dalam Pelaksanaan Perencanaan
Pendidikan
Perencanaan
pendidikan harus meliputi dua macam perencaanaan, yaitu perencanaan makro yang
membuat dimensi yang luas daripada sistem pendidikan dan relasinya dengan
perencanaan dalam bidang sosial dan ekonomi serta perencanaan mikro yang memuat
perencanaan mengenai proses internal daripada sistem pendidikan termasuk pola
subsistem sub sistem yang ada di dalamnya.
Agar perencanaan
pendidikan dapat berjalan dengan baik, maka harus sesuai dengan langkah-langkah
berikut:
a.Penelitian dan
diagnosa untuk mengidentifikasi problema pokok yang dihadapi oleh perencanaan
pendidikan.
b.Mengadakan training
bagi orang-orang agar mereka mampu mempraktekkan hasil-hasil penelitian dan
metodologi perencanaan itu dalam praktek.
c.Menyususn dan
mengadakan penyesuaian tata organisasi dan administrasi agar memungkinkan
terlaksananya perencanaan itu.
Dari pengalaman
pelaksanaan perencanaan pendidikan di berbagai tempat dapat ditarik pelajaran
antara lain:
a.Suatu sistem
pendidikan hanya dapat direncanakan dengan baik dan rencananya itu hanya dapat
di implementasikandengan baik apabila merekayang mempunyai tanggungjawab atas
berbagai bagian dalam sistem itu merupakan perencana yang baik, dan hanya
apabila masing-masingperencana itu memungkinkan perencanaan bagian saling jalin
menjalindan diintegrasikanmenjadi suatu kesatuanyang kompak dan selaras yang
tertuju kepada tercapainya tujuan dari keseluruhan sistem itu.
b.Perencanaan
akan terlaksana dengan sebaik-baiknya apabila para pemimpin politik dan
pendidikan sungguh-sungguh yakin pentingnya perencanaan itu, memberikan
dukungan mereka, dan secara serius menggunakan perencanaan itu dalam
keputusan-keputusan mereka, serta orang-oranglain yang secara serius terlibat
dalam sistem pendidika itu, misal para petugas administrasi, guru, murid,
orangtua murid, diberi kesempatan yang wajar untuk memberikan andilnya dalam
perumusan rencan pendidikan itu. (Vembrianto, 1985:50)
Menurut
Vembrianto(1985:51) ada lima tuntutan yang harus diperhatikan bagi
penyempurnaan perencanaan pendidikan di masa yang akan datang, yaitu:
a.Tiga macam
cara pendekatan yang telah disebut (sosial demand, man power, dan cost
benefit) harus disintesiskan menjadi suatu pendekatan utuh dan selaras.
b.Berbagai
metodologi yang diperlukan oleh pendekatan yang telah disistesiskan itu perlu
disempurnakan dan dikembangkan lebih lanjut.
c.Usaha
besar-besaran perlu dilakukan oleh semua sistem pendidikan untuk
menyempurnakanarus informasi yang diperlukan bagi perencanaan yang efektif.
d.Perlu
dipersiapkan adanya sejumlah besar kader yang berwenang dalam perencanaan
pendidikan, dan suatu keyakinan mengenai pentingnya perencanaan pendidikan
perlu disebarkan di kalangan siapa saja yang berpartisipasi dalam proses
perencanaan itu.
e.Pengaturan
organisasi dan administrasi, pola sikap dan tingkah laku perlu diubah secara
radikalagar memungkinkan pelaksanaan perencanaan secara efektif.
Vembrianto
(1985:52) menyimpulkan bahwa Perencanaan pendidikan di masa depan harus memuat
lima buah pokok persoalan sebagai berikut:
a.Perumusan
tujuan : perumusan tujuan pendidikan dan penentuan prioritasnya sangat
diperlukan untuk mengadakan evaluasi pelaksanaan sistem pendidikan dan untuk
menyusun perencanaan pendidikan. Tujuan pendidikan itu harus konsisten dengan
tujuan umum masayarakat (tujuan nasional suat bangsa). Di samping itu tujuan
sistem pendidikan itu harus pula konsisten dengan tujuan sub sistem di
dalamnya. Merumuskan tujuan umumsistem pendidikan adalah sangat sulit.
Sedangkan merumuskan tujuan operasional yang spesifik pada umumnya lebih mudah.
Perumusan tujuan pendidikan itu diperlukan sebagai kriteria untuk mengetes
kegiatan pelaksanaannya.
b. Evaluasi
terhadap pelaksanaan sistem : perumusan tujuan pendidikan itu penting untuk (a)
memberi arah kegiatan pendidikan, (b) memberi dasar untuk mengecek kegiatan
itu, (c) memberi dasar untuk membandingkan alternatif dari berbagai cara
mencapai tujuan proses belajar yang khusus, dengan demikian berguna untuk
menentukan manakah dari berbagai cara itu yang paling efisien. Untuk evaluasi
itu diperlukanberbagai alat diagnostik yang diperlukan untuk menilai
pelaksanaan kegiatan, mencari kemungkinan penyempurnaannya.
c.Penggunaan
cara pendekatan sistem dalam penyusunan design pendidikan.
d.Gaya dan
tindakan menejemen yang baru: untuk itu adanya operationsresearch, programme
budgeting,cost analisys, cost effectiveness testing, dan
cost benefit analisys.
e.Penelitian dan
pengembangan sistem pendidikan secara intensif.
Dalam
pelaksanaan pendidikan, model-model pendekatan sebagai upaya pencerahan dan pemberdayaan
jalur pendidikan yang sekaligus dapat dijadikan pedoman dasar penyelenggaraan
hendaklah terus diperhatikan dan dimaknai secara benar.
“
Pendekatan-pendekatan dalam upaya pemberdayaan pendidikan antara lain seperti
tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga mutu dan kelangsungan pendidikan,
belajar seumur hidup, watak mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara,
menyiapkan tenaga yang siap terlatih dan siap pakai, dan menyiapkan generasi
muda yang lebih baik dengan pendekatan ing ngarsa sung tuladha, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani”. (Rachman, 2001:289).
Menurut
Direktorat Pendidikan Dasar dalam Bafadal (1999:29), setidaknya ada lima
komponen yang menentukan mutu pendidikan, antara lain adalah:
1.Kegiatan
belajar mengajar.
2.Manajemen
pendidikan yang efektif dan efisien.
3.Buku dan
sarana belajar yang memadai dan selalu dalam kondisi siap pakai.
4.Fisik dan
penampilan sekolah yang baik, dan
5.Partisipasi
aktif masyarakat.
E.
Pendekatan Integratif
1. Pengertian Pendekatan Integratif
Perencanaan
pendidikan yang menggunakan pendekatan integrasi (terpadu) dianggap sebagai
pendekatan yang lebih lengkap dan relatif lebih baik daripada ketiga pendekatan
di atas. Pendekatan ini sering disebut dengan “pendekatan sistemik atau
pendekatan sinergik” (Arifin, 2010).
Diantara ciri
atau karakteristik pendekatan integratif adalah, bahwa perencanaan
pendidikan yang disusun berdasarkan pada (Arifin, 2010):
1.Keterpaduan
orientasi dan kepentingan terhadap pengembangan individu dan pengembangan
sosial (kelompok)
2.Keterpaduan
antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat pragmatis) dan juga
mempersiapkan pengembangan kualitas akademik (bersifat idealis) untuk
mempersiapkan studi lanjut
3.Keterpaduan
antara pertimbangan ekonomis (untung rugi), dan pertimbangan layanan
sosial-budaya dalam rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya integrasi
sosial-budaya
4.Keterpaduan
pemberdayaan terhadap sumber daya lembaga, baik sumber daya internal maupun
sumber daya eksternal
5.Konsep bahwa
seluruh unsur yang terlibat dalam proses layanan pendidikan (pelaksanaan
program) di setiap satuan pendidikan merupakan ‘suatu sistem’
6.Konsep bahwa
kontrol dan evaluasi pelaksanaan program (perencanaan pendidikan) melibatkan semua
pihak yang berkaitan dengan proses layanan kualitas pendidikan, dengan tetap
berada dalam komando pimpinan atau kepala satuan pendidikan.
Sedangkan
pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses evaluasi pelaksanaan perencanaan
pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah:
1. Kepala
sekolah
2. Guru
3. Siswa
4. Komite
Sekolah
5. Pengawas
sekolah
6. Dinas
pendidikan (Vembrianto. 1982; Soenarya, E. 2000; Depdiknas, 2001, 2006 dalam
Arifin, 2010).
2. Kelebihan-Kelebihan Pendekatan Integratif
1.Semua sumber
daya (internal-eksternal) yang dimiliki dalam proses pengembangan
pendidikan akan terberdayakan secara baik dan seimbang
2.Dalam proses
pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan memberikan peluang secara
maksimal kepada setiap warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan
komite sekolah (tokoh dan orang tua wali siswa) untuk berkontribusi secara
positif sesuai dengan status dan peran masing-masing
3.Peluang untuk
pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan lebih efektif, karena
dalam perencanaan terpadu memberikan porsi yang cukup besar bagi pemberdayakan
semua potensi yang dimiliki secara kelembagaan, dan menuntut partisipasi aktif
dari semua warga sekolah
4.Perencanaan
pendidikan yang terpadu akan mampu menghadapi perubahan atau dinamika kehidupan
sosial, ekonomi dan budaya atau tingkat kompetisi yang begitu tinggi di semua
bidang kehidupan di era globalisasi
5.Pelaksanaan
pendekatan perencanaan pendidikan terpadu secara baik akan mampu mensosialisasi
dan menginternalisasi setiap warga sekolah, untuk membangun sikap mental dan
pola perilaku yang integral atau multidimensional atau komprehensif dalam
memahami dan melaksanakan setiap agenda kehidupan di masyarakat
6.Output
dari proses layanan pendidikan pada peserta didik akan lebih menampilkan
potret hasil pendidikan yang lengkap, baik kualitas akademiknya, kualitas
kepribadiannya dan kualitas ketrampilannya (Arifin, 2010).
3. Kelemahan-Kelemahan Pendekatan Integratif
1. Pendekatan
ini memerlukan ketersediaan kualitas sumber daya manusia (pendidik dan tenaga
kependidikan), khususnya kualitas pengetahuan, mentalitas atau kepribadiannya,
dan spiritualnya. Dalam realitasnya menurut data Depdiknas 2006-2007, khususnya
tentang kualitas tenaga pendidik (guru) secara makro (Nasional) dari jenjang
pendidikan paling dasar sampai menengah atas yang betul-betul telah memenuhi
standar kualitas guru yang professional masih kurang dari 20 %, atau kurang
lebih 80 % guru-guru di Indonesia belum memiliki kualifikasi sebagai
guru yang profesional (Arifin, 2007). Hal ini tentu sangat menyulitkan proses
pelaksanaan perencanaan pendidikan yang integratif
2.
Perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas pengelolaan manajemen
kelembagaan secara transparan, akuntabel, demokratik dan visioner. Dalam
realitasnya masih banyak dijumpai pola pengelolaan manajemen di setiap
satuan pendidikan yang tidak selaras dengan prinsip-prinsip Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
3. Perencanaan
pendidikan terpadu menuntut kualitas peran serta masyarakat (PSM), dalam
meningkatkan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, khususnya dalam
melaksanakan empat peran penting, yaitu sebagai:
a. Pemberi
pertimbangan (advisory)
b.
Pendukung (supporting)
c.
Pengontrol (controlling)
d. Mediator
(Depdiknas, 2006 dalam Arifin, 2010).
Dalam
realitasnya keempat peran tersebut belum terlaksana dengan baik di setiap
lembaga atau satuan pendidikan. Jadi, uraian tentang kelemahan pendekatan
integratif atau terpadu atau sistemik sejatinya tidak menyangkut ranah
konseptual, tetapi lebih bersentuhan pada tataran unsur pendudukung dalam
pelaksanaan program (aplikasinya). Oleh karena itu secara konseptual pendekatan
perencanaan integrasi merupakan pendekatan yang paling baik apabila
dibandingkan dengan pendekatan yang lain yang lebih bersifat parsial (sektoral)
(Arifin, 2010).
Hal yang paling
kunci untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan pada perencanaan
pendidikan integratif adalah:
1.Terus
mendorong pengembangan kualitas SDM warga sekolah
2.Terus
meningkatkan kualitas manajemen satuan pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip
MPMBS
3.Terus
meningkatkan kualitas peran serta masyarakat (PSM) untuk mencapai tujuan
pendidikan (Arifin, 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar